Kasus Pemalsuan Dokumen, Notaris-PPAT Diyah Setyowati Dipolisikan Lagi Diduga Pakai Bukti Palsu di Gugatan Perdata
BOYOLALI (Soloaja.co) – Kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait peralihan hak tanah di Donohudan, Ngemplak, Boyolali, kembali mencuat dan memasuki babak baru. Notaris-PPAT Diyah Setyowati, yang berkantor di Jalan Sawahan Ngemplak, kini kembali diadukan ke Polres Boyolali oleh Sumarno (penjual tanah) atas dugaan penggunaan surat-surat palsu dalam persidangan perdata.
Kasus ini bermula dari transaksi jual beli tanah antara Sumarno dan M Djaelani Musthofa pada 12 April 2023 di kantor Diyah Setyowati.
"Satu setengah tahun kemudian, pada September 2024, saya dikabari oleh pembeli bahwa produk sertipikat tanah yang terbit berstatus warisan atas nama dari almarhum Sumarno. Padahal, saya masih hidup," ungkap Sumarno kepada awak media, Rabu (17/12/2025).
Pengakuan Palsu di Mediasi Pidana
Menanggapi hal tersebut, Sumarno mengajukan laporan pengaduan (Lapdu) ke Polres Boyolali pada Oktober 2024. Kasus pidana ini sempat dinyatakan selesai setelah Diyah Setyowati mengajukan mediasi damai.
Pada 24 Juni 2025, di Polres Boyolali, Diyah Setyowati menandatangani surat pernyataan yang mengakui kesalahan dan meminta maaf.
- Fitria Ernawati Eko Sapto Ketua TP PKK Sukoharjo Fokus Pemberdayaan dan Ketahanan Pangan
- Gubernur Jateng Apresiasi Lion Air Group Buka Rute Solo-Bandung dan Semarang-Bandung
Dalam surat tersebut, Diyah mengakui telah membuat surat-surat palsu, termasuk:
* Surat Keterangan Waris (SKW) Palsu yang menyatakan Sumarno meninggal dunia dan M Djaelani Musthofa sebagai ahli waris (tertanggal 27 Desember 2023).
* Kutipan Akta Kematian Palsu atas nama Sumarno (tertanggal 23 November 2023) yang seolah-olah diterbitkan Disdukcapil Boyolali.
Dokumen-dokumen palsu ini diduga digunakan untuk memproses peralihan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 4140 Donohudan, yang seharusnya melalui mekanisme jual beli, menjadi mekanisme waris.
Balik Gugat Perdata, Hadirkan Bukti Palsu
Meskipun laporan pidana telah dicabut pada 14 Juli 2025, Diyah Setyowati justru melayangkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Boyolali pada 10 September 2025 terhadap Sumarno (Tergugat 1) dan M Djaelani Musthofa (Tergugat 2) juga BPN turut tergugat. Gugatan tersebut menuduh kedua tergugat yang menerbitkan dokumen keterangan warisan palsu.
- Kepala Sekolah Muhammadiyah se-Jateng Ikuti School Leadership Summit di Solo
- Gerak Cepat Turunkan Kemiskinan, Jateng Targetkan Angka 9 Persen
Fakta mencengangkan terungkap saat sidang ketiga pembuktian pada 25 November 2025. Sumarno dan tim kuasa hukumnya, Zaenal Arifin dan Arsy Nuur, menemukan sejumlah surat yang telah diakui palsu oleh Diyah dalam surat perdamaian, kini justru dijadikan bukti oleh pihak penggugat.
Surat-surat palsu yang disorot sebagai bukti PMH meliputi:
* Surat Penerimaan Berkas (23 Januari 2024): Mencakup SKW, Akta Kematian asli dan fotokopi Sumarno, yang seolah-olah diserahkan oleh Sumarno dengan tanda tangan yang mengatasnamakan dirinya.
* Surat Berita Acara Pembatalan Proses Peralihan Hak (3 Januari 2024): Seolah-olah mencantumkan persetujuan dan tanda tangan Sumarno.
“Padahal klien kami tidak pernah membuat apalagi menandatangani surat tersebut,” tegas Zaenal Arifin.
Selain itu, ditemukan ketidaksesuaian waktu yang mencurigakan. Notaris Diyah Setyowati menuduh Sumarno menyerahkan surat palsu pada 23 Januari 2024. Namun, dokumen waris yang seolah-olah Sumarno meninggal sudah digunakan lebih awal, yakni pada 12 Januari 2024, oleh Diyah Setyowati untuk mengajukan BPHTB waris ke Badan Keuangan Daerah Boyolali.
Terkuaknya fakta-fakta baru dan penggunaan bukti palsu di persidangan ini membuat Sumarno kembali mengadukan kasus ini ke Polres Boyolali. Proses hukum pidana dugaan pemalsuan dokumen Notaris-PPAT ini berpotensi berlanjut kembali.
