Jaringan Lintas Kultural
Sabtu, 19 April 2025 00:09 WIB
Penulis:Kusumawati
Editor:Redaksi
SUKOHARJO (Soloaja.co) — Jaringan Lintas Kultural (JLK) menggelar dialog publik dan halal bihalal bertajuk "Merawat Kerukunan Umat dalam Memasuki Pancaroba Politik Kekuasaan", di Hotel Tosan, Sukoharjo, Jumat 18 April 2025. Acara yang diikuti 100 peserta ini menjadi ruang reflektif sekaligus penguatan jejaring damai lintas iman dan budaya di tengah dinamika politik dan krisis ekonomi.
Dalam forum ini, sejumlah tokoh dari beragam latar belakang hadir dan menyampaikan pandangannya. Djayendra, Ustaz Syukur, Pendeta Ruth, tokoh buruh sekaligus pengacara Slamet Riyadi, Hamzah dari kalangan pergerakan Islam, Gress Raja penganut aliran kepercayaan, Tresno Subagyo sang mubaligh, hingga Kiswanto dari Kesbangpol Sukoharjo turut memberikan kontribusi dalam dialog.
"Saya pernah masuk dalam kelompok radikal dan saya merasakan lebih "adem" sejak bergabung dengan JLK," ungkap Djayendra.
Isu-isu yang dibahas meliputi pancaroba politik nasional, krisis ekonomi, dinamika hubungan antaragama, budaya, hingga persoalan buruh seperti yang terjadi di Sritex.
Sofwan Faisal Sifyan, inisiator JLK mengatakan Gerakan Lintas Kultural sendiri lahir dari keprihatinan atas konflik bernuansa SARA pada awal 2000-an. Dimulai sebagai forum komunikasi antar iman yang dipelopori oleh almarhum Kyai Dian Nafi dan Pendeta David Suroyo, gerakan ini terus berkembang menjadi lembaga kajian dan jaringan yang luas.
"Kini, melalui kegiatan seperti dialog publik ini, JLK terus memperkuat misinya: menjadi ruang bersama untuk saling memahami, menjaga harmoni, dan mencegah perpecahan di tengah masyarakat yang semakin kompleks." ungkap Faisal.
Forum ini bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan, memberikan bantuan kepada korban bencana dan menggelar dialog antar umat beragama tanpa menyinggung akidah masing-masing.
Meski di awal pendiriannya menghadapi resistensi dari sebagian kelompok keagamaan yang khawatir akan terjadinya sinkretisme, forum ini justru menegaskan pentingnya menjaga keyakinan masing-masing, seperti contohnya tidak perlu saling mengucapkan salam lintas agama.
Pada tahun 2009, forum ini melegalkan kelembagaannya dengan membentuk Lembaga Kajian Lintas Kultural, sebagai sarana untuk menjalin komunikasi resmi dengan berbagai pihak. Sementara itu, gerakan forum tetap berjalan secara rutin, melalui kegiatan bulanan dan silaturahmi antar aktivis.
Dengan berkembangnya teknologi, komunikasi pun bertransformasi melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Salah satu terobosan penting adalah pembentukan grup WhatsApp bernama Jaringan Lintas Kultural (JLK), yang menjadi ruang diskusi dan deteksi dini terhadap potensi konflik di masyarakat.
16 tahun JLK terbentuk sudah melakukan berbagai kerjasama dari berbagai pihak, baik nasional maupun internasional, mulai berdatangan. seperti terlibat dalam pemulangan komunitas keagamaan dari Yaman yang terdampak konflik, serta mendampingi mereka kembali ke Indonesia. Upaya serupa dilakukan pada 2015 hingga 2018 terhadap komunitas yang dideportasi dari sejumlah negara.
Juga pemberian beasiswa pendidikan kepada komunitas-komunitas termarjinalkan, termasuk ratusan mahasiswa S1 disupport di dalam negeri, dan 109 lainnya dikirim belajar ke Timur Tengah.
Tak hanya itu, forum juga mendorong penguatan kapasitas dan kewirausahaan di masyarakat, terutama di wilayah-wilayah rawan konflik, sebagai upaya konkret mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan.
Dalam ranah politik, forum dan lembaga ini menjaga netralitas kelembagaan, meski memberikan ruang bagi setiap individu untuk menentukan sikap politik pribadi, selama tidak mengganggu keharmonisan gerakan.
Oleh karena itu, melalui kajian-kajian kecil di Omah Ijo Lintas Kultural, para aktivis terus mengedukasi masyarakat agar tak terjebak dalam permainan kekuasaan para elit politik yang seringkali tak sejalan dengan semangat pengorbanan pendukungnya.
"JLK terus mengumpulkan teman teman yang berbeda untuk berkomunikasi dan berdialog utamanya ikut berkontribusi mendinginkan suasana intoleran yang mungkin masih ada, menjadi aman nyaman damai dan mesra," pungkas Faisal.
Bagikan