Nama Besar Loro Piana Tercoreng, Terlibat Kasus Dugaan Eksploitasi Pekerja

Kamis, 17 Juli 2025 10:00 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Loro Piana.
Loro Piana.

JAKARTA – Brand fashion terkenal asal Italia Loro Piana yang dipimpin oleh Frédéric Arnault, yang dikabarkan menjalin hubungan dengan Lisa BLACKPINK ini sedang jadi sorotan hukum terkait dugaan eksploitasi tenaga kerja oleh subkontraktornya.

Merek ultra-mewah asal Italia yang dimiliki oleh LVMH ini, ditempatkan di bawah pengawasan yudisial pada 14 Juli 2025, setelah Pengadilan Milan menemukan bukti eksploitasi tenaga kerja dalam rantai pasok produksinya di Italia.

Putusan pengadilan setebal 26 halaman yang ditinjau oleh Glossy mengungkap, Loro Piana menyubkontrakkan produksi pakaiannya melalui perusahaan-perusahaan depan (front companies) ke pabrik-pabrik milik warga China yang beroperasi di wilayah Lombardy. Pabrik-pabrik tersebut diketahui melanggar berbagai peraturan keselamatan dan ketenagakerjaan.

Temuan pengadilan menunjukkan adanya pola alih daya yang sistemik, di mana pemasok resmi Loro Piana, Evergreen Fashion Group Srl, menyerahkan produksi kepada dua perusahaan yang sebenarnya tidak memiliki fasilitas manufaktur.

Kedua perusahaan ini kemudian meneruskan pekerjaan tersebut ke bengkel-bengkel ilegal yang tidak terdaftar, yang melanggar berbagai regulasi terkait pelacakan rantai pasok, upah minimum, dan keselamatan kerja.

Dilansir dari Glossy, dalam salah satu inspeksi kepolisian pada tahun 2024, petugas menemukan asrama darurat, jam kerja hingga 13 jam per hari, tidak ada jalur evakuasi kebakaran, serta penggunaan mesin berbahaya.

Sementara itu, berdasarkan penyelidikan terpisah dari Reuters, seorang pekerja mengaku sempat dirawat di rumah sakit selama lebih dari sebulan setelah dipukuli karena menuntut upah yang belum dibayar. Dua pabrik ditutup, dan denda senilai lebih dari €240.000 (sekitar $260.000) telah dijatuhkan.

Komisaris yang ditunjuk oleh pengadilan menyimpulkan bahwa Loro Piana tidak mungkin tidak mengetahui kondisi tempat produksinya. Bukti berupa email internal, dokumen teknis (tech pack), bagan ukuran, dan contoh produk menunjukkan bahwa barang-barang yang diproduksi di pabrik-pabrik tersebut memang ditujukan untuk Loro Piana.

Audit yang dilakukan pada tahun 2022 dan 2023 atas permintaan merek tersebut, oleh perusahaan independen QIMA dan Nexia yang bergerak di bidang pengawasan kualitas dan audit, gagal mendeteksi pelanggaran karena tidak melakukan inspeksi langsung ke lokasi pabrik.

Saat dimintai tanggapan, Loro Piana merujuk pada pernyataan resminya tanggal 14 Juli. Dalam pernyataan tersebut, Loro Piana mengakui bahwa mereka telah menerima pemberitahuan dari Pengadilan Milan terkait pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor tidak resmi yang digunakan oleh salah satu pemasoknya.

Merek ini menyatakan mereka baru mengetahui keberadaan subkontraktor tersebut pada 20 Mei dan langsung memutuskan hubungan dengan pemasok terkait dalam waktu 24 jam.

Loro Piana mengecam segala bentuk praktik ilegal dan menegaskan kembali komitmennya terhadap hak asasi manusia serta kepatuhan hukum. Perusahaan juga menekankan bahwa mereka secara rutin melakukan peninjauan dan akan terus memperkuat proses audit rantai pasoknya.

Selain itu, mereka membantah angka-angka biaya yang diberitakan karena dianggap tidak mencerminkan pembayaran sebenarnya, serta menyatakan kesediaan untuk bekerja sama penuh dengan otoritas dalam penyelidikan yang sedang berlangsung.

Putusan pengadilan menetapkan bahwa Loro Piana akan berada di bawah pengawasan pengadilan selama satu tahun, dengan penunjukan komisaris Micaela Cecca untuk memantau perbaikan dalam pengawasan rantai pasok perusahaan.

Jika Loro Piana berhasil memenuhi seluruh ketentuan yang ditetapkan pengadilan, masa pengawasan bisa dihentikan lebih awal, seperti yang sebelumnya terjadi pada Dior (Oktober 2023), Armani (Januari 2024), dan Valentino (April 2024).

Dokumen pengadilan Milan ini muncul setelah serangkaian masalah yang terus berkembang bagi Loro Piana.

Salah satunya adalah investigasi oleh Bloomberg Businessweek pada Maret 2024, yang mengungkap bahwa komunitas adat Lucanas di Pegunungan Andes, Peru, pemasok utama serat vicuña untuk Loro Piana, hanya menerima sekitar $280 (sekitar $300) per kilogram serat, turun dari $420 (sekitar $450) pada 2012.

