finansial
Kamis, 02 Mei 2024 17:51 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Benarkah hidup sendiri dalam jangka panjang bisa membawa kebahagiaan? Pertanyaan ini tampaknya menjadi pusat perhatian para peneliti dalam upaya memahami bagaimana gaya keterikatan seseorang mempengaruhi kehidupan mereka saat hidup sendiri.
Terlepas dari anggapan umum bahwa hidup sendiri selalu terkait dengan ketidakamanan dan ketidakbahagiaan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa gambaran ini mungkin tidak selalu benar.
Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena hidup sendiri semakin umum terjadi di berbagai negara. Alasan di balik tren ini sangat bervariasi. Beberapa individu memilih hidup sendiri untuk fokus pada pencapaian pribadi atau mengkejar tujuan karier.
Sementara itu, orang lain melaporkan bahwa kesulitan dalam dunia kencan modern atau setelah mengalami putus cinta membuat mereka kembali menjadi single.
Baca Juga: Stoikisme, Ketika Kebahagiaan Tak Perlu Dikejar
Studi mengenai gaya keterikatan telah menunjukkan bahwa faktor ini memainkan peran penting dalam pengalaman seseorang saat hidup sendiri.
Teori keterikatan memberikan kerangka kerja yang mendalam tentang bagaimana individu membentuk dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Dalam teori ini, ada dua komponen kunci yang mempengaruhi interaksi sosial kita, yaitu "kecemasan" dan "penghindaran".
Individu dengan tingkat kecemasan yang tinggi cenderung merasa cemas dan takut akan ditolak dalam hubungan, sementara individu dengan tingkat penghindaran yang tinggi merasa tidak nyaman dengan kedekatan emosional dan intim.
Di sisi lain, individu yang "terikat aman" memiliki tingkat kecemasan dan penghindaran yang rendah, merasa nyaman dalam ketergantungan dan membangun kedekatan dengan orang lain.
Sebuah penelitian terbaru yang melibatkan tim psikolog sosial dan klinis menganalisis gaya keterikatan orang-orang yang hidup sendiri dan bagaimana hal itu berkaitan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan mereka.
Dari dua penelitian yang dilakukan, di antaranya melibatkan 482 orang dewasa muda yang hidup sendiri dan 400 orang yang hidup sendiri dalam jangka panjang. Ditemukan bahwa sebagian besar dari mereka yang hidup sendiri, sekitar 78%, termasuk dalam kategori tidak aman secara keterikatan. Sementara 22% sisanya tergolong ke dalam kategori aman secara keterikatan.
Dari hasil penelitian ini, peneliti mengidentifikasi empat subkelompok orang yang hidup sendiri berdasarkan gaya keterikatan:
1. Orang yang Aman (22%): Merasa nyaman dengan keintiman dan kedekatan dalam hubungan.
2. Orang yang Cemas (37%): Meragukan apakah mereka dicintai oleh orang lain dan khawatir tentang ditolak.
3. Orang yang Menghindari (23% dari yang lebih muda, 11% dari yang sudah lama sendiri): Tidak nyaman mendekat pada orang lain dan lebih memilih untuk mandiri.
4. Orang yang Takut (16% dari yang lebih muda, 28% dari yang sudah lama sendiri): Cemas tentang penolakan dan juga tidak nyaman dengan kedekatan.
Pengalaman dan hasil hidup dari masing-masing subkelompok ini berbeda-beda. Orang yang aman dalam keterikatan cenderung merasa bahagia dengan hidup mereka, memiliki lebih banyak hubungan non-romantis, dan menjalin hubungan yang lebih baik dengan keluarga dan teman-teman.
Di sisi lain, orang yang cemas cenderung paling khawatir tentang hidup sendiri, memiliki harga diri yang rendah, dan merasa kurang didukung oleh orang-orang terdekat.
Orang yang menghindari tidak begitu tertarik dalam hubungan romantis, tetapi terlihat cukup puas dengan hidup sendiri. Meskipun demikian, mereka cenderung memiliki lebih sedikit teman dan hubungan dekat, serta merasa kurang bahagia dibandingkan dengan orang yang aman dalam keterikatan.
Orang yang takut merasa kesulitan dalam menjalin hubungan dekat, kurang mampu mengatur emosi, dan merasa kurang puas dengan kualitas hubungan dekat mereka. Mereka juga melaporkan tingkat kepuasan hidup yang rendah.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 28 Apr 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 02 Mei 2024
Bagikan