ASN
Minggu, 07 Desember 2025 10:45 WIB
Penulis:Kusumawati
Editor:Redaksi

SUKOHARJO (Soloaja.co) – Sebuah kasus dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) yang mengguncang integritas aparatur sipil negara (ASN) mulai bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, mencuatkan kisah pilu pengkhianatan di balik jabatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Gugatan perdata Nomor 121/Pdt.G/2025/PN.Skh. ini mengungkap dugaan seorang suami, Hendra, yang bekerja di UIN Raden Mas Said Surakarta, tega menceraikan istrinya, Siti (warga Kartasura), tak lama setelah ia meraih posisi PPPK. Siti mendampingi Hendra sejak masa-masa sulit sebagai tenaga honorer.
Kasus ini menjadi sorotan karena tidak hanya menggugat Hendra, tetapi juga menyeret tiga institusi besar sebagai Turut Tergugat: UIN Raden Mas Said Surakarta, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Agama.
Dugaan Pemalsuan Data Demi Jadi ASN
Kuasa Hukum Penggugat, Dwi Nur Cholis, S.H., M.H., dari Lembaga Bantuan Hukum Lingkar Fakta, menegaskan adanya dimensi moral yang kuat dalam perkara ini.
“Perkara ini tidak hanya berdimensi hukum, tetapi juga memiliki aspek moral yang kuat,” ujar Dwi Nur Cholis, Sabtu (6/12).
Pihak Siti menyoroti adanya dugaan kejanggalan serius dalam proses administrasi kepegawaian Hendra. Hendra diduga menerbitkan Surat Pernyataan Belum Menikah pada tanggal 31 Oktober 2024. Padahal, secara hukum, Siti dan Hendra baru resmi bercerai pada 25 Maret 2025.
“Ipso facto pada saat penandatanganan surat pernyataan tersebut penggugat masih menjadi suami isteri. Oleh karena itu Tergugat dapat dikatakan diduga melakukan Perbuatan Melawan Hukum,” tegas Dwi Nur Cholis.
Tindakan ini dinilai melukai martabat Siti dan bertentangan dengan nilai dasar integritas keluarga serta kepatutan administratif yang wajib dipegang oleh seorang aparatur negara.
Ditinggalkan, Diselingkuhi, dan Anak Terlantar
Penderitaan Siti semakin diperparah. Kuasa hukum menyebutkan dugaan PMH ini diperburuk dengan isu perselingkuhan Hendra yang diduga terjadi sebelum perceraian. Bahkan, setelah berpisah, Hendra diduga sempat tidak memberikan nafkah kepada anaknya yang kini berusia 9 tahun—meskipun nafkah akhirnya diberikan setelah adanya upaya banding dan harus selalu diingatkan.
Siti sempat mencoba jalur damai kekeluargaan, namun terpaksa membawa kasus ini ke ranah hukum setelah pihak Hendra maupun UIN Raden Mas Said Surakarta dianggap tidak kooperatif.
Kuasa hukum menyayangkan respons Para Turut Tergugat di persidangan. “Jawaban Para Turut Tergugat dalam persidangan justru terkesan membela Tergugat, bukan menempatkan perkara ini sebagai masukan penting untuk penegakan integritas aparatur,” kritik Dwi Nur Cholis.
Pihak Siti berharap gugatan ini menjadi alarm bagi instansi terkait untuk melakukan pemeriksaan internal atas dugaan ketidaksesuaian data kepegawaian tersebut.
Perdebatan Kewenangan Absolut PN vs PTUN
Persidangan pekan depan akan fokus pada pemeriksaan sengketa kewenangan absolut. Pihak Penggugat bersikeras bahwa perkara ini adalah murni Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, karena objek sengketa adalah perbuatan pribadi Hendra berupa pemberian keterangan tidak benar saat proses seleksi PPPK.
"Tergugat belum berstatus sebagai ASN/PPPK pada saat membuat dan menandatangani Surat Pernyataan tersebut. Oleh karenanya, adalah keliru dan tidak berdasar secara yuridis apabila gugatan ini justru diajukan ke PTUN,” pungkas Dwi Nur Cholis, meyakini kewenangan absolut berada di PN Sukoharjo.
Bagikan
Viral
10 hari yang lalu