Kasus Penggelapan Pajak Notaris Boyolali Diyah Setyowati, Naik ke Penyidikan
SOLO (Soloaja.co) – Kasus dugaan pemalsuan dokumen, penggelapan pajak, dan pengrusakan sertifikat yang menyeret Notaris/PPAT Diyah Setyowati yang berkedudukan di Sawahan, Ngemplak, Boyolali, terus bergulir dan kini telah memasuki tahap penyidikan oleh aparat kepolisian.
Kasus ini mencuat setelah sertifikat jual beli tanah antara penjual Sumarno dan pembeli Djaelani Mustofa diketahui diterbitkan dengan keterangan sebagai warisan, bukan jual beli. Hal ini mengindikasikan adanya pemalsuan berkas waris, dugaan penggelapan pajak, dan penipuan.
- Sinergi Bersama, Jembatan Dungtemu Pracimantoro Selesai Direnovasi dalam Empat Hari
- Tingkatkan Kapasitas, 600 Relawan PMI Surakarta Ikuti Uji Kompetensi dan Kesiapsiagaan
Zainal Arifin, S.H., selaku kuasa hukum Djaelani, mengatakan bahwa proses hukum kasus penggelapan pajak yang dilakukan notaris Diyah telah menunjukkan perkembangan signifikan.
“Sekarang kasus ini sudah naik ke penyidikan yang kemudian harapan kami akan segera ada penetapan tersangka,” kata Zainal Arifin, Ditemui di rumah Djaelani di Sumber, Solo, Sabtu (20/12/2025).
Penjual dan Pembeli Sama-Sama Melapor
Kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2024. Baik penjual (Sumarno) maupun pembeli (Djaelani) secara terpisah melaporkan notaris Diyah Setyowati ke Polres Boyolali. Sumarno melaporkan pidana pemalsuan berkas, sementara Djaelani Mustofa melaporkan dugaan pengrusakan sertifikat dan penggelapan pajak pada Februari 2025.
- Harapan Baru, Pabrik Garmen di Pemalang Beroperasi Lagi, Serap 1.500 Tenaga Kerja
- Ciu hingga Knalpot Brong Dimusnahkan: Polresta Surakarta Jaga Kondusifitas Jelang Akhir Tahun
Laporan pidana dari Sumarno terkait pemalsuan berkas telah berakhir damai pada 24 Juni 2025, dengan kesepakatan damai, dan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) telah terbit pada Juli 2024.
Namun, untuk laporan Djaelani Mustofa yang diwakili oleh Arif Nurrahman putra dari Djaelani Mustofa terkait dugaan penggelapan uang pajak dan pengrusakan sertifikat, prosesnya masih terus berlanjut. Laporan ini dilayangkan pada 26 Februari 2025 di Polres Boyolali.
Zainal Arifin menjelaskan bahwa sempat ada upaya damai untuk kasus Djaelani, serupa dengan kasus Sumarno, namun tidak tercapai kesepakatan.
Kejanggalan Sertifikat Waris dan Kerugian Pajak
Zainal Arifin menyebut perkara ini "sangat janggal dan aneh." Penjual dan pembeli telah memenuhi prosedur Akta Jual Beli (AJB) tanah senilai Rp 600 juta, namun produk sertifikat yang dikeluarkan justru berstatus waris, padahal pihak penjual (Sumarno) masih hidup.
- Rektor UMS Ajak Wisudawan Salurkan Empati untuk Korban Banjir Sumatera
- Peringatan Hari Bela Negara: Gus Yasin Serukan Kekuatan Kolektif Hadapi Krisis Global
“Pembeli dirugikan karena tertulis sebagai ahli waris penjual, padahal mereka tidak mengenal dan bukan waris atau keluarga,” jelasnya.
Sertifikat produk waris ini dinilai akan menimbulkan masalah baru bagi Djaelani selaku pembeli, karena kekuatan hukumnya lemah dan berpotensi dipersoalkan oleh ahli waris lain dari pihak penjual.
Selain itu, kuasa hukum Djaelani menyoroti dugaan penggelapan pajak. Pihak pembeli telah menyerahkan uang Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebanyak Rp 26 juta dari nilai AJB, namun terindikasi uang pajak tersebut tidak disetorkan sesuai dengan prosedur AJB.
Zainal Arifin juga mengungkapkan bahwa Notaris Diyah Setyowati pernah mendatangi rumah Djaelani dengan mengajak oknum aparat untuk meminta sertifikat dengan alasan untuk diperbaiki. Djaelani menolak dan meminta uang jaminan, pasalnya Djaelani sangsi dan tidak percaya lagi dengan Diyah Setyowati. Namun kesepatan tersebut tidak dilaksanakan.
"Sebenarnya tuntutan utama kami sederhana agar sertifikat dikembalikan sesuai formalitas, yakni sertifikat jual beli, bukan sertifikat waris." Tandasnya.
