UMS
Rabu, 08 Oktober 2025 08:19 WIB
Penulis:Kusumawati
Editor:Redaksi
SOLO (Soloaja.co) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah sukses menggelar kegiatan KPID Goes to Campus UMS bertema “Cakap Bermedia, Kritis Bersuara” di Gedung J Seminar 1 Fakultas Komunikasi dan Informatika (FKI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Selasa (7/10).
Acara yang dihadiri sekitar 100 peserta ini bertujuan meningkatkan literasi mahasiswa mengenai regulasi dan etika penyiaran di Indonesia.
Tiga narasumber kompeten dihadirkan, yaitu Budi Santoso (Dosen Ilmu Komunikasi UMS), serta Hendrik Hutabarat dan Anas Syahirul Alim dari KPID Jawa Tengah.
FKI UMS Sambut Baik, Siap Lanjutkan Kerja Sama Catur Dharma
Dekan FKI UMS, Dr. Endah Sudarmilah, S.T., M.Eng., menyambut positif kegiatan ini sebagai upaya meningkatkan kesadaran kritis mahasiswa. Ia menyatakan bahwa kolaborasi ini akan diperluas melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Memorandum of Agreement (MoA).
"Kerja sama ini akan mencakup pada Catur Dharma Perguruan Tinggi UMS yang meliputi Pendidikan, Pengabdian, Penelitian, dan Al-Islam Kemuhammadiyahan," jelas Endah. Ia berharap KPID dapat berbagi ilmu yang dapat dikolaborasikan dengan ciri khas dakwah Al-Islam Kemuhammadiyahan.
KPID: Literasi Media Keterampilan Penting di Era Disinformasi
Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jawa Tengah, Hendrik SP. Hutabarat, S.E., menekankan bahwa di era disinformasi yang kian marak, literasi media adalah keterampilan penting untuk membantu masyarakat bersikap kritis terhadap pesan-pesan media. Literasi mencakup kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi.
Hendrik juga memaparkan empat pilar literasi digital yang harus dikuasai mahasiswa: digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. Ia juga menguraikan tujuh kekeliruan media yang harus diwaspadai, di antaranya Distorsi Informasi, Dramatisasi Fakta Palsu, Pembunuhan Karakter, dan Eksploitasi Seks.
Kebebasan Berpendapat dan Batasan Hukum
Dr. Budi Santoso, M.Si., dalam paparannya, membahas kebebasan berpendapat dalam hukum Indonesia. Merujuk pada UU Pers dan UU Penyiaran, ia menegaskan bahwa kebebasan berbicara adalah hak, namun mempertanggungjawabkan segala informasi yang dibagikan adalah kewajiban.
"Kebebasan berbicara bukan tanpa batas," tegas Budi. Penyampaian informasi harus menghindari fitnah, hoaks, ujaran kebencian, diskriminasi, serta tetap menjaga kepentingan publik. Lembaga penyiaran dan pers diwajibkan menjalankan kode etik jurnalistik sebagai batasan.
Tantangan Generasi Z dan Ancaman Pidana UU ITE
Sementara itu, Anas Syahirul Alim, S.Sos., M.M., menyoroti perkembangan media di dunia maya. Ia mengungkapkan tantangan yang dihadapi KPID adalah turunnya minat Generasi Z (pengguna internet terbanyak) terhadap media konvensional seperti TV dan radio. Untuk menjawab ini, KPID telah melakukan kampanye konvergensi media, mewajibkan radio memiliki akun media sosial seperti Instagram dan TikTok.
Anas juga mengingatkan tentang ancaman pidana bagi penyebar konten negatif. Ia menyebutkan enam jenis konten negatif berdasarkan UU ITE dan menegaskan bahwa menyebarkan berita bohong bisa dipidana penjara hingga enam tahun dan denda Rp1 miliar.
Di akhir sesi, ia mengajak mahasiswa sebagai bagian dari Society 5.0 untuk memanfaatkan teknologi digital secara bijak dan bertanggung jawab, sekaligus mewaspadai fenomena cyberbullying yang dapat memicu kekerasan fisik.
Seminar yang berlangsung interaktif ini diharapkan dapat membentuk mahasiswa FKI UMS menjadi pengguna media yang cerdas dan kritis di tengah derasnya arus informasi digital.
Bagikan