Prof. Dr. Argyo Demartoto, M.Si., Dikukuhkan sebagai Guru Besar UNS Fokus Orasi Pencegahan HIV/AIDS Berbasis Humanisme Digital
SOLO (Soloaja.co) - Universitas Sebelas Maret (UNS) kembali mengukuhkan salah satu akademisi terbaiknya sebagai Guru Besar dalam Sidang Terbuka Senat Akademik pada Senin, 16 Desember 2024. Prof. Dr. Argyo Demartoto, M.Si., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Sosiologi Kesehatan.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Argyo menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Pelayanan Komprehensif Berkesinambungan dalam Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Berbasis Humanisme Digital: Tantangan dan Peluang”.
- UNS Kukuhkan 29 Guru Besar Baru dalam Sepekan, Momentum Sejarah Baru di Akhir Tahun 2024
- BRI Rayakan HUT ke-129 dengan Promo Istimewa untuk Nasabah Setia
Orasi ini membahas pendekatan baru yang komprehensif untuk menangani tantangan HIV/AIDS melalui integrasi teknologi digital dan prinsip humanisme, yang mengedepankan inklusivitas dan kemanusiaan.
HIV/AIDS: Tantangan Global dan Nasional
HIV/AIDS merupakan salah satu isu kesehatan global yang memiliki dampak multidimensi. Berpedoman pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Nomor 3 tentang kesehatan yang baik dan kesejahteraan, dunia menargetkan Three Zeroes HIV/AIDS 2030:
1. Zero Infeksi Baru HIV,
2. Zero Diskriminasi, dan
3. Zero Kematian akibat HIV/AIDS.
Strategi akselerasi STOP (Suluh, Temukan, Obati, dan Pertahankan) yang mengadopsi pendekatan fast track 90-90-90 menjadi kunci keberhasilan:
90% ODHA mengetahui statusnya,
90% ODHA menerima terapi antiretroviral (ARV), dan
90% ODHA dalam terapi ARV berhasil menekan jumlah virus.
Menurut data UNAIDS, pada tahun 2022 terdapat 39 juta kasus ODHA secara global. Di Indonesia, prevalensi ODHA pada 2023 mencapai 570 ribu kasus, sementara di Surakarta tercatat 6.188 kasus hingga Juli 2024.
Humanisme Digital sebagai Solusi Inovatif
Prof. Argyo menyoroti pergeseran dari sistem pelayanan kesehatan konvensional menuju digital yang semakin mengedepankan aksesibilitas dan inklusivitas. Pendekatan Humanisme Digital dinilai mampu menjawab kebutuhan ODHA dan kelompok berisiko melalui layanan kesehatan yang:
Mudah diakses, Merata, Meminimalkan stigma, serta Berfokus pada nilai kemanusiaan dan kesetaraan.
Tiga Gelombang Digital Humanities
Dalam orasinya, Prof. Argyo menjelaskan tiga gelombang Digital Humanities:
1. Gelombang Pertama (1940-2001): Komputasi humaniora.
2. Gelombang Kedua (2002-2009): Adaptasi teknologi dalam pelayanan kesehatan, seperti aplikasi pengingat jadwal kontrol dan obat.
3. Gelombang Ketiga (2009-sekarang): Critical Digital Humanities yang mengintegrasikan teknologi untuk menciptakan layanan kesehatan berbasis humanisme digital.
- Ini 10 Film Disney yang Paling Dinantikan di 2025
- Melalui Pembiayaan dan Pemberdayaan, BRI Dukung Keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis
Implementasi kesehatan digital menghadapi beberapa tantangan:
Kesenjangan teknologi di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), Isu keamanan data pasien, Integrasi sistem kesehatan digital dan konvensional yang belum optimal.
Namun, peluang yang ditawarkan teknologi digital meliputi peningkatan akses layanan kesehatan melalui aplikasi seperti Halodoc, Alodokter, dan telehealth, serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Prof. Argyo berharap, melalui integrasi nilai kemanusiaan, layanan kesehatan berbasis digital dapat mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Pendekatan ini diharapkan mampu mendukung pencapaian target Three Zeroes HIV/AIDS 2030, sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.
Pengukuhan ini menandai kontribusi penting Prof. Argyo dalam pengembangan ilmu sosiologi kesehatan, khususnya terkait isu HIV/AIDS di era digital.