Tekan Kerugian Negara, FH Unisri Dorong Pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor

Minggu, 14 Desember 2025 15:41 WIB

Penulis:Kusumawati

Editor:Redaksi

1001144731.jpg
Unisri Surakarta gelar Seminar Nasional Perampasan aset (Soloaja)

SOLO (Soloaja.co) – Fakultas Hukum (FH) Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta menggelar seminar nasional bertajuk "Perampasan Aset dalam Perspektif Hukum dan Keadilan" pada Sabtu (13/12/2025). Seminar ini menghadirkan akademisi, praktisi, dan aparat penegak hukum untuk mengupas tuntas urgensi perampasan aset dalam upaya pemberantasan korupsi.

Seminar yang dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Dr. Dora Kusumastuti ini menghadirkan pembicara terkemuka, antara lain:
* Prof. Dr. Hibnu Nugroho (Guru Besar Unsoed Purwokerto)
* Dr. Thony Saut Situmorang (Praktisi Hukum)
* AKBP Eko Novan (Kepolisian)

Rektor Unisri, Prof. Dr. Sutoyo, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan kontribusi nyata FH Unisri kepada pemerintah di bidang hukum.
“Nantinya hasil seminar ini akan kita serahkan kepada pemerintah dan atau kepada DPR RI sebagai bahan untuk melanjutkan pembahasan RUU Perampasan Aset,” kata Prof. Sutoyo.

Guru Besar Unsoed: Fokus pada Properti, Bukan Pribadi

Prof. Dr. Hibnu Nugroho, Guru Besar dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, menyampaikan pandangannya bahwa konsep perampasan aset harus bergeser dari fokus pada hukuman individu menjadi fokus pada properti atau aset.

Menurut Prof. Hibnu, pemerintah mestinya dapat menyita terlebih dahulu aset atau properti milik tersangka korupsi yang tengah disidik. Selanjutnya, melalui mekanisme pembuktian terbalik, tersangka diminta untuk membuktikan asal-usul properti yang disita tersebut.

"Jika tersangka bisa membuktikan, properti itu bisa dikembalikan. Tapi kalau tidak bisa membuktikan maka properti atau aset itu, bisa disita dan dikembalikan kepada negara," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa pendekatan ini sangat penting. Selama ini, penyitaan aset hasil kejahatan koruptor baru bisa dilakukan setelah adanya putusan hukum, dan prosesnya masih berlarut-larut dengan gugatan. Akibatnya, aset atau uang negara yang berhasil diselamatkan dan dikembalikan hanya berkisar 20 hingga 30 persen saja.

Praktisi Hukum: Jangan Sampai Kalah dari Koruptor

Sementara itu, praktisi hukum Dr. Thony Saut Situmorang menegaskan tidak ada alasan bagi pemerintah dan DPR RI untuk menunda pengesahan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset, yang rancangannya telah dibahas sejak tahun 2009 silam.

Menurut Dr. Saut Situmorang, lambatnya penetapan UU ini mengindikasikan bahwa pemerintah terkesan "kalah" dengan kepentingan para koruptor yang sejak awal tidak menghendaki adanya undang-undang tersebut.

“Jangan sampai pemerintah kalah dengan koruptor, ayo kita dorong terus penetapan undang undang tentang perampasan aset,” tegas Dr. Saut Situmorang.

Seminar ini diharapkan mampu memberikan dorongan politik dan akademis yang kuat agar DPR dan pemerintah segera merampungkan dan mengesahkan RUU Perampasan Aset demi efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.