Mendesak, Perbaikan Sistem Kinerja di Tubuh Kemenkumham

Kusumawati - Kamis, 14 Oktober 2021 09:27 WIB
Trubus Rahadiansyah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti

SOLO (Soloaja.co) - Pasca munculnya sejumlah masalah di bidang hukum, khususnya carut marut sistem peradilan dan lembaga pemasyarakatan, sejumlah pengamat hukum melihat belum adanya upaya perbaikan di tubuh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Bahkan secara gamblang, Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai Dirjen PAS yang dijabat Irjen Pol Reynhard SP Silitonga selama ini tidak mampu menangani berbagai kasus yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan (lapas) maupun di Rumah Tahanan (rutan).

“Temuan masalah bukannya makin mereda, namun justru makin bertambah dibuktikan dengan berbagai pemberitaan media yang mengungkap bermacam-macam kejahatan di dalam lapas maupun rutan.” Ungkap Trubus, melalui rilis kepada awak media, Kamis 14 Oktober 2021.

Disebutkan diantaranya temuan itu, seperti peredaran narkoba di dalam lapas, adanya ruang sel mewah, makanan yang disajikan bagi para napi yang kerap dijadikan ajang bisnis. Aktivitas menyimpang diduga menguntungkan Kalapas atau Karutan, terlebih banyak lapas mengalami overload kapasitas.

Bobroknya manajemen pengelolaan, pengawasan, dan pengamanan di lapas yang lemah dinilai menjadi biang persoalan hingga mengundang bahan kritikan para pengamat maupun para ahli.

Terbaru, sejumlah massa juga menggelar aksi unjuk rasa menuntut para pejabat di Kemenkumham penanggung jawab atas permasalahan yang muncul untuk segera mundur dan dicopot dari jabatannya.

Beberapa kasus itu, yakni kasus warga Malaysia, Ahmad Fitri bin MD Latib yang harus kehilangan tiga jari tangannya akibat dipenggal napi bernama Aming di Lapas Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan

Penganiayaan terjadi setelah Ahmad menagih hutang penjualan narkoba yang nilainya sudah mencapai Rp 24 miliar namun disebutkan belum dibayar oleh Aming.

"Sampai sejauh mana kasus tersebut ditangani, sepertinya pelaku tidak terjamah oleh hukum," kata pria asal Purworejo, Jawa Tengah ini.

Sebuah channel YouTube berjudul Bisnis Haram di Penjara Cipinang yakni, peredaran narkoba, jual beli sel tahanan mewah, hingga bisnis makanan bagi para narapidana di Lapas Cipinang bahkan jadi viral.

Kemudian kasus berbeda, yaitu penceramah Bahar bin Smith yang terlibat perselisihan dengan terpidana Very Idham Henyansyah alias Ryan, pembunuh berantai asal Jombang, Jawa Timur di Lapas Gunung Sindur yang berujung perkelahian.

Keributan terjadi awalnya gara-gara persoalan uang ratusan ribu di antara keduanya. Ryan Jombang dikabarkan mengalami luka parah usai dipukuli oleh Bahar Smith.

Dan kasus terbaru terbakarnya Lapas Tangerang hingga menewaskan 48 napi.

"Dirjen PAS mempunyai wewenang cukup besar, ada anggaran dan sebagainya, adanya dana tersebut seharusnya bisa digunakan untuk pembenahan," ujar Trubus.

Semestinya, lanjut dia, harus ada tindakan bagi oknum petugas yang melakukan pelanggaran hukum berat untuk diberi sanksi, baik teguran sampai pemberhentian.

Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta ini, dari sisi leadership Dirjen PAS memang ada masalah. Oleh karenanya kalau tidak mampu mengawasi, mestinya masyarakat diajak untuk berperan dalam pengawasan.

"Ini masalah krusial yang mendesak diselesaikan. Berikan akses masyarakat untuk ikut mengawasi, seharusnya seperti itu. Permasalahan yang terjadi di rutan maupun lapas bak gunung es yang menjadi ancaman besar dan memerlukan penanganan serius," tegasnya.

Ia berpendapat, sistem pengawasan yang belum maksimal menjadi kelemahan mencolok. Dan yang menyedihkan, kasus yang terjadi baik di lapas maupun di rutan seperti budaya yang selalu berulang-ulang.

"Kelemahan dalam pengawasan menjadi problem tersendiri dan dari dulu saya selalu teriak-teriak. Reformasi birokarasi yang belum dibenahi adalah pembenahan internal. Kan sudah ada SOP dan tupoksinya semua, program sudah ada ya seharusnya dilaksanakan saja," katanya.

Trubus juga menduga, masih banyak kasus serupa yang terjadi namun tidak sampai muncul di publik. Sinyal menutup-nutupi kasus yang terjadi di dalam lapas maupun di rutan menjadi catatan tersendiri bagi dirinya.

"Sekali lagi ini masalah integritas orangnya. Kalau memang ada masalah ya ganti saja Dirjen, Kanwil hingga Kalapas sampai sipir diberi sanksi sesuai aturan hukum dan digeser kedudukannya," tandasnya.

Untuk itu, ia memberikan masukan tentang pentingnya penguatan dalam aspek transparansi dan pengawasan menggunakan sistem digitalisasi yang bisa diakses publik secara terbuka.

"Ini bisa menjadi solusi agar berbagai kasus hukum yang terjadi di lapas maupun rutan tak lagi muncul. Lapas itu kan masyarakat, jadi dalam pengawasan ya harus berkolaborasi dengan berbagai pihak sehingga akan ada masukan dari pakar, LSM, lembaga lain termasuk media." pungkasnya.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS