Hukum Dan Kekerasan Massa: Penanggulangan Kekerasan Massa Berbasis Transendental Di Kepolisian

Senin, 17 Juli 2023 10:06 WIB

Penulis:Kusumawati

Editor:Redaksi

IMG-20230717-WA0019.jpg
Purwadi Wahyu Anggoro Ujian Doktor Ilmu Hukum Pasca Sarjana UMS

SOLOAJA.CO - Purwadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana UMS mempertahankan desertasi penelitian berjudul “Hukum Dan Kekerasan Massa: Penanggulangan Kekerasan Massa Berbasis Transendental Di Kepolisian” dihadapan sejumlah penguji, Senin 17 Juli 2023.

Penelitian ini dilatarbelakangi masih maraknya kekerasan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok di masyarakat. Kekerasan seolah menjadi model yang paling mudah untuk penyelesaian suatu masalah. 

Kekerasan merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan seorang atau lebih yang menimbulkan luka fisik maupun nonfisik terhadap orang lain yang menyebabkan kerugian atau mengalami dampak negatif dalam berbagai bentuk. Kekerasan adalah keadaan alamiah manusia yang dikuasai oleh dorongan irasional dan anarkistis sebagai homo homini lupus. 

Pada kerumunan orang akan mudah meniru perbuatan orang lain dan lepas kendali sehingga melakukan tindakan agresif, destruktif, kejam, dan sadis yang menyebabkan tindak pidana.

Penyebab kekerasan massa, yaitu: 1) manusia memiliki naluri merusak yang berpotensi melakukan kekerasan sebagai manifestasi sifat agresif dan destruktif dari setiap manusia; 2) manusia memiliki watak agresif yang mendorong melakukan kekerasan; 3) massa mempunyai ikatan batin karena persamaan kehendak, tujuan, dan ide sesuai terminologi Ibn Khaldun disebut ashobiyah yaitu manusia tidak rela bila anggota kelompoknya mengalami kesulitan atau terhina sehingga dengan segala daya upaya akan mengembalikan kehormatan kelompoknya; dan 4) massa terpengaruh oleh kondisi eksternal berupa persamaan norma sebagai peraturan dan kebiasaan.

Penelitian ini dilakukan di Surakarta dengan metode penelitian hukum dengan pendekatan non-doktrinal yang kualitatif terhadap kasus-kasus yang telah terjadi di masyarakat Surakarta dan mengadopsi metode pencegahan kekerasan yang pernah dilakukan oleh POLRI di beberapa tempat di Indonesia, penelitian ini sekaligus untuk menemukan konsep penanggulangan kekerasan dengan metode transendental di Kepolisian. 

Sesuai tugas POLRI untuk mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, memelihara ketertiban, melindungi masyarakat dari kejahatan dan kerugian atau bahaya. POLRI menggunakan prinsip Polisi Sipil adalah penegakan hukum menggunakan cara yang lunak sebagai pencegahan. 

Penelitian ini menggunakan teori: 1) Teori Kekerasan (Struktural/Identitas) dari Galtung, Teori Hukum Preventif dari Vastenmark & Blauvelt, dan Teori Pencegahan Kejahatan dari EH. Glover. Teori ini menjelaskan bahwa gangguan yang harusnya dihindari terkait dengan kebutuhan dasar manusia, kebutuhan hidup layak, sesuatu yang menurunkan tingkat kepuasan kebutuhan riil di bawah potensi yang ada. Pencegahan kejahatan adalah mengurangi kemungkinan terjadinya kejahatan dengan cepat, tegas dan efektif. 

Sesuai tugas Polri yaitu memelihara, menjamin, mengusahakan keamanan, ketertiban, keselamatan Negara, orang, benda, masyarakat dan ketaatan warga negara/masyarakat terhadap peraturan negara yang digunakan sebagai analisis upaya Polisi melakukan pencegahan kekerasan; 

2) Teori Kekerasan Massa dari Hobbes, Gustav Le Bon, Emille Durkheim dan Ibn Khaldun yaitu ; Perilaku Kolektif, tahap-tahapnya (1) Kondisi Struktural, (2) Ketegangan Struktural, (3) Kepercayaan Yang Berlaku Umum, (4) Faktor Pemicu, akan muncul Kasus Pemicu (trigger), (5) Mobilisasi Aksi dan Kontrol Sosial yang tidak berjalan. Terdapat watak agresif dalam diri manusia, (ashobiyah) yang digunakan sebagai analisis cara Polisi mencegah terjadinya kekerasan dengan sentuhan agamis; 

Dan 3) Paradigma Transendental dari Kuntowijoyo, yaitu: setiap perbuatan manusia mengandung etika profetik yang berlaku umum, yaitu amar ma’ruf, nahi munkar dan tu’minuna billah. Terdapat Krieria Transendental yaitu: Unggul, Agung, Melampaui, Superlatif, dan Melampaui Pengalaman Manusia. Paradigma Transendental menggunakan metode objektifikasi yaitu: penterjemahan nilai-nilai subyektif agama dalam kategori obyektif dan perilaku agar menjadi tingkahlaku obyektif. Paradigma ini menerjemahkan kekerasan sebagai larangan Allah Swt, perbuatan dosa, dan upaya penyadaran sebagai pencegahan kekerasan. 

Kasus kekerasan yang menjadi obyek penelitian ini, yaitu: 1) Penyalahgunaan senjata tajam, kejadian Senin, 26 Agustus 2013, sekitar pukul 10.00 s.d 12.30 wib. Lokasi di depan pintu Talang Paten komplek Kraton Surakarta. Kejadian pada saat akan dilaksanakan halal bil halal di Kraton Surakarta; 2) Kekerasan terhadap orang atau barang, kejadian Minggu, 18 Desember 2016 sekitar pukul 01.30 Wib. Lokasi Cafe Social Kitchen Banjarsari, Solo; 3) Razia miras oleh Ormas, kejadian Minggu, 27 Mei 2018 sekitar pukul 00.15 WIB dini hari. Lokasi Wedangan (warung hik) milik Pak Jumino, di depan Kantor Harian Suara Merdeka Jl. Dr. Wahidin No. 19, Kel. Penumping, RT. 01, RW. 04, Laweyan, Surakarta; dan 4) Penganiayaan, kejadian Rabu 06 Juni 2018 sekitar pukul 20.30 Wib. Lokasi di 3 (tiga) TKP, di dalam tempat karaoke SKV Jl. Slamet Riyadi Purwosari Laweyan Surakarta, gang atau jalan kampung Purwosari dan warung di Jl. Setiabudi No. 64 Gilingan Banjarsari Surakarta.

Penelitian menghasilkan temuan yaitu paradigma transendental digunakan dalam penanggulangan kekerasan dengan sentuhan agamis untuk mengembalikan fitrah manusia sesuai Surat Ali Imran: 110 yang beretika profetik yaitu amar ma’ruf, nahi munkar, dan tu’minuna billah untuk menyadarkan bahwa perbuatan harus dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. 

Hasil penelitian ini adalah konsep penanggulangan transendental dengan The Soft Hand of Society, yaitu sinergi antara Asmaul Husna dan Accelerate Culture Transformation, yaitu: (1) matching, yaitu identitas sama; (2) mirroring, yaitu mengingat Allah dengan ayat suci Al Quran; (3) facing, yaitu berhadapan dengan wajah tersenyum; dan (4) leading, yaitu membimbing massa agar tidak mudah terprovokasi dan terbawa emosi serta memberi pengertian dan teladan yang baik dengan selalu berbuat baik, karena tindakan kekerasan adalah dosa dan dilarang oleh Allah Swt.

Opini Oleh: Purwadi WA