Gending Ketawang Menceritakan Berbagai Bunga Menggambarkan Rasa, Persembahan Mangkunegara IV Untuk Istrinya
SOLO (Soloaja.co) - Prosesi sakral pemakaman Mangkunagoro IX diiringi empat Gending. Yakni Gending Ketawang, Gending Menyan Kobar, Gending Kaler Megeng dan Gending Renyep. Diantara keempat Gending, Gending Ketawang atau juga dikenal Ketawang Puspowarno menjadi yang paling utama.
Mari mengenal sejarah Gending Ketawang yang salah satu keistimewaannya adalah menjadi satu-satunya musik Jawa yang dibawa ke luar angkasa saat peluncuran perdana pesawat luar angkasa Voyager oleh NASA, tahun 1977.
Dilansir dari Ullensentalu.com Gending Ketawang Puspawarna pertama kali direkam oleh salah seorang pakar musik dunia, Prof. Robert E. Brown. Proses rekaman dilakukan pada akhir tahun 1960-an dalam rangka siaran radio perayaan ulang tahun Paku Alam. Waktu itu, Gending Ketawang Puspawarna dimainkan dengan gamelan Istana Paku Alam yang diarahkan oleh KRT Wasitodipuro.
Biasanya, musik ini dibawakan sebagai tanda kedatangan sang pangeran atau sebagai pengiring tarian. Lirik pada musik ini menceritakan tentang berbagai jenis bunga yang melambangkan suasana, rasa, atau nuansa. Lirik ini dipersembahkan oleh Mangkunegara IV (1853-1881) untuk mengenang istri dan selirnya.
Sebelum muncul istilah karawitan, istilah-istilah gong dan gamelan telah dipakai di lingkungan masyarakat tradisi Jawa. Proses penyusunan gending Ketawang Puspawarna dilatarbelakangi adanya sajian karawitan klenengan oleh Paku Buwono IX dipesanggrahan Langenharja yang mengetengahkan Ladrang Pangkur paripurna laras slendro pathet sanga dengan disertai gerongan.
Lagu gerongan pada masa itu merupakan kejutan baru, karena menurut gotek di kalangan pengrawit sepuh Keraton Surakarta, bahwa masa itu selain untuk Bedaya dan Serimpi belum ada gending yang mempunyai gerong, tetapi setelah peristiwa Pangkur Paripurna tersebut lalu timbul gending-gending gerongan.
Pada masa pemerintahan Mangkunegoro IV, Mangkunegaran mencapai puncak kejayaannya.
Pihak istana Mangkunegaran menulis kurang lebih 42 buku, di antaranya Serat Wedhatama, dan beberapa komposisi gamelan. Salah satu karya komposisinya yang terkenal adalah Ketawang Puspawarna tersebut.
Atas jasa kepujanggaannya, khususnya dalam penulisan Serat Wedhatama, MN IV mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah RI melalui Keppres RI nr. 33/TK/Tahun 2010 secara anumerta, yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada perwakilan kerabatnya pada tanggal 3 November 2010.
Perkembangan gending Ketawang Puspawarna di masyarakat, disamping kepedulian dari pengrawit istana untuk menyebarluaskan, juga ditunjang beredarnya kaset dan siaran-siaran karawitan.
Sampai Luar Angkasa
Pada Agustus 1977, Badan Ruang Angkasa Amerika, NASA, meluncurkan dua buah wahana antariksa bernama Voyager I dan II. Wahana itu bertugas untuk melakukan pengamatan pada planet-planet luar seperti Jupiter, Saturnus, dan Uranus. Wahana itu kemudian bergerak meninggalkan Bumi dengan kecepatan 17 kilometer per detik.
Dua wahana itu masing-masing dilengkapi oleh piringan tembaga berlapis emas dengan diameter 12 inchi. Piringan ini berisi rekaman pesan-pesan dari Bumi sebagai ucapan salam kepada makhluk luar angkasa manapun yang mampu menemukannya. Dipercaya, piringan ini mampu bertahan hingga 500 juta tahun dan diyakini sebagai produk terawet yang pernah diciptakan umat manusia.
Selain rekaman suara, di dalam piringan itu juga terdapat 26 komposisi musik dari berbagai kebudayaan yang berbeda. Salah satu komposisi musik itu di antaranya adalah sebuah musik dari Jawa bernama Gending Ketawang Puspawarna.
Gending itu menjadi satu-satunya komposisi musik khas Indonesia yang turut diterbangkan ke luar angkasa bersama wahana itu. Lalu sebenarnya seperti apa musik tersebut dan mengapa dipilih untuk mewakili musik Indonesia dalam menjelajahi luar angkasa.
Prof Robert E. Brown memilih Gending Ketawang Puspawarna dilibatkan untuk misi Voyager, karena keindahan dan komposisi musik yang tidak terlalu panjang yakni hanya 4:43 menit. Selain itu sistem nadanya sangat berbeda sehingga pendengarnya mampu membandingkannya dengan komposisi musik lain yang ada dalam piringan itu.
Maka mulai saat itu, musik tradisional Jawa mulai dikenal oleh masyarakat dunia, terutama setelah peluncuran perdana Voyager di Pasadena. Semua yang mendengar musik itu akan segera tahu bahwa sistem nada pada musik tradisional Jawa berbeda dari komposisi musik dunia lainnya.
Disadur dari berbagai sumber