Mengulas Kiprah Yoshinoya, Restoran Jepang yang Tak Lupa Rangkul Petani dan Korban Bencana

Redaksi Daerah - Jumat, 10 Oktober 2025 09:00 WIB
Mengenal Yoshinoya, Brand Restoran Legendaris yang Berjasa Bagi Petani dan Korban Bencana

JAKARTA – Restoran cepat saji yang satu ini tentu sudah tidak asing lagi bagi banyak orang. Yoshinoya, yang kerap dijuluki “wartegnya orang Jepang”, kini telah memiliki ribuan cabang yang tersebar di berbagai negara di dunia.

Popularitas jaringan restoran ini terus meningkat seiring dengan semakin maraknya gaya hidup khas Jepang di berbagai kota di Indonesia. Dengan harga menu yang terjangkau dan cita rasa yang sesuai dengan lidah lokal, Yoshinoya berhasil menarik hati banyak pelanggan.

Bermula dari sebuah kedai mi kecil di kawasan Nihonbashi, Tokyo, Yoshinoya didirikan oleh Eikichi Matsuda pada tahun 1899, sebelum berkembang menjadi salah satu jaringan restoran Jepang terbesar di dunia.

Terinspirasi dari nama keluarganya, “Yoshino,” yang sekaligus melambangkan harapan agar usahanya bertumbuh secara damai, Yoshinoya memulai langkah sebagai bisnis keluarga sederhana.

Awalnya hanya berupa kios kecil di pasar ikan Nihonbashi, tempat ini menjadi tujuan para pekerja untuk menikmati semangkuk gyudon (nasi dengan daging sapi) yang lezat dan ramah di kantong.

Namun, awal perjalanan Yoshinoya penuh liku. Matsuda harus berjuang keras, bukan hanya untuk meracik menu yang mampu menarik pelanggan, tapi juga dalam menjaga keberlangsungan usahanya di tengah persaingan sengit dan kondisi ekonomi yang sulit pada masa itu.

Pada 1923, gempa besar mengguncang Kanto dan meratakan sebagian besar wilayah Tokyo, termasuk pasar Nihonbashi. Yoshinoya ikut menjadi korban bencana tersebut. Kehilangan lokasi usahanya, Matsuda terpaksa memulai segalanya dari nol.

Masa itu menjadi salah satu titik paling sulit dalam sejarah Yoshinoya, ketika kelanjutan bisnisnya benar-benar terancam. Namun, berkat tekad dan semangat pantang menyerah, Matsuda berhasil bangkit kembali.

Matsuda memindahkan usahanya ke kawasan Tsukiji, tempat pasar ikan yang baru. Di sana, ia membangun kembali Yoshinoya dengan visi yang lebih besar dari sebelumnya. Tujuannya bukan sekadar menghidupkan kembali bisnis, melainkan juga memperluasnya.

Dalam waktu beberapa tahun, Yoshinoya berkembang melampaui sekadar warung mi, tapi menjelma menjadi ikon kuliner dengan konsep cepat saji yang revolusioner di Jepang.

Perjalanan menuju kesuksesan tidaklah mulus. Pasca Perang Dunia II, perekonomian Jepang runtuh, membuat banyak usaha, termasuk Yoshinoya, berada dalam kondisi sulit.

Meski begitu, berkat ketekunan dan strategi yang tepat, Yoshinoya mampu bertahan dan justru berkembang pesat pada masa pemulihan ekonomi Jepang di era 1950-an.

Pada 1958, Yoshinoya memasuki masa keemasan di bawah kepemimpinan Tadao Yoshikawa, menantu Matsuda. Di tangannya, bisnis ini tumbuh pesat dan berhasil membuka restoran pertama di Osaka, yang kemudian menjadi langkah awal ekspansi ke berbagai wilayah Jepang.

Puncaknya terjadi pada 1975, saat Yoshinoya membuka gerai internasional pertamanya di Amerika Serikat.

Kesuksesan Yoshinoya tidak hanya tercermin dari banyaknya cabang maupun angka penjualan, tetapi juga dari komitmen sosial yang ditunjukkannya, terutama saat menghadapi bencana.

Pada 2005, Yoshinoya menandatangani perjanjian dengan pemerintah Tokyo serta prefektur sekitarnya untuk menyediakan air minum, fasilitas toilet, dan informasi darurat di lebih dari 12.000 gerainya apabila terjadi bencana.

Pascagempa dan tsunami besar di Tohoku pada 2011, Yoshinoya bekerja sama dengan petani lokal di Prefektur Fukushima untuk menggarap lahan seluas 4,3 hektare di Shirakawa guna menanam padi dan sayuran.

Hasil panen ini kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku gyudon, dengan tujuan membantu pemulihan ekonomi dan sosial di daerah yang terdampak.

Pada April 2016, ketika gempa besar mengguncang Prefektur Kumamoto, Yoshinoya mengirimkan dapur keliling ke Kota Nishihara pada 19-20 April dan ke Mashikimachi mulai 21 April, untuk membagikan gyudon gratis kepada para korban.

Di Indonesia, Yoshinoya membuka restoran pertamanya di Jakarta pada 1994, tapi pada 1998 tutup karena dampak krisis finansial 1997. Pada Juli 2010, Yoshinoya kembali hadir di Jakarta dengan membuka gerai perdananya di Grand Indonesia

Pada 2009, perjanjian franchise secara resmi telah ditandatangani oleh PT Multirasa Nusantara. Dampaknya, hak waralaba Yoshinoya di Indonesia berada sepenuhnya di bawah PT Multirasa Nusantara.

Restoran cepat saji ini telah mengantongi sertifikasi halal sejak 2014. Bahkan, dengan komitmen kuat terhadap kehalalan produknya, Yoshinoya berhasil meraih sertifikat halal grade A selama tiga kali berturut-turut.

Pemilihan Indonesia sebagai pasar baru bukanlah tanpa alasan. Indonesia memiliki populasi yang besar, pertumbuhan kelas menengah yang pesat, serta antusiasme tinggi masyarakat terhadap kuliner Jepang.

Kehadiran Yoshinoya mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia. Konsep cepat saji yang praktis dengan harga ramah di kantong menjadikannya favorit di kalangan pekerja kantoran, mahasiswa, hingga keluarga.

Meski demikian, Yoshinoya juga harus menghadapi sejumlah tantangan, seperti persaingan ketat dengan restoran cepat saji lain serta selera masyarakat Indonesia yang cukup beragam.

Untuk itu, Yoshinoya terus berinovasi dan beradaptasi. Selain meluncurkan variasi menu baru, mereka juga gencar melakukan promosi dan strategi pemasaran. Beragam penawaran menarik kerap dihadirkan, mulai dari diskon, paket hemat, hingga kerja sama dengan berbagai brand lain.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 06 Oct 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 10 Okt 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS