Menghidupkan Kembali Gagasan Progresif Soekarno Dalam Diskusi Sarinah di Ruang Literasi Kaliurang

Kusumawati - Minggu, 29 Juni 2025 16:06 WIB
Menghidupkan Kembali Gagasan Progresif Soekarno Dalam Diskusi Sarinah di Ruang Literasi Kaliurang (istimewa)

YOGYAKARTA (Soloaja.co) – Pemikiran Soekarno tentang perempuan sudah tergolong maju pada zamannya. Terbukti dari bukunya berjudul "Sarinah," yang disebut-sebut sebagai buku pertama di Asia tentang emansipasi perempuan yang ditulis oleh seorang kepala negara.

Dalam buku tersebut, Soekarno meramu pemikirannya tentang perempuan dengan landasan nasionalisme anti-kolonial, serta feminisme dengan dimensi praktik revolusioner. Sayangnya, kemajuan gagasan ini urung menguat pasca pergantian kekuasaan oleh Soeharto, yang kemudian mengubah gerakan perempuan dari agen perubahan menjadi ‘mitra pembangunan’ yang apolitis.

Untuk menghidupkan kembali pemikiran progresif Bung Karno mengenai perempuan, Ruang Literasi Kaliurang menggelar diskusi bertajuk "Sarinah, Narasi Perempuan dalam Pembangunan Bangsa", Minggu, 28 Juni 2025.

Diskusi ini menghadirkan dua pembicara terkemuka, yaitu Fanda Puspitasari (DPP GMNI) dan Sri Wiyanti Eddyono (Dosen Fakultas Hukum UGM), dengan Wasingatu Zakiyah sebagai moderator.

Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan "Satu Pekan Bersama Bung Besar" yang diselenggarakan Ruang Literasi Kaliurang bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yayasan Bumi Pancasila, dan Yayasan Bung Karno.

Ir. Prakoso MM, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga Sosialisasi Komunikasi dan Jaringan BPIP, dalam sambutannya menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremonial. "Ini merupakan bagian dari gerakan literasi, yaitu merawat, menjaga, dan melakukan keteladanan pemikiran para pendiri bangsa," ujarnya.

Senada dengan itu, Kepala BPIP, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D, dalam sambutan pembukaannya menyampaikan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah peristiwa unik.

Ia menyoroti bagaimana proklamasi berhasil membebaskan dan menyatukan kembali minimal 57 negara/kerajaan di wilayah Indonesia saat ini, serta fakta bahwa proklamator kemerdekaan Indonesia adalah orang-orang sipil di tengah situasi Perang Dunia Kedua.

"Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara besar, karena itu mendalami pemikiran para tokoh pendiri bangsa merupakan hal penting untuk terus dilakukan," tegasnya.

Dalam sesi diskusi, Sri Wiyanti Eddyono mengakui bahwa pemikiran Bung Karno tentang perempuan adalah sebuah gagasan yang maju dan luar biasa. Namun, ia juga menyerukan objektivitas dengan mencatat bahwa dalam praktiknya, ada hal-hal problematis yang dilakukan Bung Karno terkait perempuan.

Sementara itu, Fanda Puspitasari menyoroti sosok Sarinah yang sangat mempengaruhi kehidupan Soekarno.

"Bagi Soekarno, Sarinah ini yang mengajarinya tentang kemanusiaan. Sosok ini bahkan disejajarkan oleh Bung Karno dengan tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi, padahal Sarinah adalah sosok dari kalangan bawah yang bekerja sebagai pengasuhnya," jelas Fanda.

Diskusi ini diharapkan mampu membangkitkan kembali semangat untuk mengkaji dan mengimplementasikan gagasan-progresif Soekarno tentang perempuan, sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa yang berkeadilan dan berkesetaraan.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS