DPR RI
Jumat, 21 November 2025 22:15 WIB
Penulis:Kusumawati
Editor:Redaksi

JAKARTA (Soloaja.co) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang. Keputusan bersejarah ini diambil dalam Rapat Paripurna setelah seluruh fraksi menyatakan persetujuan, dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Pengesahan ini menandai tonggak penting dalam upaya modernisasi hukum acara pidana Indonesia setelah pembahasan maraton. Puan Maharani menekankan bahwa semua penjelasan substantif mengenai KUHAP baru yang disampaikan Ketua Komisi III, Habiburokhman, sudah sangat jelas. Ia secara khusus mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh berbagai informasi palsu atau hoaks yang beredar di ruang digital.
“Hoaks-hoaks yang beredar itu tidak benar. Penjelasan dari Ketua Komisi III sudah sangat jelas. Semoga kesalahpahaman dapat kita luruskan bersama,” tegas Puan.
Klarifikasi Hoaks: Penyadapan hingga Penyitaan Diperketat
Di tengah proses pengesahan, ruang publik memang diramaikan oleh empat narasi hoaks yang berpotensi memicu keresahan sosial. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, membantah tegas seluruh narasi tersebut dan menyampaikan klarifikasi:
Pertama, hoaks yang menyebut KUHAP baru memberi kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan adalah keliru besar. Habiburokhman menjelaskan bahwa mekanisme penyadapan tidak diatur dalam KUHAP dan akan dimasukkan dalam undang-undang khusus yang tetap mengharuskan adanya izin ketua pengadilan.
Kedua, tuduhan bahwa polisi bisa membekukan tabungan atau rekening digital secara sepihak juga tidak sesuai fakta. Faktanya, Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru secara tegas mengatur bahwa tindakan pembekuan tersebut harus dilakukan melalui izin dari hakim.
Ketiga, klaim bahwa polisi dapat menyita perangkat elektronik tanpa prosedur yang sah juga dibantah. Pasal 44 KUHAP baru justru mensyaratkan izin Ketua Pengadilan Negeri untuk setiap penyitaan, sehingga prosedur menjadi lebih ketat.
Terakhir, terkait narasi yang menyebut polisi bisa menangkap atau menahan seseorang tanpa dasar yang sah, Habiburokhman menegaskan bahwa KUHAP baru justru memperketat aturan. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 93 dan Pasal 99, penangkapan kini wajib didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah.
KUHAP Baru Jawab Perkembangan Zaman
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menambahkan bahwa pembaruan KUHAP merupakan langkah krusial untuk menjawab perkembangan zaman, termasuk tantangan kejahatan siber dan lintas negara.
“Setelah lebih dari empat dekade, sistem peradilan pidana kita harus menjadi lebih modern dan adaptif,” ujarnya.
Dengan pengesahan KUHAP baru ini, DPR dan pemerintah menyerukan kewaspadaan publik terhadap hoaks yang dapat memicu distorsi informasi. Pembaruan KUHAP diharapkan menjadi landasan kuat bagi proses peradilan yang lebih modern, transparan, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Bagikan