Serat tersebut digunakan untuk membuat sweater yang dijual hingga $9.000 per helai. Laporan Bloomberg juga menunjukkan banyak warga desa bekerja tanpa bayaran saat pencukuran tahunan, dan bahkan tidak pernah melihat produk jadi yang dibuat dari wol mereka.

Pada November 2024, Loro Piana merilis buku peringatan 100 tahun bertajuk Master of Fibres, yang diterbitkan oleh penerbit buku mewah Assouline. Buku bergaya coffee table tersebut menyoroti penggunaan bahan baku langka dan dedikasi merek terhadap keahlian tangan, namun tidak menyinggung soal praktik ketenagakerjaan.

Lalu pada Mei 2025, Loro Piana meluncurkan program lima tahun bertajuk Resilient Threads di Mongolia, yang bertujuan mendukung peternak lokal dan menjaga keanekaragaman hayati. Inisiatif ini mencakup layanan kesehatan keliling, bank benih, serta perlindungan padang rumput di wilayah Eastern Steppe.

Meski memiliki proyek-proyek sosial tersebut, Loro Piana tidak pernah secara terbuka mengakui adanya pelanggaran dalam rantai pasok di Italia sampai munculnya keputusan pengadilan.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham LVMH pada April 2025, Antoine Arnault, ketua Loro Piana sekaligus kepala komunikasi LVMH, menyoroti uji coba sistem pelacakan baru bekerja sama dengan platform TextileGenesis.

Ia menyampaikan kepada para pemegang saham bahwa, “Pelacakan dan transparansi adalah prinsip dasar yang menjamin keunggulan produk kami.”

Pendiri TextileGenesis, Amit Gautam, mengatakan kepada Reuters bahwa konsumen kini mengharapkan bukti nyata, bukan sekadar narasi.

Dalam sebuah diskusi publik di Global Fashion Summit di Kopenhagen pada Juli 2023, Arnault sempat menyatakan, “Produk mewah secara alami berkelanjutan. Itulah yang membuatnya istimewa. Mereka dibuat dari bahan berkualitas tinggi, tahan lama, dan dapat diperbaiki. Itu yang membedakan kami dari industri fesyen lainnya.”

Namun, temuan pengadilan baru-baru ini mempertanyakan narasi tersebut.

Putusan pengadilan terhadap Loro Piana menjadi skandal terbaru dalam dunia manufaktur yang meningkatkan tekanan terhadap sektor mode mewah di Italia untuk memperbaiki kondisi kerja di dalam negeri.

Pada Mei 2025, otoritas Italia, serikat pekerja, dan asosiasi fesyen Confindustria Moda meluncurkan kesepakatan rantai pasok baru untuk melawan eksploitasi. Protokol sukarela ini mendorong transparansi melalui basis data pemasok terpusat dan pembuatan daftar hijau yang berisi pabrik-pabrik yang telah mematuhi aturan.

Pakar keberlanjutan dan penulis The Ganni Playbook, Brooke Roberts-Islam mengatakan kepada Glossy bahwa asumsi masyarakat tentang industri mewah kini mulai dipertanyakan.

“Di segmen fesyen terjangkau, pengawasan dan ketatnya regulasi sudah cukup besar. Namun, sektor mewah justru kurang mendapat sorotan,” ujarnya.

“Label seperti ‘Made in Italy’ atau ‘Made in France’ cenderung menciptakan ilusi kepercayaan. Karena label-label itu dianggap jaminan kualitas, pengawasan terhadap proses produksinya jadi lebih longgar, dan akibatnya, tindakan korektif pun minim.”

Roberts-Islam, yang pernah bekerja menggunakan benang Loro Piana sebagai desainer rajut, menambahkan, “Sangat menyedihkan mengetahui sejauh mana eksploitasi terhadap pekerja migran terjadi hanya untuk menghasilkan segelintir produk.”

“Dalam beberapa aspek, ini lebih kelam dibandingkan industri fast fashion. Dunia mewah masih diliputi oleh aura eksklusivitas, tapi kini tirai itu mulai terbuka.”

Ia menekankan, “Mewah tidak otomatis berarti berkelanjutan, dan pemasaran yang bagus tidak bisa membersihkan rantai pasok.”

Kasus Loro Piana juga mengingatkan pada skandal ketenagakerjaan sebelumnya, seperti yang terjadi pada merek fast fashion asal Inggris, Boohoo, pada tahun 2020. Investigasi saat itu mengungkap pelanggaran serius terhadap pekerja di Leicester, Inggris.

Sama seperti Loro Piana, Boohoo menggunakan pihak perantara dan mengklaim tidak mengetahui praktik tersebut. Namun, audit independen kemudian menunjukkan bahwa perusahaan memiliki akses terhadap informasi tersebut, tetapi memilih untuk tidak mengambil tindakan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 17 Jul 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 17 Jul 2025