Upaya Damai Pengelola Kelenteng Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Kembali Buntu, Perseteruan Masih Berlanjut

Kusumawati - Jumat, 27 Juni 2025 08:02 WIB
Alim Sugiantoro (kiri) bersama Soedomo Mergonoto (tiga dari kanan) dan Paulus Willy Afandy (dua dari kanan) serta jajaran forkopimda pada peringatan ultah Kongco Kwan Sing Tee Koen tahun lalu. (istimewa )

SURABAYA (Soloaja.co) – Upaya rekonsiliasi yang digagas oleh pengelola Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban untuk menyelesaikan konflik internal kembali menemui jalan buntu. Pertemuan kedua yang digelar di Surabaya pada Rabu (24/6) tak menghasilkan kesepakatan damai di antara pihak-pihak yang berseteru.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh dua dari tiga pengelola kelenteng, yakni Soedomo Mergonoto dan Paulus Willy Afandy. Sementara satu pengelola lainnya, Alim Markus, tidak hadir.

Turut hadir dalam pertemuan itu tokoh-tokoh seperti Alim Sugiantoro dan Go Tjong Ping, serta beberapa saksi dan tokoh masyarakat Tionghoa, antara lain mantan ketua kelenteng Gunawan Putra Wirawan, Tan Ming An (pengurus terpilih periode 2025–2028), dan Gunawan Herlambang dari Surabaya.

Dalam penjelasan tertulisnya, Alim Sugiantoro menyampaikan bahwa pertemuan tersebut membahas urgensi menghidupkan kembali yayasan kelenteng sebagai badan hukum yang menaungi aset-aset tempat ibadah, termasuk dana yang tersimpan di rekening perbankan serta kepemilikan tanah yang masih atas nama pribadi dua mantan pengurus: Go Tjong Ping dan Budi Djaya Wilyono alias Akong.

Menurut Alim, Soedomo Mergonoto menegaskan bahwa pendirian kembali yayasan adalah langkah legal dan sesuai aturan organisasi. Ia juga dengan tegas menolak keabsahan pemilihan pengurus kelenteng yang dilakukan di Resto Ningrat Tuban pada 8 Juni lalu.

“Pemilihan tersebut dianggap ilegal dan bentuk kudeta,” tulis Alim mengutip pernyataan Soedomo, yang juga dikenal sebagai Konsul Kehormatan Polandia di Surabaya.

Suasana rapat sempat memanas ketika Soedomo merasa difitnah telah mencaplok kelenteng Tuban. Ia memperingatkan agar tuduhan tersebut dihentikan. "Kalau sampai mendengar lagi dan menyebarkan fitnah, beliau menyatakan akan menindak tegas dan tidak memberi ampun," terang Alim dalam keterangannya.

Alim juga mengingatkan soal komitmen yang pernah dibuatnya bersama Tjong Ping dalam kesepakatan tertulis bermaterai pada 1 April 2022, yang menyatakan sepakat untuk mendirikan yayasan. Namun menurutnya, kesepakatan tersebut kini justru diingkari oleh Tjong Ping sendiri.

Ia menilai penolakan terhadap pendirian yayasan sangat berisiko terhadap legalitas dan pengelolaan aset kelenteng. "Kalau tidak bisa dibaliknama ke atas nama yayasan, maka aset bisa hilang. Jangan sampai uang umat hilang karena dibiarkan atas nama pribadi," tegas Alim.

Alim juga menekankan bahwa hingga saat ini belum ada pengurus baru yang sah dari TITD Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong. Menurutnya, hanya ada tiga pengelola dari Surabaya yang diberi mandat oleh umat untuk menyelamatkan aset dan membentuk yayasan demi kejelasan hukum.

“Jika ada pihak lain yang mengklaim sebagai pengurus dan mencoba merebut kekayaan yayasan, itu harus dijelaskan kepada publik agar tidak terjadi kesalahpahaman,” pungkas Alim.

Konflik internal di kelenteng bersejarah ini masih menyisakan tanda tanya besar bagi umat dan masyarakat luas, terutama terkait legalitas kepengurusan dan perlindungan terhadap aset-aset keagamaan yang bernilai penting. Upaya damai tampaknya masih harus menempuh jalan panjang.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS