Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Bentuk Rekonsiliasi dan Penghormatan Bangsa

Kusumawati - Minggu, 09 November 2025 13:35 WIB
Presiden RI HM. Soeharto (Dokumentasi)

SOLO (Soloaja.co) – Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak dengan beragam pandangan. Namun, sejumlah tokoh menilai keputusan tersebut sebagai wujud kedewasaan bangsa dalam berdemokrasi dan bentuk apresiasi negara terhadap jasa para pemimpinnya.

Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menegaskan bahwa jasa dan kontribusi Soeharto selama 32 tahun masa kepemimpinannya tidak bisa dihapus dari sejarah.

“Dengan perjalanan waktu masa jabatan yang cukup panjang, sukar juga kita menghilangkan objektivitas bahwa sosok Presiden Soeharto telah memberikan posisi dan peran penting bagi bangsa ini. Sudah sepatutnya kita melihat sisi positif dari kepemimpinannya,” ungkap Surya Paloh, dalam rilis Minggu 9 November 2025.

Direktur Eksekutif ToBe Institute, Mochamad Imamudinussalam, menilai bahwa kiprah Soeharto dalam sejarah bangsa tidak dapat dilepaskan dari berbagai program pembangunan yang berdampak luas bagi masyarakat.

“Soeharto hadir melalui program seperti swasembada pangan, pembangunan infrastruktur desa, teknologi, peningkatan kesejahteraan petani, hingga kebijakan ekonomi yang pro-rakyat. Ia adalah bagian penting dari perjalanan republik ini, dengan jasa yang nyata dalam menjaga kedaulatan bangsa dari agresi militer asing dan mendorong pembangunan nasional,” ujar Imamudinussalam.

Pandangan senada datang dari Akademisi IAIN Gorontalo, Sahmin Madina, yang menilai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dapat menjadi momentum persatuan bangsa.

“Pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto dapat menjadi simbol rekonsiliasi nasional dan kedewasaan politik bangsa,” tuturnya.

Dari perspektif akademik, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Abdul Haris Fatgehipon, menilai bahwa gelar pahlawan bagi para mantan presiden, termasuk Soeharto, seharusnya dilihat sebagai bentuk penghormatan negara.

“Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada para mantan presiden Republik Indonesia seharusnya dipandang sebagai bentuk penghormatan negara kepada para pemimpin bangsa,” jelasnya.

Senada, Direktur Eksekutif Veritas Institut, Aldi Tahir, menekankan pentingnya objektivitas dalam menilai jasa seseorang terhadap negara.

“Gelar pahlawan nasional bukan soal suka atau tidak. Ini soal menilai jasa seseorang secara objektif. Kalau setiap luka pribadi dijadikan alasan, maka bangsa ini akan kehilangan kemampuan untuk mengakui jasa tokohnya,” tegas Aldi.

Sejumlah pandangan tersebut mencerminkan semakin matangnya bangsa Indonesia dalam menilai sejarah dan peran para tokoh nasional. Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dinilai bukan sekadar penghormatan, tetapi juga simbol rekonsiliasi, penghargaan, dan kematangan demokrasi dalam menatap masa depan bangsa dengan jiwa besar.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS