Makam Petilasan Keraton Kartasura Gelar Tradisi Besik Sadranan
SUKOHARJO (Soloaja.co) - Tradisi ziarah kubur atau sadranan menjelang Ramadan sudah menjadi ritual turun temurun dilakukan warga, sejak jaman kuno. Salah satunya di makam kawasan bekas Keraton Kartasura yang dikemas dengan nuansa berbeda. Mengawali bulan suci warga ramai - ramai menggelar doa untuk arwah para leluhur, Minggu 4 April 2021.
Tahun ini, acara Sadranan di bekas Keraton Kartasura yang digagas Kartasura Bergerak, wadah warga dari berbagai komunitas di Kartasura.
Yang menjadi istimewa Besuk Sadranan juga dikemas dengan kirab 15 tumpeng dan dihadiri langsung oleh putri Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Raja Keraton Surakarta, yakni GKR Wandasari Koes Moertiyah bersama suami KP Eddy Wirabhumi, disertai kerabat-kerabat keraton lainnya.
Tidak hanya itu, anggota DPR RI dari Fraksi PKB Mohammad Toha yang memiliki leluhur dimakamkan di kawasan bekas keraton tersebut, juga berziarah beserta istri dan anaknya. Meskipun kehadirannya tidak bersamaan dengan rombongan Gusti Moeng, namun itu menunjukkan betapa bermaknanya tradisi Sadranan ini.
"Ini kakek dan nenek saya yang dimakamkan disini. Sekarang kawasan bekas keraton ini ditutup untuk pemakaman umum. Istilahnya ada moratorium karena mungkin sudah penuh. Tapi itu baik untuk menjaga kelestarian situs keraton ini," kata Toha.
Sebagai bahan edukasi kepada generasi muda, ia berharap agar kawasan bekas keraton ini lebih diperhatikan. Khususnya kebersihan dan penataan jalan masuk. Setidaknya ada penanda fisik bahwa di Kartasura pernah berdiri sebuah kerajaan besar yang merupakan bagian dari sejarah sebelum berdirinya Indonesia.
"Misalnya di pintu masuk dibuatkan gapura, kemudian ada penerangan di kanan kirinya maupun diluar tembok yang merupakan satu- satunya bentuk fisik bangunan keraton yang masih tersisa," ujarnya.
Sementara, koordinator pelaksana Sadranan di kawasan makam bekas Keraton Kartasura, Bagus Sigit Setiawan mengatakan, acara tradisi Sadranan sebenarnya rutin digelar setiap menjelang datangnya bulan Ramadan.
“Sebelumnya kami bersama- sama dengan kelompok masyarakat dan ahli waris yang peduli dengan keberadaan bekas keraton ini gotong royong bersih-bersih makam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengangkat kembali situs Keraton Kartasura karena kondisinya kurang terawat, bahkan pagar temboknya hampir roboh.” Kata Bagus Sigit.
Kirab 15 buah tumpeng yang dilakukan, sumbangan dari komunitas pemuda dan masyarakat Kartasura. Diantaranya Untung Suropati, Gaspol, Sabagiri, pawartos, Kartasura greget, Banser, IPPNU, Fatayat, perguruan silat perisai diri, Ansor.
"Besar harapan kami ada perhatian lebih untuk merawat sisa-sisa peninggalan Keraton Kartasura ini, karena selama ini kurang terawat. Bahkan, saat kami mau membersihkan pun ada hambatan terkait tata cara membersihkan situs," ujarnya.
Perlu diketahui, di kawasan ini terdapat sejumlah makam para selir raja. Diantaranya Bendoro Raden Ayu Adipati Sedah Mirah, Selir PB IX seorang ahli politik dan perang.
Hal itu juga disampaikan oleh Mas Ngabehi Suryo Hastono Hadiprojonagoro, juru kunci Hastana petilasan Keraton Kartasura, atau penjaga makam di kawasan bekas keraton tersebut.
"Tradisi sadranan ini sudah mulai digelar sejak 1945. Sejak itu rutin hingga sekarang dan akan digelar menerus. Untuk makam umum sudah cukup lama. Tapi sejak 2010 sampai sekarang sudah tidak boleh untuk siapapun. Bahkan untuk kerabat keraton juga tidak bisa," pungkasnya.