Peneliti Temukan Penyebab Banjir di Semarang, Ini Rekomendasinya

Redaksi - Kamis, 18 Februari 2021 00:38 WIB
Banjir Semanarang undefined

JAKARTA – Penelitian dari Konsorsium Ground Up yang terdiri dari akademisi dan kelompok masyarakat sipil membuktikan sejumlah faktor pemberat risiko bencana banjir di Semarang beberapa waktu lalu.

Di antaranya adalah lokasi geografis Semarang yang berada di kawasn rendah dengan jenis tanah alluvial muda. Kemudian, kenaikan muka air laut dan konsentrasi penduduk serta aktivitas ekonomi.
“Berdasarkan riset kami, faktor-faktor tersebut membuat pendekatan yang digunakan saat ini tidak lagi tepat digunakan sebagai pendekatan utama,” kata Nila Ardhianie, Direktur Amrta Institute for Water Literacy dalam webinar, Selasa, 16 Februari 2021.

Beberapa hal yang perlu dikembangkan untuk mengurangi risiko banjir di Semarang adalah pertama, pengelolaan dari sisi permintaan melalui efisiensi penggunaan air. Kedua, pemerintah perlu mengembangkan insentif bagi penggunaan air permukaan dan disinsentif bagi penggunaan air tanah.

Ketiga, pemanenan air hujan pada beragam skala. Keempat, pengembangan sistem peringatan dini. Kelima demokratisasi infrastruktur, yaitu mencari alternatif-alternatif infrastruktur dengan prinsip meninggalkan mega infrastruktur yang tersentral.

Riset membuktikan pembaangunan mega infrastruktur biasanya dipaksakan dari wilayah atas ke bawah. Sehingga ia merekomendasikan untuk pindah ke infrastruktur yang lebih kecil, terdesentralisasi, dan menggunakan model praksis dari wilayah bawah ke atas.

Faktor Pemberat Risiko Banjir di Semarang
Adapun riset ini menemukan sejumlah hal yang relevan dengan kejadian banjir yang terjadi di Semarang pada awal Februari 2021. Pertama, ketergantungan Semarang yang besar pada air tanah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari (79,7%).

Dari 79,7% tersebut, sebanyak 48.6 % menggunakan air tanah dalam (ATDm) dan 31.1 % menggunakan air tanah dangkal (ATDl).

Temuan kedua adalah mengenai tingkat dampak yang dirasakan warga yang tinggal di daerah dekat pantai yang makin tinggi. Ketiga, penduduk yang tinggal di dekat pantai menghadapi risiko lain terkait air yaitu kesulitan mendapat air bersih, di mana air di daerah ini biasanya payau karena terpengaruh air laut.

Keempat, perubahan tata guna lahan yang terjadi di Panggung Lor, Panggung Kidul dan Terboyo juga berperan meningkatkan risiko banjir. Kelima, penelitian juga menunjukkan bahwa respon dominan terhadap banjir adalah melalui infrastruktur besar dan teknologi mesin-mesin hidraulik.

“Pemahaman yang lebih baik akan faktor-faktor yang berpengaruh meningkatkan risiko banjir perlu dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat agar Semarang memiliki respon yang lebih baik apabila terjadi bencana di masa datang,” tambahnya.

Bagikan

RELATED NEWS