Pajang Mobil Mewah di Instagram? Siap-Siap Dilirik DJP di 2026
JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berencana meningkatkan pemanfaatan media sosial sebagai sarana pemantauan kepatuhan pajak. Langkah ini menjadi bagian dari strategi penguatan penerimaan negara dalam anggaran 2026."Penggalian potensi itu melalui data analytic maupun media sosial," kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin 14 Juli 2025.
Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, menjelaskan bahwa pengawasan terhadap wajib pajak melalui media sosial dilakukan dengan skema crawling. Skema ini memanfaatkan teknologi pencarian otomatis untuk menyisir berbagai konten yang diunggah pengguna di berbagai platform digital.
"Di medsos itu pasti diamati, model crawling kita lakukan pengawasan walau belum ada regulasi kita untuk memungut," ujar Yoga saat media briefing di Kantor Pusat DJP.
Menurut Yoga, para fiskus memantau tampilan gaya hidup dan harta kekayaan yang dipamerkan oleh wajib pajak di media sosial, lalu membandingkannya dengan data yang tercatat dalam sistem perpajakan. Jika ditemukan ketidaksesuaian, pihak otoritas pajak akan memberikan edukasi atau peringatan secara langsung.
"Jadi kalau suka pamer mobilnya di medsos, pasti diamati teman-teman pajak. Nah itu model crawling segala macam juga kita lakukan pengawasan," lanjutnya.
Tak hanya itu, aktivitas endorsement di media sosial juga menjadi perhatian DJP. Mereka yang menerima imbalan dalam bentuk apapun dari promosi produk dipastikan tidak luput dari pantauan petugas pajak.
"Kalau endorsement juga sudah kita lakukan juga banyak pengawasan," ungkap Yoga.
Yoga menekankan bahwa langkah-langkah ini diambil guna menciptakan keadilan dalam kepatuhan pajak, baik di ruang fisik maupun digital.
"Jadi memang dengan semesta dinamika digitalisasi semakin meluas, nah tentunya dari otoritas perpajakan kita juga harus meng-capture itu, supaya tidak ada yang kemudian tidak kena pajak sementara yang lain kena pajak," pungkasnya.
Pengawasan Pajak Lewat Medsos Juga Diterapkan di Negara Lain
Langkah DJP memanfaatkan media sosial untuk kepentingan pajak bukanlah hal baru di dunia internasional. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris telah lebih dulu menggunakan pendekatan serupa.
Otoritas pajak di negara-negara tersebut secara aktif menyisir platform seperti Instagram, Facebook, hingga TikTok untuk mencocokkan gaya hidup seseorang, misalnya kepemilikan rumah, kendaraan mewah, atau seringnya bepergian ke luar negeri, dengan penghasilan yang dilaporkan dalam surat pajak.
Di Inggris, Her Majesty’s Revenue and Customs (HMRC) diketahui menggunakan teknologi web scraping untuk menelusuri aktivitas online wajib pajak. Sementara itu, Australian Taxation Office (ATO) secara terbuka mengakui memantau media sosial untuk mencari indikasi penghindaran pajak oleh selebritas, influencer, maupun pelaku bisnis daring.
Dengan tren global ini, Indonesia tampaknya tengah mengikuti arus modernisasi sistem perpajakan yang lebih proaktif, digital, dan berbasis data terbuka. Tantangannya kini adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara hak privasi masyarakat dengan kepentingan negara dalam mengoptimalkan penerimaan pajak.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Ananda Astri Dianka pada 15 Jul 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 15 Jul 2025