Sejarah Aksi Demo Raksasa di Indonesia, dari 1998 sampai 2022

Redaksi Daerah - Rabu, 27 Agustus 2025 07:50 WIB
Ratusan buruh dari berbagai elemen melakukan unjuk rasa menolak Permenaker No.2 Tahun 2022 tentang JHT yang dapat dicairkan setelah usia 56 tahun, di depan kantor Kemnaker, Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

JAKARTA – Aksi unjuk rasa sekelompok massa di sekitar gedung DPR, Jakarta, pada Senin malam, 25 Agustus 2025, berujung ricuh. Para demonstran menyoroti besarnya gaji dan tunjangan anggota DPR yang dinilai berlebihan, mencapai lebih dari Rp100 juta.

Sejak era Reformasi, demonstrasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika politik dan ekonomi Indonesia. Aksi massa sering dipakai sebagai medium masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, mulai dari persoalan demokrasi, korupsi, hingga harga kebutuhan pokok.

Lima peristiwa berikut menunjukkan bahwa demonstrasi bukan hanya ajang penolakan, melainkan juga cermin kondisi demokrasi serta stabilitas ekonomi nasional. Dari tumbangnya rezim Orde Baru hingga gelombang protes terhadap UU Cipta Kerja, suara rakyat di jalanan terbukti mampu memengaruhi arah kebijakan negara.

Di era digital, gerakan massa semakin mudah terkonsolidasi lewat media sosial. Artinya, aspirasi publik akan terus menemukan jalannya, meski terkadang lewat jalan panjang dan berliku.

Berikut adalah lima aksi demo besar yang mengguncang Indonesia dan meninggalkan jejak panjang dalam sejarah :

1. Reformasi 1998: Titik Balik Demokrasi

Pada Mei 1998, ribuan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menuntut turunnya Presiden Soeharto. Aksi ini meluas ke seluruh Indonesia dan berpuncak pada pendudukan Gedung DPR/MPR. Demonstrasi ini dipicu oleh krisis moneter, korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), dan represi politik.

Hasilnya monumental Soeharto mengundurkan diri setelah 32 tahun berkuasa. Aksi ini membuka jalan era Reformasi, kebebasan pers, pemilu multipartai, hingga desentralisasi daerah.

2. Aksi 212 (2016): Gelombang Politik Identitas

Aksi yang berlangsung pada 2 Desember 2016 di Monumen Nasional, Jakarta, ini tercatat sebagai salah satu demo terbesar sepanjang sejarah Indonesia modern. Jutaan orang berkumpul menuntut penegakan hukum terkait dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kala itu Gubernur DKI Jakarta.

Dampaknya meluas, bukan hanya soal hukum, tapi juga politik elektoral. Ahok kalah dalam Pilkada Jakarta 2017, dan Aksi 212 menandai bangkitnya kekuatan politik berbasis identitas di Indonesia.

3. Demo Menolak Omnibus Law (2020)

Pada Oktober 2020, gelombang besar mahasiswa, buruh, dan aktivis lingkungan memenuhi jalan-jalan di berbagai kota. Mereka menolak UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dianggap merugikan pekerja, melemahkan perlindungan lingkungan, dan memperkuat oligarki.

Unjuk rasa ini berlangsung ricuh di beberapa daerah, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Meski demo berlangsung masif, UU Cipta Kerja tetap disahkan, meski kemudian diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi dan dinyatakan “inkonstitusional bersyarat.”

4. Reformasi Dikorupsi (2019)

Pada September 2019, ribuan mahasiswa kembali turun ke jalan menolak Revisi UU KPK dan sejumlah pasal kontroversial dalam RKUHP. Gelombang aksi bertajuk “Reformasi Dikorupsi” ini menjadi demo terbesar setelah 1998, dipimpin generasi mahasiswa era digital.

Aksi berlangsung serentak di berbagai kota besar. Sejumlah bentrokan pecah antara mahasiswa dan aparat keamanan, menewaskan beberapa demonstran. Walau sebagian tuntutan tak terpenuhi, aksi ini menandai bahwa mahasiswa masih memegang peran penting sebagai pengawal demokrasi.

5. Demo BBM 2022

Pada September 2022, pemerintah menaikkan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar. Langkah ini memicu gelombang unjuk rasa besar dari mahasiswa, buruh, hingga sopir angkutan umum. Aksi berlangsung di depan Istana Negara, DPR, hingga berbagai daerah di Indonesia.

Meski kebijakan harga tetap berjalan, pemerintah memperbesar alokasi bantuan sosial untuk meredam gejolak masyarakat. Aksi ini menunjukkan bahwa isu energi dan harga kebutuhan pokok selalu sensitif, terutama bagi kelompok kelas menengah bawah.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Debrinata Rizky pada 27 Aug 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 27 Agt 2025

Editor: Redaksi Daerah
Bagikan

RELATED NEWS