Tak Seperti K-Pop, Ini Alasan Film Animasi Korea Jarang Go Global

Selasa, 16 Desember 2025 12:20 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Alasan Korea Kerap Gagal Bikin Film Animasi yang Mendunia
Alasan Korea Kerap Gagal Bikin Film Animasi yang Mendunia

JAKARTA – Ketertarikan dunia terhadap budaya Korea mulai dari K-pop, K-food, hingga K-beauty kini terus menunjukkan tren kenaikan. Namun, sektor animasi masih belum berkembang sepesat bidang-bidang tersebut.

Walau sejumlah karya animasi berkualitas mulai dilirik pasar domestik maupun internasional, Korea nyatanya masih minim karakter animasi yang benar-benar dikenal secara global selain Pororo. Hal ini menegaskan bahwa industri animasi Korea masih menghadapi tantangan besar untuk menembus panggung dunia.

Tahun ini, film terlaris di box office Korea ditempati oleh animasi asal Jepang, Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – Infinity Castle, yang berhasil mengalahkan film live-action Korea Zombie Daughter. Sejumlah judul animasi Jepang lainnya, seperti Chainsaw Man: Reze Arc dan Jujutsu Kaisen, juga meraih kesuksesan besar.

Momentum ini berlanjut di genre animasi, dengan film Disney Zootopia 2 yang menembus angka 4 juta penonton hanya dalam 13 hari penayangan dan memimpin box office tanpa persaingan berarti. Pengamat industri menilai tren ini berpotensi berlanjut hingga musim puncak akhir tahun.

Kekuatan animasi juga terlihat jelas di platform streaming. Film animasi Netflix KPop Demon Hunters mencatat jumlah penonton kumulatif tertinggi sepanjang sejarah film Netflix dan memicu respons berskala fenomenal. 

Pemanfaatan unsur budaya Korea dalam karya tersebut menarik perhatian global secara masif, bahkan lagu-lagu dari album soundtrack-nya berhasil menembus tangga lagu Billboard.

Sementara itu, perluasan waralaba animasi Jepang Attack on Titan terus membuktikan jangkaunya di tingkat internasional, dengan menduduki peringkat teratas Netflix serta menghabiskan tiket konser kolaborasi berskala besar di Prancis.

Sebaliknya, Korea belum memiliki film animasi unggulan yang mampu menjadi judul representatif. Bahkan ketika film animasi lokal berhasil melewati berbagai kendala produksi dan tayang di bioskop, pencapaian box office-nya umumnya tidak signifikan.

Judy dan Nick dalam film animasi Zootopia 2. (Walt Disney Animation Studios)

Melansir dari The Korea Times, film Heartsping: Teenieping of Love yang dirilis tahun lalu memang meraih kesuksesan komersial, namun belum mampu berkembang menjadi waralaba yang berkelanjutan, sehingga menyisakan rasa kecewa.

Produksi animasi Korea menghadapi berbagai kendala. Salah satunya adalah keterbatasan anggaran. Biaya produksi Zootopia 2 diperkirakan mencapai sekitar US$150 juta atau setara 220 miliar won. 

Meski memperhitungkan skala besar Disney, sebagian besar film animasi Korea dibuat dengan anggaran jauh di bawah 10 miliar won, sehingga sulit bersaing dari segi skala produksi.

Bahkan setelah proyek rampung, struktur industri yang ada menyulitkan karya tersebut untuk menghasilkan keuntungan. Tanpa profit yang memadai, investasi untuk sekuel akan mengering, yang menyebabkan siklus buruk yang menghambat produksi lebih lanjut.

“Dibandingkan dengan produksi luar negeri, anggaran kami hanya sekitar sepersepuluhnya. Kami pasti akan kalah dalam persaingan skala,” kata seorang pejabat studio animasi Korea.

“Ada persepsi kuat bahwa animasi tidak dapat menghasilkan keuntungan besar, yang menyebabkan produksi yang hati-hati dan, pada akhirnya, mempersulit munculnya karya-karya berkualitas tinggi,” imbuhnya.

Keterbatasan kronis lainnya adalah target audiens yang terlalu sempit. Banyak karya animasi Korea terutama ditujukan untuk bayi dan anak-anak. Akibatnya, konten semua umur yang mampu menarik minat remaja dan orang dewasa seperti animasi Jepang atau film-film Disney dan Pixar masih jarang ditemui.

Dengan ruang terbatas untuk penceritaan yang berlapis, pesan sosial, dan kedalaman emosional yang disesuaikan dengan audiens yang lebih luas, sulit untuk membangun basis penggemar di kalangan orang dewasa dengan daya beli yang kuat, sehingga memperlambat pertumbuhan industri secara keseluruhan.

Korea memang memiliki kekayaan intelektual animasi yang dikenal secara internasional, tetapi sebagian besar terbatas pada pasar anak-anak. Film animasi layar lebar dengan cerita dan pendekatan emosional yang mampu diterima secara global hingga kini belum muncul.

Alasan mengapa Korea belum menghasilkan hit global seperti Zootopia 2 atau KPop Demon Hunters tergolong kompleks, dan pelaku industri menilai saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengembangkan strategi komprehensif untuk mendorong kebangkitan K-animasi atau animasi Korea.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 16 Dec 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 16 Des 2025