Petani
Selasa, 19 Agustus 2025 08:43 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Tembakau hingga kini masih menjadi komoditas perkebunan yang penting di Indonesia. Selain menjadi sumber penghidupan bagi jutaan petani, hasil tembakau juga memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui sektor cukai.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, total luas lahan tembakau di Indonesia mencapai lebih dari 249,5 ribu hektare. Jawa Timur tercatat sebagai daerah dengan lahan terluas, yakni sekitar 144,56 ribu hektare. Posisi berikutnya ditempati Jawa Tengah dengan 50,04 ribu hektare dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan 39,31 ribu hektare. Beberapa provinsi lain yang memiliki lahan lebih kecil antara lain Jawa Barat 8,97 ribu hektare, Sulawesi Selatan 2,41 ribu hektare, Aceh 2,31 ribu hektare, serta Sumatera Utara 1,91 ribu hektare.
Tahun 2024 menjadi momen penting bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam menjalankan perannya sebagai revenue collector. Di tengah tantangan ekonomi global dan domestik, Bea Cukai tetap berhasil mengoptimalkan penerimaan negara, di mana sektor hasil tembakau memegang peranan dominan.
Penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tercatat mencapai Rp216,9 triliun pada 2024, atau sekitar 95% dari total penerimaan cukai Rp226,4 triliun. Angka tersebut sekaligus menjadi kontributor utama terhadap penerimaan bea dan cukai nasional yang mencapai Rp300,2 triliun.
“Adapun penerimaan cukai terdiri dari hasil tembakau sebesar Rp216,9 triliun, minuman mengandung etil alkohol (MMEA) Rp9,2 triliun, dan etil alkohol (EA) sebesar Rp141,1 miliar,” tulis keterangan resmi Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Senin, 18 Agustus 2025.
Kinerja penerimaan cukai pada 2024 mengalami dinamika. Pada kuartal I, penerimaan sempat turun akibat menurunnya produksi hasil tembakau pada akhir 2023 yang menjadi basis pembayaran awal tahun.
Namun, kondisi berbalik pada kuartal II seiring meningkatnya produksi dari golongan II dan III yang tarif cukainya lebih rendah, membuat tarif efektif CHT tumbuh moderat. Kuartal III kembali mencatat pertumbuhan meski produksi turun, dan pada kuartal IV pertumbuhan tetap terjadi karena tarif efektif CHT meningkat lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya.
Di balik kontribusi besar tembakau terhadap fiskal negara, muncul dilema yang terus menjadi perdebatan. Tingginya konsumsi rokok berimplikasi pada beban kesehatan masyarakat yang semakin besar. Sementara itu, lahan tembakau tetap menjadi sumber penghidupan utama bagi petani di berbagai daerah, khususnya di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTB.
Kondisi ini menempatkan pemerintah pada posisi sulit: di satu sisi harus menjaga penerimaan negara, namun di sisi lain dituntut mengendalikan konsumsi tembakau demi kesehatan publik.
Jawa Timur: 144,56 ribu hektare
Jawa Tengah: 50,04 ribu hektare
Nusa Tenggara Barat (NTB): 39,31 ribu hektare
Jawa Barat: 8,97 ribu hektare
Sulawesi Selatan: 2,41 ribu hektare
Aceh: 2,31 ribu hektare
Sumatera Utara: 1,91 ribu hektare
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Debrinata Rizky pada 19 Aug 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 19 Agt 2025
Bagikan