Aries BM Menyapa Kaum Urban Lewat Karya Seni Rupa Monumen Kreweng
SOLO (Soloaja.co) - Tiga karya monumental milik seniman Aries BM dipamerkan di halaman Teater Besar Kampus ISI Solo, 7-9 September 2025. Karya-karya tersebut bukan sekadar patung biasa, melainkan representasi kuat dari identitas sosial masyarakat pedesaan yang dibawa ke jantung kota.
Aries BM menghadirkan tiga monumen raksasa dari gerabah dan pecahan genteng: "Monumen Kendi Pancawara", "Monumen Kendi Pranawajati", dan "Monumen Dandang Biyung". Ketiganya adalah hasil dari disertasi doktoralnya di ISI Solo tahun 2021 yang berjudul "Monumen Kreweng Identitas Sosial sebagai Landmark Wisata".
- KONI Sukoharjo Gelar Diskusi Bahas Perda Olahraga Terbaru
- Diserbu Pertanyaan Kritis Mahasiswa, Gubernur Jateng: Pemimpin Harus Jujur dan Melayani
"Monumen Kreweng lahir dari realitas kehidupan masyarakat Desa Juron, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, yang lekat dengan tradisi memasak tradisional. Desa kelahiran Aries ini dikenal sebagai basis "Kaum Boro Kuliner"—para pedagang kuliner yang merantau ke berbagai penjuru Indonesia." Ungkap Aries BM, Senin (08/09).
Melalui karya-karyanya, Aries melakukan konservasi artefak dapur tradisional, mengubahnya menjadi "Monumen Kultural" yang berfungsi sebagai lanskap wisata budaya.
Sejak 2021, ketiga monumen ini telah menjadi landmark di Sendang Semurup, Desa Juron. Namun, pada pameran kali ini, Aries sengaja membawanya ke kota untuk menyapa masyarakat urban. Tujuannya adalah untuk mengedukasi generasi muda tentang nilai-nilai sejarah dan budaya yang terkandung dalam perkakas sederhana.
- Mahasiswa Ditantang "Sehari Bersama Gubernur" untuk Beri Kritik yang Lebih Konstruktif
- Jateng Jadi Provinsi Pertama yang Kukuhkan Lembaga Fasilitasi Pesantren, Siapkan Beasiswa Hingga Luar Negeri
Makna Mendalam di Balik Tiga Monumen
Setiap monumen memiliki makna filosofis yang mendalam:
1. "Monumen Kendi Pranawa Jati"
Kendi, yang secara harfiah berarti wadah air, di sini melambangkan persaudaraan dan kehidupan. Karya ini adalah trilogi manifestasi cita-cita, doa, dan ikhtiar. Representasi menara dan kubah melambangkan cita-cita, corot kendi melambangkan keberkahan dan doa, sementara tangga melingkar menggambarkan ikhtiar dan progresivitas.
2. "Monumen Kendi Pancawara"
Dengan lima corot, kendi ini melambangkan Pancawara atau lima hari pasaran Jawa: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Ini adalah pengingat bagi masyarakat untuk selalu produktif. Keberkahan diwakili oleh lima corot, sedangkan pohon Kalpataru pada monumen melambangkan sumber kehidupan dan pertumbuhan.
- Ekosistem Pembayaran Digital BRI Kian Solid, Transaksi Naik Signifikan
- Dakwah di Era Digital: Baznas Jateng dan Gus Yasin Cetak Sineas Santri Lewat Pelatihan Sinematografi
3. "Monumen Dandang Biyung"
Monumen ini didedikasikan untuk ibu. Dandang, sebagai alat utama memasak nasi, melambangkan kemakmuran rumah tangga. Bentuknya yang menyerupai candi melambangkan gunung, yang dalam filosofi Jawa diartikan sebagai ibu—sumber kehidupan dan keselamatan. Konsep "dapur ngebul" atau dapur yang berasap menjadi simbol bahwa kehidupan terus berjalan. Penempatan dandang di puncak monumen adalah simbol penghormatan dan kemuliaan bagi peran seorang ibu.
Pameran ini merupakan bagian dari "FESTIVAL PASCA PENCIPTAAN 2025" yang diselenggarakan oleh ISI Surakarta, bekerja sama dengan ISI Yogyakarta dan ISI Bali. Kolaborasi ini memperluas ruang diskusi metodologi penciptaan seni dan sikap kritis dalam memajukan kebudayaan nasional.
"Melalui karya ini, kami mengingatkan bahwa seni tak hanya soal keindahan visual, tetapi juga refleksi dan narasi sosial." Ungkapnya.
Karyanya membuktikan bahwa benda-garis-benda sederhana dari masa lalu dapat menjadi monumen yang bermartabat, menghubungkan ingatan kolektif, dan mengukir sejarah baru di ruang publik.