Thionghoa Solo Gelar Sembahyang Ching Bing, 'Sadranan' Leluhur

Kusumawati - Minggu, 10 April 2022 16:13 WIB
Sembahyang Ching Bing di Rumah duka Thiong Ting solo

SOLO (Soloaja.co) - Warga Tionghoa khususnya umat Konghucu, juga memiliki tradisi Sadranan yakni berdoa dimakan leluhur, yang disebut Sembayang Ching Bing.

Tradisi tersebut juga digelar di Rumah Duka Thiong Ting Solo, oleh MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) Surakarta dengan fasilitas dari Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS).

Dijelaskan JS. Dian Subagio, Ketua Panitia, Sembahyang Ching Bing sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu di Thiong Ting Jebres Solo, karena dahulu disitu banyak pemakaman tak terurus dan tempat abu jenazah dititipkan.

"Meskipun saat ini Thiong Ting dipindah di Makam Delingan Karanganyar, upacara Ching Bing tetap dilaksanakan di Thiong Ting, karena di Thiong Ting bagian belakang masih ada makam Tn / Ny Liem Djie Boo selaku pendiri dan pemilik Thiong Ting." Ungkap Dian Subagio, Minggu 20 April 2022.

Diketahui Ching Bing biasanya digelar bertepatan dengan tanggal 5 April yaitu dihitung 104 hari setelah Tangcik tanggal 22 Desember atau saat sembahyang musim dingin.

Namun untuk pelaksanaannya bisa 10 hari / setengah bulan sebelum sampai sesudah tanggal 5 April, karena itulah juga sering disebut masa / bulan Ching Bing.

"Umat Khonghucu dan masyarakat Tionghoa pada umumnya selalu melaksanakan upacara sembahyang Ching Bing dengan berziarah ke makam leluhur masing masing, maka upacara sembahyang ini juga disebut sebagai Sembahyang Sadranan. Ching artinya cerah, terang, maka saat bulan April pada umumnya sudah memasuk musim panas, dimana cuaca yang cerah menjadikan acara ini nyaman untuk dilaksanakan." Imbuhnya.

Upacara Ching Bing di Thiong Ting dimulai dengan bersembahyang ke altar Tian, Tuhan Y.M.E dilanjutkan ke Kelenteng yaitu altar Dewa Bumi (Hok Tek Cheng Sien), lalu ke altar sembahyang umum yang diatasnya tersaji banyak masakan, buah, kue, minuman dan lainnya, dibelakang altar terpasang nama para leluhur yang didoakan, selesai upacara kertas berisi nama tersebut akan dibakar/ disempurnakan berbarengan dengan Gin Coa (uang-uangan perak).

Untuk Ching Bing yang dilaksanakan MAKIN Surakarta ada dua altar yaitu altar umum dan altar Vegetarian, karena sebagian leluhur masyarakat Tionghoa semasa hidupnya banyak yang berpantang makan daging.

Diketahui, pada masa Orde Lama saat pemerintahan Presiden Soekarno, umat Khonghucu mendapatkan empat hari libur nasional / tanggal merah, yaitu Tahun Baru Imlek, tanggal 5 April (Ching Bing), hari Kelahiran Nabi Khongcu (27 bulan 8 Imlek) dan hari Wafat Nabi Khongcu (18 bulan 2 Imlek).

Namun ketika masa masa pemerintahan Orde Baru semua hari libur nasional tersebut sudah tidak berlaku lagi, baru pada tahun 2003, berkat perjuangan MATAKIN / umat Khonghucu oleh Megawati selaku Presiden RI saat itu Tahun baru Imlek kembali dijadikan sebagai hari libur nasional hingga saat ini.

Lahan pemakaman jaman dahulu masih luas sehingga hampir semua orang
Tionghoa selalu memakamkan leluhurnya yang meninggal maka Sembahyang Ching Bing selalu dilaksanakan dipemakaman.

Hari itu semua berziarah kemakam sehingga juga menjadi ajang reuni karena ahli waris almarhum karena mungkin ada yang tinggal diluar kota, Nabi Khongcu mengajarkan umatnya untuk selalu menghormati dan bersembahyang kepada leluhurnya.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS