Sembahyang Ching Bing, Upacara Doa Untuk Leluhur Umat Khonghucu

Minggu, 16 April 2023 19:48 WIB

Penulis:Kusumawati

Editor:Redaksi

IMG-20230416-WA0015.jpg
Sembahyang Cing Bing umat Khonghucu di Rumah Duka Thiong Ting Solo (Soloaja)

SOLO (Soloaja.Co) - Umat Khonghucu Solo menggelar sembahyang Ching Bing, bertempat di Rumah Duka Thiong Ting Solo, Minggu 16 April 2023.

Sembahyang Ching Bing merupakan upacara doa untuk leluhur. Sembahyang ini dilaksanakan setengah bulan sebelum 5 April sampai setengah bulan sesudah 5 April, selalu mengambil hari Minggu yang paling akhir.

Sembahyang Ching Bing diprakarsai oleh Majelis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN) Surakarta dengan difasilitasi oleh Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). 

Sembahyang Ching Bing dipimpin oleh WS Adjie Chandra, seorang pendeta muda agama Konghucu di Kota Solo, dan diikuti puluhan umat yang dengan khusyuk menaikkan doa doa untuk leluhurnya. 

Selain altar Thian (Tuhan YME) di depan Klenteng Dewa Bumi/Hok Tek Tjing Sien, juga ada 2 (dua) altar sembahyang lainnya yaitu altar Vegetarian dan altar umum, sembahyang dilakukan di depan altar Tuhan, lalu ke altar Dewa Bumi dan terakhir ke altar sembahyang Ching Bing, dipimpin oleh rohaniwan MAKIN Surakarta.

Setelah selesai sembahyang dilakukan penyempurnaan/pembakaran nama para leluhur yang ikut di doakan, Gin Coa (simbolei uang perak) dan tabur bunga dimakam Kapiten Liem Djie Boo & Istri (pemilik / pendiri Thiang Ting) yang ada diruang belakang Thiong Ting.

Dijelaskan WS Adjie Chandra, Kewajiban berziarah dan sembahyang saat Ching Bing sudah ada jauh sebelum kelahiran Nabi Khongcu, ini dikaitkan dengan centa Han Siet Ciat (hari raya makan dingin) untuk mengenang Menteri Kai Cu Chul yang hidup dijaman dinasti Cien.

Saat itu Raja Cien Boon Kong sangat menyesal dan bersedih atas wafatnya sang menteri, yang dicintainya itu, hari itu bertepatan dengan saat Ching Bing, maka ia memberikan pengumuman kepada rakyatnya agar saat Ching Bing selama sehari penuh tak menyalakan api, semua makanan disantap dingin, itulah sebabnya Ching Bing juga disebut sebagai hari raya Makan dingin/Han Siet Ciat yang masih dilaksanakan di RRC.

“Khusus han raya Ching Bing memakai perhitungan tahun Masehi juga saat sembahyang Tang Cik (22 Desember) Ching Bing adalah saat untuk kita bersembahyang dan menengok makam leluhur kita, maka disebut juga sebagai han Sadranan/hari tilik kubur yang di China saat ini masih menjadi hari libur khususnya untuk masyarakat yang bekerja diluar kota / negeri agar bisa pulang, berkumpul sambil bersembahyang di makam leluhurnya,” kata Adjie.

Ching Bing artinya cerah & terang, biasanya bertepatan dengan tgl 5 April, dihitung 104 hari setelah Tang Cik (22 Desember yaitu saat letak Matahari berada di 23% derajat Lintang selatan), dilaksanakan di makam? / Thiong Ting, karena zaman dahulu banyak kaum Tionghoa yang memakamkan para leluhurnya diluar / pinggiran kota, maka Ching Bing yang identik dengan musim yang cerah dianggap sebagai saat yang tepat melakukan ziarah sambil seolah mengadakan reuni bersama keluarga dari luar kota ke pemakaman.

Namun ada juga yang mengkaitkan Ching Bing dengan cerita Chu Gwan Tjiang (Pendiri Dinasti Ming), seorang anak miskin yatim piatu yang setelah menjadi raja, berusaha mencari makam orang tuanya, namun tak berhasil menemukannya, maka ia memerintahkan penduduk negerinya agar setelah selesai bersembahyang di makam leluhurnya saat Ching Bing harus menandai dengan meletakkan kertas kuning panjang (kertas Tek) yang ditindih batu di atas makam.

Setelah para penduduk selesai bersembahyang barulah ia menemukan sepasang makam yang tak ada tandanya, dan ia meyakini itu adalah makam kedua orang tuanya, itulah awal mula adanya tradisi meletakkan kertas Tek dimakan setelah sembahyang Ching Bing yang sampai sekarang masih berlaku.