ArtSura 2025 Soroti Perjalanan Gigih Wiyono Mendedikasikan Diri untuk Seni, Budaya, dan Spiritualitas Jawa
SOLO (Soloaja.co) – Pameran Seni Kontemporer ArtSura 2025 yang berlangsung 21–29 Juni di Taman Balekambang Solo menjadi panggung istimewa bagi KRT. Gigih Wiyono Hadinagoro, S.Sn., M.Sn., seorang seniman senior asal Sukoharjo yang telah lebih dari tiga dekade konsisten berkarya di ranah seni rupa nasional dan internasional.
Melalui karya monumentalnya yang dipamerkan tahun ini, Gigih tidak hanya menampilkan seni visual, tetapi juga menyampaikan narasi spiritual dan kebudayaan Jawa yang mendalam.
Lukisan berjudul “Dewi Kesuburan Melintasi Waktu” menjadi sorotan utama dalam ArtSura 2025. Karya berukuran 146 x 198 cm tersebut menggambarkan perjalanan simbolik sosok Dewi Kesuburan dari masa lampau, menuju panen raya, hingga harapan akan kemandirian pangan nasional.
- Loyalty Poin Cashier 2025: Bentuk Apresiasi BRI untuk Merchant Unggulan
- Semarakkan Hari Bhayangkara ke-79, Polres Sukoharjo Beri Layanan Publik dan Hiburan di CFD
Digarap dengan media acrylic on canvas, karya ini merupakan refleksi dari perhatian Gigih terhadap isu keberlanjutan dan spiritualitas agraris di Nusantara.
“Seni tidak hanya selesai di studio. Ia harus disampaikan kepada publik agar bisa hidup dan berdialog dengan masyarakat. ArtSura menjadi ruang penting untuk itu,” ujar Gigih Wiyono saat pembukaan pameran, Sabtu (21/6/2025).
Ia menambahkan bahwa proses kreatif bukan hanya soal teknik, tetapi pertaruhan jiwa dan kedalaman makna yang lahir dari penghayatan panjang terhadap kehidupan.
Lebih dari 3 Dekade Aktif Berpameran
Lahir di Sukoharjo, 30 Agustus 1967, Gigih merupakan alumnus STSI Surakarta dan meraih predikat cumlaude dari Program Pascasarjana Seni Lukis ISI Yogyakarta pada 2008. Namanya dikenal luas di dunia seni rupa karena konsistensinya mengangkat tema kesuburan, keberlanjutan alam, dan spiritualitas dalam budaya Jawa. Selama lebih dari 30 tahun, ia aktif berpameran di dalam dan luar negeri.
- Pameran ArtSura 2025: Rayakan Nostalgia dan Kebangkitan Seni Rupa Nusantara di Balekambang
- Prof. Mahfud MD Sampaikan Orasi Ilmiah di Dies Natalis ke-45 UNISRI: Ajak Kampus Kembali ke Jati Diri Pendidikan Bangsa
Tak hanya berkarya, Gigih juga mendirikan Padepokan Seni Djayabhinangun di Sukoharjo—sebuah ruang kreatif yang menjadi pusat pelestarian nilai-nilai seni tradisi dan spiritualitas. Di padepokan tersebut, ia membina generasi muda untuk mengenali dan mencintai akar budaya melalui pendekatan kreatif dan kontemplatif.
ArtSura 2025: Dari Studio ke Ruang Publik
Pameran ArtSura tahun ini menjadi momen penting yang mempertemukan karya Gigih dengan publik luas, bukan hanya sebagai objek visual, tetapi juga sebagai pengalaman emosional dan budaya. Mengusung tema “Wedangan, Rindu, dan Kenangan,” ArtSura menghadirkan nuansa nostalgia dalam bingkai seni kontemporer, menyatukan seniman, masyarakat, dan memori kolektif.
Adrian Zakhary, Direktur ArtSura, menegaskan pentingnya tokoh seperti Gigih Wiyono dalam membangun ekosistem seni yang berakar pada budaya. “ArtSura adalah platform yang menjembatani karya seniman dengan ruang apresiasi yang lebih luas, termasuk melalui teknologi dan digitalisasi. Karya Gigih menjadi representasi bagaimana tradisi dan masa depan bisa berjalan beriringan,” jelasnya.
- DPP KAI Angkat 30 Advokat Anggota Baru Solo Raya, Tekankan Pentingnya Etika Profesi
- Labuna Buktikan Rempah Lokal Punya Daya Saing Global
Kolaborasi Budaya dan Teknologi
Selain menyuguhkan karya seniman besar seperti Gigih, ArtSura 2025 juga menghadirkan berbagai inovasi seni digital. Termasuk di antaranya NFT Art, AI-generated Art, AR Toys, serta instalasi berbasis Augmented Reality. Bahkan, ArtSura juga meluncurkan platform digital LAPALAPA.ART, sebuah marketplace seni rupa global yang mendukung sistem pembayaran dan pengiriman internasional.
Dengan pelibatan teknologi ini, ArtSura menjembatani warisan budaya dengan lanskap digital masa kini. Namun di balik semarak inovasi tersebut, hadir karya-karya mendalam seperti milik Gigih Wiyono—yang mengingatkan bahwa akar dari segala penciptaan adalah refleksi, spiritualitas, dan rindu akan tanah tempat kita berpijak.
Seni yang Menghidupkan Ingatan Kolektif
ArtSura 2025 mengajak publik untuk tidak sekadar menikmati karya seni, tetapi merasakan nostalgia dan kehangatan dalam kebersamaan. Seperti filosofi wedangan, karya Gigih dan seniman lainnya hadir sebagai ruang temu — tempat percakapan, kontemplasi, dan pelestarian memori budaya. Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi, karya-karya ini menjadi jangkar identitas: menumbuhkan kesadaran akan siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana arah kita bersama.