Keraton solo
Senin, 17 November 2025 20:19 WIB
Penulis:Kusumawati
Editor:Redaksi

SOLO (Soloaja.co) – Prosesi Jumenengan (penobatan) KGPH Purboyo sebagai SISKS Pakubuwono XIV pada November 2025 kembali memicu perdebatan sengit di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.
Banyak pihak dari trah Mataram menyatakan bahwa penetapan tersebut belum bisa dianggap resmi dan dinilai sebagai klaim sepihak yang tidak melalui mekanisme adat yang sah.
Sanggahan keras ini datang dari BRM Nugroho Iman Santoso, yang merupakan cucu dari Paku Buwono XI. Beliau menegaskan bahwa Keraton Surakarta adalah warisan bersama, bukan hak absolut individu.
Keabsahan Dokumen dan Klaim Sepihak Dipertanyakan
BRM Nugroho Iman Santoso mempertanyakan keabsahan surat wasiat yang dijadikan dasar pengangkatan KGPH Purboyo. Ia menyebut, sejumlah keputusan mendiang PB XIII—termasuk pengangkatan permaisuri dan putra mahkota—sering dilakukan tanpa musyawarah adat.
“Tidak ada suksesi yang sah tanpa pakem adat. Dokumen apa pun harus diverifikasi dulu oleh lembaga adat dan seluruh trah PB II hingga PB XII. Tidak bisa hanya berdasarkan klaim sepihak,” tegas BRM Nugroho Iman Santoso.
Ia menekankan bahwa dalam tradisi Mataram Islam Surakarta, kepemimpinan raja adalah estafet adat, bukan kekuasaan absolut atau hak pribadi. Oleh karena itu, semua keputusan penting, terutama suksesi, harus tunduk pada norma adat, norma hukum, nilai agama, serta musyawarah trah dan adat.
Kirab Dinilai Hanya Karnaval Publik
Terkait Kirab Ageng yang dilaksanakan oleh kubu pendukung KGPH Purboyo pada 15 November 2025, BRM Nugroho Iman Santoso menilai kegiatan tersebut hanya sebatas karnaval publik, bukan prosesi adat yang memiliki legitimasi.
“Kirab tanpa musyawarah adat tidak memiliki legitimasi. Itu hanya bagian dari pencitraan, bukan pengukuhan raja,” kritiknya.
Bukan Konflik Keluarga Inti, Tapi Urusan Dinasti
BRM Nugroho Iman Santoso juga meluruskan pandangan publik yang kerap menganggap konflik suksesi ini hanya pertentangan antara Trah PB XII dan PB XIII. Ia menegaskan, persoalan ini adalah urusan seluruh Dinasti Mataram Islam Surakarta.
“Keluarga inti Keraton Surakarta bukan hanya Trah PB XIII. Keluarga inti keraton adalah seluruh trah Dinasti Mataram Islam Surakarta dari PB II hingga PB XIII. Semuanya memiliki hak adat dan tanggung jawab dalam menentukan estafet kepemimpinan.”
Seruan Musyawarah Besar
Untuk menghindari perpecahan dan menciptakan kepemimpinan yang kuat dan bermartabat, BRM Nugroho Iman Santoso menyerukan agar segera diadakan Musyawarah Besar yang melibatkan seluruh trah PB II hingga PB XIII, lembaga adat, para sesepuh, dan seluruh sentono dalem.
Tujuan musyawarah ini adalah untuk memilih pemimpin terbaik, menjaga kelangsungan budaya, dan bersinergi dengan pemerintah demi masa depan Karaton Surakarta. “Legitimasi tertinggi dalam suksesi Karaton Surakarta lahir dari musyawarah besar, bukan klaim sepihak. Hanya dengan cara itu karaton bisa maju dan bermartabat,” pungkasnya.
Bagikan