Paradoks Pemimpin: Survei Ungkap Kinerja Gubernur Luthfi-Taj Yasin Memuaskan, tapi Kurang Populer
SEMARANG (Soloaja.co) - Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan fenomena menarik terkait kepemimpinan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen.
Meskipun tingkat kepuasan publik terhadap kinerja keduanya sangat tinggi—bahkan delapan dari sepuluh responden menilai mereka baik—popularitas keduanya masih tergolong rendah.
Fenomena ini, menurut Ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah Jateng, Zulkifli Gayo, menandakan bahwa Luthfi dan Taj Yasin adalah pemimpin dengan tipikal substansial. Mereka memilih fokus pada kerja nyata dan dampak kebijakan, ketimbang membangun panggung popularitas.
- Meski Diguyur Hujan, Parade Seni Budaya Hari Jadi Jateng Berlangsung Meriah di Jalan Pahlawan Semarang
- Disambut Ribuan Pencari Kerja, Job Fair Hari Jadi Jateng Tawarkan 6.800 Lowongan dari Beragam Sektor
Pemimpin Populis vs. Pemimpin Substansial
Dalam literatur kepemimpinan, model ini berbeda dengan pemimpin populis yang mengandalkan kedekatan emosional dan pencitraan. Pemimpin populis unggul dalam membangun dukungan rakyat secara cepat, tetapi seringkali terjebak pada keputusan jangka pendek.
Sebaliknya, pemimpin substansial seperti Luthfi dan Taj Yasin, cenderung berfokus pada visi jangka panjang dan tata kelola yang berkelanjutan, meski kadang dianggap kurang komunikatif.
Penulis pemerhati kebijakan publik, Wahidin Hasan, menjelaskan bahwa pemimpin substansial adalah figur yang memiliki pengaruh nyata dan mampu memberikan dampak positif yang signifikan. Model kepemimpinan ini tidak menonjolkan diri, melainkan membuat masyarakat merasakan hasil nyata dari kebijakan yang dibuat.
- Ingin Menangkan Hadiah Ratusan Juta? Fotografer Senior Bagikan Trik Lomba Foto Astra 2025
- Mengulik Mengapa Pajak Pati Tak Sekuat Kota Lain di Jawa Tengah
Capaian Progresif dalam Enam Bulan
Dalam enam bulan pertama masa jabatannya, kepemimpinan Luthfi-Taj Yasin telah menunjukkan capaian progresif, yang menjadi bukti dari pendekatan substansial tersebut. Beberapa di antaranya:
* Penurunan tarif Trans Jateng menjadi Rp1.000 bagi kelompok rentan seperti buruh, pelajar, veteran, dan lansia.
* Penurunan angka kemiskinan hingga 9,48%, menggeser posisi Jateng dari provinsi termiskin kedua di Jawa menjadi ketiga.
* Perbaikan 17 ribu unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), menjadikannya yang tertinggi di Indonesia.
* Pemberian insentif kepada lebih dari 230 ribu guru keagamaan dan 570 penghafal Al-Qur'an.
* Penyerapan tenaga kerja hingga 220 ribu orang dari investasi baru.
- Berita Gembira untuk Guru Agama, Wagub Jateng Janjikan Kenaikan Insentif Jadi Rp300 Miliar Tahun Depan
- TMMD Regular ke 125 Kodim Surakarta Resmi Ditutup, Bangun Saluran Air Atasi Banjir Karangasem
Meski demikian, survei Kompas juga memberikan catatan, yaitu rendahnya kepuasan publik terhadap infrastruktur jalan dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini menjadi tantangan ke depan yang harus dihadapi, di samping terus mengomunikasikan hasil kerja kepada masyarakat.
Menurut Wahidin Hasan, Jawa Tengah kini menjadi laboratorium menarik untuk menguji apakah pemimpin substansial mampu bertahan dalam iklim politik yang cenderung mengutamakan popularitas.
Agar sukses, pemimpin harus bisa mereformulasi komunikasi publik yang lebih inovatif, sehingga masyarakat tidak hanya merasakan manfaat, tetapi juga tahu siapa yang bekerja di baliknya.