Senin, 28 April 2025 17:56 WIB
Penulis:Kusumawati
Editor:Redaksi
SOLO (Soloaja.co) – Kuasa hukum Arif Nurrahman, Zaenal Arifin, S.H., melaporkan notaris/PPAT Diyah Setyowati, S.H., M.Kn., ke Polres Boyolali atas dugaan penggelapan uang pajak dan pengrusakan sertifikat tanah.
Laporan tersebut diajukan atas nama Djaelani Mustofa pada 26 Februari 2025 dan kini telah memasuki tahap pemeriksaan klarifikasi terhadap sejumlah saksi, termasuk pelapor, pembeli, serta penjual tanah, Sumarno.
Zaenal Arifin mendesak agar penyidik segera memanggil Diyah Setyowati, yang beralamat di Jalan Raya Sawahan, Ngemplak, Boyolali, untuk dimintai keterangan. Ia juga meminta agar seluruh pihak yang diduga terlibat diusut tuntas.
"Kasus ini sangat janggal. Penjual dan pembeli sudah menjalankan prosedur jual beli, tetapi hasil akhirnya justru sertifikat yang diterbitkan berbentuk sertifikat waris, padahal pihak penjual masih hidup," ujar Zaenal saat dikonfirmasi, Senin (28/04).
Menurut Zaenal, kondisi ini merugikan pembeli karena memperlemah posisi hukum kepemilikan tanah dan membuka potensi sengketa dengan ahli waris di masa depan.
Tak hanya itu, Zaenal juga menyoroti adanya indikasi kuat penggelapan pajak. Pembeli, kata dia, telah menyerahkan uang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp26 juta dari total nilai transaksi Rp600 juta melalui notaris, padahal untuk penerbitan sertifikat waris seharusnya bebas dari biaya pajak tersebut.
"Pembeli kini menuntut agar sertifikat diterbitkan ulang berdasarkan Akta Jual Beli (AJB), bukan produk warisan," tegas Zaenal.
Kasus serupa juga dilaporkan oleh Sumarno, warga Kismoyoso, Ngemplak, Boyolali, yang merupakan penjual tanah dalam transaksi ini. Pada 2 Oktober 2024, Sumarno melaporkan Diyah Setyowati atas dugaan pemalsuan dokumen, pengrusakan sertifikat, penggelapan, dan penipuan.
Sumarno menuturkan, dirinya dibuatkan akta kematian dan surat pernyataan ahli waris (SPAW) palsu, padahal ia masih hidup. Dokumen tersebut diduga digunakan untuk memproses sertifikat tanah melalui jalur warisan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Saya masih hidup, tapi kok dibuatkan akta kematian dan surat waris. Ini jelas upaya curang untuk menghindari pajak, karena kalau pakai surat waris, pajaknya nol rupiah," kata Sumarno.
Ia menjelaskan, peristiwa bermula saat dirinya menjual sebidang tanah pertanian seluas 867 meter persegi di Donohudan, Ngemplak, kepada Djaelani Mustofa pada 12 April 2023. Transaksi dilakukan melalui notaris/PPAT Diyah Setyowati dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) Nomor 217/2023, dan seluruh syarat administrasi serta pembayaran pajak telah diselesaikan.
Namun, pada 1 Oktober 2024, sertifikat baru ditemukan dalam kondisi rusak dengan bekas penghapusan menggunakan cairan koreksi (tip-ex). Setelah ditelusuri ke BPN, diketahui bahwa sertifikat diterbitkan berdasarkan keterangan waris dari "almarhum" Sumarno.
"Pembeli saya mencurigai ada kejanggalan. Setelah kami selidiki, ternyata notaris membuat dokumen kematian dan waris palsu dengan tanda tangan dan stempel pemerintah desa serta kecamatan," ungkapnya.
Para pelapor berharap kasus ini dapat diusut secara tuntas dan transparan, termasuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain yang berperan dalam dugaan praktik kecurangan tersebut.
Bagikan