Kerbau Bule Dalam Kirab Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta, Ini Maknanya

Kusumawati - Sabtu, 30 Juli 2022 09:23 WIB
kerbau bule Keraton Kasunanan Surakarta (soloaja)

SOLO (Soloaja.co) – Setelah dua tahun absen karena pandemi, kirab malam satu Suro atau peringatan Tahun Baru 1444 Hijriyah kembali digelar Keraton Kasunanan Surakarta pada, Jum’at 29 Juli 2022 tengah malam.

Meskipun belum semeriah dan seramai tahun sebelumnya, nampak masyarakat sangat antusias. bahklan acara yang dimulai pukul 23.00 wib tersebut sejumlah masyarakat sudah memadati Keraton Surakarta mulai puklul 19.00 wib.

Dalam kirab malam 1 suro semalam, Keraton membawa empat ekor kebo bule dan sejumlah pusaka keraton. Dengan rute masih sama yakni mengelilingi tembok luar Keraton Kasunanan Surakarta.

Bagi masyarakat Jawa di Indonesia, malam satu Suro merupakan malam yang amat sakral. Berbagai macam ritual diselengggarakan tergantung dengan daerahnya masing-masing. Salah satunya seperti kirab malam satu Suro Keraton Kasunanàn Surakarta ini.

Mengutip dari Dinas Kebudayaan Kota Surakarta, sesuai dengan namanya, kirab malam satu Suro dilaksanakan pada malam hari tepatnya malam sebelum tanggal 1 Muharram. Ritual ini selama ratusan tahun selalu dilaksanakan secara turun temurun.

Makna dari ritual malam satu Suro ini ialah refleksi diri atau mengingat kembali kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat selama satu tahun yang telah dilewati. Malam satu suro menandai bergantinya tahun, sehingga pada lembaran baru ini diharapkan berubahnya sifat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Pada malam ritual kirab satu Suro di Keraton Kasunanan Surakarta, ribuan orang turut berpartisipasi. Mulai dari Raja beserta keluarga dan kerabat, kemudian abdi dalam wilayah Solo Raya, hingga masyarakat umum.

Tidak ketinggalan pula kebo (Kerbau-Red) bule sebagai cucuk lampah kirab, keturunan dari kerbau Kyai Slamet. Kerbau bule ini bukan kerbau biasa, konon hewan itu ialah pusaka yang amat berharga bagi Sri Susuhunan Pakubuwono II, pemberian Bupati Ponorogo.

Kerbau itu diberikan kepada Sri Susuhunan Paku Buwono II bersamaan dengan pusaka bernama Kyai Slamet, sehingga kerbau bule ini dinamakan Kyai Slamet. Kerbau bule yang sekarang berada di kawasan keraton merupakan keturunan dari kerbau Kyai Slamet pada ratusan tahun silam.

Semua peserta kirab menggunakan pakaian warna hitam, dimana laki-laki menggunakan pakaian adat Jawa berwarna hitam atau yang dikenal dengan busana Jawi jangkep, dan wanita menggunakan kebaya berwarna hitam.

Barisan kerbau bule berada paling depan beserta pawangnya, barisan kedua dan selanjutnya ialah abdi dalem bersama putra-putri Sinuwun dan juga pembesar keraton yang membawa sepuluh pusaka keraton. Selama prosesi kirab berlangsung tak satupun peserta kirab mengucapkan satu patah kata, hal tersebut memiliki makna perenungan diri terhadap apa yang sudah dilakukan selama setahun kebelakang.

Yang unik ialah selesainya ritual ini dilaksanakan, banyak masyarakat yang mengambil kotoran kerbau bule. Bagi sebagian orang, hal ini dipercaya membawa keberkahan dan juga kemakmuran.

Pelaksanaan kirab kali ini berlangsung lancar, ribuan masyarakat yang ikut dalam barisan kiran maupun yang hanya menyaksikan kirab berjalan tertib.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS