Kemelut Kelenteng Kwan Sing Bio Tak Kunjung Usai, Soedomo Mergonoto: “Jika Tjong Ping Legowo, Semua Beres”

Kusumawati - Jumat, 27 Juni 2025 09:17 WIB
foto Tjong Ping saat menunjukkan surat kesepakatan yang baru ditandatanganinya. Foto dokumen kesepakatan inilah yang dikirim Soedomo Mergonoto kepada Jawa Pos Radar Tuban (istimewa Radar Tuban)

TUBAN (Soloaja.co) – Penyelesaian konflik di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban kembali menemui jalan berliku. Meskipun berbagai upaya damai telah digelar, persoalan internal di tubuh pengurus kelenteng belum menunjukkan titik terang.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Soedomo Mergonoto, salah satu dari tiga pengelola kelenteng yang diberi mandat untuk menyelesaikan kisruh berkepanjangan tersebut.

Dalam wawancara tertulis melalui WhatsApp dengan media, Soedomo yang juga dikenal sebagai Konsul Kehormatan Republik Polandia di Surabaya menyampaikan keluhannya terkait upaya mediasi yang belum juga membuahkan hasil.

“Belum selesai, Pak. Jika Tjong Ping legowo semua beres,” tulisnya singkat namun padat, mengisyaratkan bahwa kunci penyelesaian berada di tangan salah satu tokoh yang terlibat langsung dalam konflik, yakni Go Tjong Ping.

Soedomo menyebut bahwa pada Kamis (26/6) sore, ia telah menemui Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Buddha-Konghucu Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur, Ketut Panji Budiawan. Dalam pertemuan tersebut, Ketut Panji menyatakan belum bisa mengesahkan Tjong Ping sebagai ketua perkumpulan karena situasi internal kelenteng yang masih belum kondusif.

Sebagai bentuk transparansi, Soedomo turut membagikan foto surat kesepakatan antara mantan pengurus kelenteng dan pihak pengelola Surabaya. Dalam surat tersebut, secara tegas disepakati bahwa tidak akan melibatkan pihak-pihak yang sedang berseteru di Tuban, termasuk kroni dan kelompoknya, dalam pembentukan yayasan baru untuk kelenteng.

Surat bermaterai tertanggal 9 Oktober 2021 itu menyatakan bahwa tiga pengelola dari Surabaya diberi mandat penuh untuk membentuk yayasan demi menyelamatkan aset kelenteng, mulai dari rekening bank (BCA dan Bank Sinarmas) hingga sertifikat tanah yang masih atas nama yayasan. “Pertimbangan tersebut demi keutuhan dan keadilan pelaksanaan perdamaian dan pembenahan,” kutip Soedomo dari isi dokumen tersebut.

Surat tersebut ditandatangani oleh sembilan mantan pengurus dan penilik kelenteng, termasuk di antaranya Tjong Ping, Alim Sugiantoro, Gunawan Putra Wirawan, dan Tan Ming An. Selain itu, dua tokoh Tionghoa dari Tuban dan Surabaya, Pepeng Putra Wirawan dan Gunawan Herlambang, turut membubuhkan tanda tangan sebagai saksi.

Namun dalam perkembangannya, Soedomo mengaku kecewa karena kesepakatan itu kini seolah diingkari. Ia bahkan menunjukkan pesan dari Tjong Ping yang mengaku lupa karena mengalami tekanan berat. “Saya kirim surat ini ke Tjong Ping, dia jawab: Ya Pak maaf lupa. Stress berat,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Soedomo juga mengutip usulan Gunawan Putra Wirawan, mantan ketua umum kelenteng, agar setiap pihak mengajukan lima nama umat dari masing-masing kubu untuk masuk dalam kepengurusan yayasan yang sedang dirancang pengelola Surabaya. Usulan tersebut, menurut Soedomo, menjadi bukti bahwa pihak Surabaya terbuka terhadap kolaborasi dan tidak memiliki niat mencaplok kelenteng seperti yang dituduhkan.

“Masak saya dibilang bajingan besar mau caplok kelenteng Tuban,” keluh Soedomo, yang juga merupakan owner PT Kapal Api Global.

Sebagai penutup, Soedomo mengirimkan foto Tjong Ping yang tengah memegang salinan surat kesepakatan yang sebelumnya telah disepakatinya sendiri. Potret itu menjadi simbol bahwa kesepahaman pernah dicapai, namun kini tengah diuji oleh konflik dan ketidaksepakatan internal yang masih terus berlarut.

Hingga kini, kejelasan kepengurusan resmi dan status yayasan pengelola kelenteng masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Titik temu di antara para pihak pun tampaknya masih membutuhkan ruang dialog yang lebih terbuka dan itikad baik dari semua pihak yang terlibat.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS