Etika
Kamis, 13 Juni 2024 09:21 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Anda tentu sudah tidak asing lagi dengan perasaan malas. Bahkan, beberapa orang sempat mengeluhkan kebiasaan malas mereka yang tidak kunjung menjadi lebih berkurang.
Malas sendiri dapat diartikan sebagai kondisi ketika seseorang menghindari pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan dengan potensi dan energi yang dimiliki. Istilah malas juga sering dikaitkan dengan dua perilaku, yaitu prokrastinasi (menunda-nunda) dan idleness (berdiam diri tanpa melakukan apa-apa).
Seringkali kita merasa sangat malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang pada akhirnya membuat pekerjaan menjadi tertunda. Menunda-nunda pekerjaan akan membuat pekerjaan menumpuk, yang pada gilirannya akan meningkatkan rasa malas. Hal ini dapat berdampak pada produktivitas sehari-hari.
Jika rasa malas dibiarkan, sulit untuk dihilangkan dan dapat menjadi bagian dari karakter seseorang. Tanpa disadari, hal ini bisa menyebabkan kehilangan kepercayaan diri karena ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan, yang akhirnya dapat menimbulkan stigma buruk dari orang lain. Akibatnya, seseorang yang malas akan sering mengalami kegagalan.
Lantas, bagaimana agar bisa melawan rasa malas itu? Berikut penjelasannya.
Berikut ini beberapa tips melawan rasa malas dengan filosofi ala orang Jepang, antara lain:
Sebagian besar masyarakat Jepang telah menjalankan konsep Ikigai. Masyarakat Jepang percaya dengan menumbuhkan Ikigai dalam kehidupan, mereka semakin menemukan makna hidup dalam kehidupan dan hal ini membuat sebagian besar orang Jepang memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Faktanya, Jepang adalah negara dengan tingkat harapan hidup tertinggi kedua di dunia setelah Monako.
Filosofi Jepang yang ini mungkin sudah familiar bagi banyak orang. Ikigai adalah konsep terkenal dari budaya Jepang yang memainkan peran penting dalam mengatasi rasa malas. Selain itu, Ikigai membantu kita menemukan persimpangan antara apa yang kita cintai, kuasai, butuhkan oleh dunia, dan yang membawa kesuksesan.
Ketika Ikigai ditemukan dalam hidupmu, rasa malas cenderung menghilang dan digantikan oleh semangat mendalam berkat nilai-nilai Ikigai. Melalui introspeksi diri, kita dapat menemukan Ikigai yang akan membantu mengarahkan energi ke arah yang lebih produktif.
Dilansir dari djkn.kemenkeu.go.id, seseorang yang menerapkan Ikigai akan memahami alasan mereka bangun pagi, harus memperjuangkan sesuatu, dan mereka memiliki harapan. Tanpa mengetahui Ikigai, hidup akan terasa hampa dan tidak bermakna.
Kaizen terdiri dari dua huruf kanji, Kai yang berarti perubahan dan Zen yang berarti kebaikan. Dikutip dari Forbes, Kaizen adalah praktik memperbaiki diri melalui tindakan kecil secara bertahap yang kemudian menjadi kebiasaan dan dapat mengarah pada kesuksesan.
Ini adalah upaua untuk terus meningkatkan diri secara bertahap tanpa harus menghadapi tekanan berlebihan atau perubahan mendadak.
Dilansir dari djkn.kemenkeu.go.id, banyak yang menganggap prinsip Kaizen digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan bisnis, namun sebenarnya prinsip ini dapat diterapkan pada berbagai aspek kehidupan, terutama dalam pengembangan diri.
Salah satu kekuatan Kaizen adalah pendekatannya yang berfokus pada proses daripada hasil akhir. Dengan menerapkan prinsip ini, kita didorong untuk melakukan perubahan kecil setiap hari, yang dapat menghasilkan potensi diri yang signifikan.
Oubaitori berasal dari kanji yang merujuk kepada empat pohon yang mekar di musim semi yaitu, bunga sakura, plum, persik, dan aprikot. Setiap bunga mekar pada waktunya masing-masing, dan pesan di balik ungkapan tersenut adalah bahwa kita semua tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Ini mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidupnya sendiri, dan kita harus fokus pada pertumbuhan kita sendiri, tidak terlalu membandingkan diri dengan orang lain, serta merayakan individualitas dan keunikan kita.
Dilansir dari Re Erth, saat terjebak dalam rasa malas, sering kali cenderung membandingkan diri dengan orang lain. Namun, dengan memahami konsep Oubaitori, kita didorong untuk lebih memusatkan perhatian pada pertumbuhan dan perjalanan pribadi kita sendiri.
Dengan demikian, kita dapat mengatasi rasa malas dengan mengembangkan penghargaan terhadap pencapaian kita sendiri, tanpa perlu membandingkan dengan orang lain.
Shosin adalah konsep Jepang yang mendorong sikap terbuka dan rendah hati. Filosofi ini telah terbukti efektif dalam mengatasi rasa malas. Secara harfiah, Shosin berarti Pikiran Pemula, sebuah filosofi yang mengajarkan untuk selalu memiliki sikap terbuka terhadap pembelajaran dan pertumbuhan.
Dengan menerapkan Shosin, kita akan melihat setiap tugas atau tantangan dari sudut pandang yang luas, tanpa terbebani oleh pengalaman masa lalu. Hal ini memungkinkan kita untuk selalu siap belajar hal-hal baru dan meningkatkan kualitas pekerjaan tanpa terbatas oleh ketakutan akan kegagalan.
Dilansir dari opac.isi.ac.id, Wabi sabi adalah konsep estetika Jepang yang menarik. Konsep wabi sabi membantu seseorang untuk melihat keindahan dalam ketidaksempurnaan, menghargai kesederhanaan, dan menerima bahwa semua hal bersifat sementara.
Ketika kita memahami dan menerima keunikan setiap momen dan objek, kita menjadi lebih terhubung dengan dunia sekitar dan termotivasi untuk melakukan sesuatu karena melihat keindahan dalam hal-hal yang sederhana.
Dengan menerapkan konsep Wabi-Sabi dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan keindahan dalam tindakan kecil dan proses yang terkadang terasa monoton. Selain itu, Wabi-Sabi juga mengajarkan kita untuk merangkul ketidaksempurnaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan.
Praktik Jepang yang mengajak kita untuk meresapi keindahan alam secara sadar untuk menghabiskan waktu di hutan. Dalam kehidupan yang sibuk dan terhubung secara digital ini, Shinrin-yoku menjadi terapi alami yang membantu mengurangi stres, meningkatkan kesehatan mental, dan kreativitas.
Dilansir dari Forestry England, metode sederhana ini, yaitu menjaga ketenangan dan keheningan di antara pepohonan, mengamati alam di sekitar sambil bernapas dengan dalam. Hal ini dapat membantu baik orang dewasa maupun anak-anak untuk mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan secara alami.
Saat kita menghabiskan waktu di lingkungan alam, kita dapat terhubung secara mendalam dengan alam, menghirup udara segar, dan menikmati ketenangan lingkungan sekitar. Dengan demikian, Shinrin-yoku dapat membantu mengatasi rasa malas dengan menyegarkan pikiran dan memberikan energi positif.
Salah satu cara terakhir untuk mengatasi rasa malas adalah melalui Kakeibo, sebuah filosofi Jepang yang menggabungkan praktik keuangan dengan refleksi harian. Dengan menggunakan Kakeibo, kita akan diajak untuk mencatat setiap pengeluaran dengan teliti setiap hari. Tidak hanya itu, kita juga diminta untuk merenungkan alasan di balik setiap pembelian barang yang kamu lakukan.
Dilansir dari djkn.kemenkeu.go.id, Kakeibo atau Kakebo adalah salah satu metode yang digunakan oleh orang Jepang untuk mengatur keuangan. Ini melibatkan pencatatan anggaran yang direncanakan, jumlah yang benar-benar dihabiskan, dan jumlah yang dapat ditabung untuk mencapai tujuan keuangan.
Dengan disiplin mencatat dan merenungkan pengeluaran setiap hari, Kakeibo dapat membantu membentuk kebiasaan positif dan meningkatkan kesadaran finansial. Dengan demikian, Kakeibo tidak hanya tentang mengelola uang, tetapi juga tentang mengelola motivasi dan fokus dalam kehidupan sehari-hari.
Itu dia jurus melawan rasa malas melalui 7 filosofi ala orang Jepang.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 08 Jun 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 13 Jun 2024
Bagikan
Korea Selatan
10 hari yang lalu