Strategi Efektif Meraih Kesuksesan di Tempat Kerja
JAKARTA - Tidak dapat dipungkiri semua orang tentu ingin meraih kesuksesan terutama di tempat kerja. Namun, ada dua hal yang kerap menghambat kesuksesan seseorang di tempat kerja yaitu impostor sydrome atau sindrom penipu dan burnout. Impostor syndrome dan burnout keduanya berdampak buruk pada kesejahteraan emosional dan mempengaruhi interaksi di lingkungan kerja.
Impostor syndrome adalah keadaan di mana seseorang merasa cemas bahwa orang lain akan menganggap mereka sebagai penipu atas skill yang mereka miliki. Walaupun, pada kenyataannya ia adalah karyawan yang sukses dan memiliki prestasi.
Sementara itu, burnout yang disebabkan oleh faktor-faktor struktural di tempat kerja, dapat menyebabkan kelelahan emosional, sikap sinis terhadap pekerjaan, dan depersonalisasi terhadap pekerjaan.
Untuk menanggapi hal ini, Association of Psychological Science baru-baru ini menggelar Workshop Pengembangan Profesional mengenai Kelelahan Akademis dan Impostor Syndrome.
- Ketahui Apa Itu Silent Majority yang Ramai Dibacarakan Usai Pemilu
- 11 Rekomendasi Reality Show K-Pop yang Wajib Ditonton
- Kenali Apa Itu Asuransi Syariah dan Hukumnya dalam Islam
Workshop ini menampilkan pengetahuan dari asisten profesor psikologi Danielle King (Universitas Rice) yang fokus pada resiliensi dan identitas di tempat kerja. Workshop ini juga menampilkan profesor psikologi serta Dekan College of Arts and Sciences Kecia Thomas (Universitas Alabama di Birmingham) yang meneliti psikologi keberagaman di tempat kerja.
Dalam workshop ini, King dan Thomas berbagi saran berdasarkan pengalaman pribadi mereka dalam menjelajahi sistem akademis dan tips yang mereka gunakan untuk tetap bertahan dan menjaga kesejahteraan mereka.
Salah satu strategi yang disarankan oleh King adalah "menerima emosi dan tidak menyalahkan diri sendiri ketika merasa lelah, melainkan mengakui di mana kita berada. Ini tentang merasakannya, menerima, dan memberi diri kita ruang untuk mengatakan, 'Oke, ini adalah situasi kita sekarang.'"
Sementara peserta workshop juga mendapatkan pandangan mendalam dari Thomas. Thomas menyoroti pentingnya memahami bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi pada tingkat personal, melainkan juga diakar dalam konteks organisasi dan lingkungan kerja yang lebih besar.
Dengan tegas, Thomas mengingatkan para peserta bahwa kita tidak hidup dalam keadaan hampa udara. Artinya, kita selalu berada dalam konteks yang lebih besar, terikat oleh sistem dan lingkungan di sekitar kita. Thomas menekankan bahwa untuk mencapai kesejahteraan di tempat kerja, kita perlu melihat lebih jauh daripada pengalaman individu.
"Sangat penting untuk melihat sistem di sekitar kita dan peran yang dimainkan oleh sistem tersebut dalam pengalaman kita," kata Thomas. Dalam konteks ini, sistem dapat merujuk pada aturan, norma, dan struktur yang ada di tempat kerja. Pengaruh ini tidak dapat diabaikan, karena dapat memberikan dampak yang signifikan pada kesejahteraan karyawan.
Lebih lanjut, Thomas menekankan bahwa tanggung jawab bukan hanya pada tingkat personal, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama antara individu dan lingkungan kerja. "Kita berada dalam konteks ini, dan tanggung jawab ada pada kita dan lingkungan kita untuk membantu memfasilitasi dan membuat resiliensi menjadi mungkin," lanjutnya.
- 5 Cara Cerdas Menabung Lebih Banyak Uang
- Tata Cara dan Syarat Mencoblos pada Pemilu 2024
- Kenali Apa Itu Phubbing dan Cara Mengatasinya
Pernyataan ini mencerminkan kebutuhan untuk kolaborasi dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan membangun ketahanan bersama. Menjaga kesejahteraan bukanlah tugas yang hanya terletak pada pundak individu, tetapi melibatkan upaya bersama untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang dapat merugikan kesejahteraan mental dan emosional.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 19 Feb 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 19 Feb 2024