Road to Muktamar ke 48, Bukan Hanya Untuk Indonesia Muhammadiyah Juga Untuk Dunia
JOGJAKARTA (Soloaja.co) - Momentum Muktamar Muhammadiyah Aisyiyah menjadi ajang untuk menyampaikan bahwa Muhammadiyah bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk dunia.
“Tidak ada satu pun tokoh Muhammadiyah yang mengatakan bahwa Muhammadiyah hanya untuk Indonesia. Sebetulnya ajaran Al Ma’un yang disampaikan KH. Ahmad Dahlan itu tidak menyebutkan bangsa apa, tetapi manusia dan kemanusiaan.” ungkap Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Gunawan Budianto dalam acara Muktamar Talk, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jum’at 5 Agustus 2022.
“Sudah saatnya kita harus kembali kepada ide KH. Ahmad Dahlan bahwa Muhammadiyah untuk manusia dan kemanusiaan, bukan khusus untuk satu bangsa dan negara,” imbuhnya.
- Dorong Ekspor Nasional, LPEI Wujudkan Komitmen Melalui Kerjasama Pemasaran Produk Asuransi
- Henry Indraguna Dilantik Dewan Kehormatan PSHT Klaten
Acara yang dipandu Budi Santoso ini merupakan program diskusi yang digelar secara berseri dalam rangka menyambut dan menyemarakkan Muktamar Muhammadiyah Aisyiyah ke-48 di Surakarta, 18-20 November 2022 mendatang.
Menurut Gunawan, atas dasar itulah maka di berbagai daerah Muhammadiyah hadir dengan amal usahanya yang melayani tanpa memandang perbedaan.
“Kita lihat bagaimana Universitas Muhammadiyah di Kupang itu mahasiswanya 80 % itu non Islam. Di Sorong, di Unimuda juga demikian. Artinya apa? Muhammadiyah bukan gerakan eksklusif, tetapi gerakan inklusi yang prioritasnya itu keluar dan itu tidak mengenal golongan, tidak mengenal agama,” ungkapnya.
- UMS Tambah Dua Guru Besar Bidang Ilmu Hukum dan Sosiologi Islam, Prof Fattah Raih Guru Besar Setelah Pensiun
- BNI Perkuat Kemitraan dengan Ditjen Diktiristek Melalui Program Financial Ecosystem
Berbicara tentang internasionalisasi gerakan Muhammadiyah, menurut Gunawan, bukan berarti urusan sosial kemasyarakatan di Indonesia sudah selesai. “Ini kita bicara Muhammadiyah untuk manusia dan kemanusiaan, dimanapun…!” tegasnya.
Untuk mempercepat internasionalisasi gerakan Muhammadiyah itu, Gunawan menambakan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) bisa menjadi motornya.
“Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah sudah bukan lagi pabrik sarjana, tetapi harus diubah menjadi sebuah proses yang menghasilkan sarjana internasional, yang siap berinteraksi dalam kawasan-kawasan internasional apakah regional ASEAN, Asia bahkan dunia,” ungkapnya.
Menurutnya juga, pengiriman dosen-dosen PTMA untuk studi lanjut di luar negeri, mengirim para mahasiswa untuk melaksanakan program pertukaran pelajar dan mendatangkan mahasiswa asing untuk kuliah di PTMA bisa menjadi jalan untuk membukakan internasionalisasi gerakan Muhammadiyah melalui PTMA.
- Babinsa dan Bhabinkamtibmas Sukoharjo Ikuti Sosialisasi Menghadapi Pemilu 2024
- UMS Launching 8th ISETH 2022, Rektor Prof Sofyan Anif Targetkan 750 Artikel Mahasiswa Lolos
Lewat kegiatan-kegiatan peningkatan atmosfer internasional dari masing-masing PTMA itu, menurut Gunawan, otomatis mereka (pihak luar negeri) akan mengenal Muhammadiyah. Namun Gunawan juga mengingatkan tantangan dan kendala yang harus dihadapi yaitu kerja sama internasional yang tidak ditindaklanjuti aktivitas nyata serta penguasaan bahasa asing.
Gunawan juga menyinggung Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Dikti Litbang) yang perannya sudah cukup baik dalam mendorong PTMA untuk menjalin kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di Eropa, Amerika dan Turki. Namun, memang tidak semua dari PTMA tersebut kemudian menjalin kerja sama secara nyata dengan berbagai perguruan tinggi luar negeri yang dikunjungi itu.
Gunawan juga menyinggung Peran Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) yang saat ini sudah mencapai 23 cabang sangat luar biasa, mereka membantu sebanyak-banyaknya generasi muda Muhammadiyah untuk kuliah di luar negeri dan bahkan kadangkala mereka menjadi tulang punggung dari kegiatan-kegiatan kenegaraan kantor kedubes Indonesia.