Dukung Hak Cipta, Studio Ghibli Desak OpenAI Tak Gunakan Karyanya untuk AI

Redaksi Daerah - Rabu, 05 November 2025 18:49 WIB
Studio Ghibli Desak OpenAI Tidak Menggunakan Karyanya untuk Latih Model AI

JAKARTA – Asosiasi Distribusi Konten Luar Negeri Jepang (CODA), yang mewakili berbagai penerbit dan studio besar termasuk Studio Ghibli, dilaporkan telah mengirim surat resmi kepada OpenAI.

Dalam surat tersebut, mereka menuntut agar OpenAI menghentikan penggunaan materi berhak cipta untuk melatih model kecerdasan buatannya tanpa izin.

Studio Ghibli yang dikenal lewat film legendaris seperti Spirited Away dan My Neighbor Totoro, menjadi salah satu pihak yang paling terdampak oleh maraknya alat pembuat gambar berbasis AI yang meniru gaya ilustrasi khas mereka.

Sejak peluncuran generator gambar milik OpenAI pada bulan Maret, banyak pengguna meminta perangkat lunak itu untuk mengubah foto selfie atau hewan peliharaan mereka menjadi versi bergaya Ghibli. Bahkan CEO OpenAI Sam Altman sempat mengganti foto profilnya di X dengan versi Ghiblified-nya.

Hayao Miyazaki, salah satu tokoh kreatif utama di Studio Ghibli, belum memberikan komentar langsung mengenai maraknya tiruan karya-karyanya yang dihasilkan oleh AI belakangan ini.

Namun, ketika ia diperlihatkan animasi 3D buatan AI pada tahun 2016, Miyazaki mengaku merasa sangat jijik. “Saya tidak bisa menonton hal seperti ini dan menganggapnya menarik,” ujar Hayao Miyazaki, dilansir dari Business Today.

“Saya merasa hal ini merupakan penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri,” sambungnya. Surat dari CODA tersebut muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran para kreator media di Jepang mengenai cara pelatihan model AI.

Menjelang rencana OpenAI untuk memperluas akses ke generator video Sora, CODA meminta perusahaan tersebut untuk tidak menggunakan karya para anggotanya dalam proses pembelajaran mesin tanpa izin eksplisit.

Sebelumnya, OpenAI telah menghadapi kritik karena dianggap menerapkan pendekatan gunakan dulu, minta maaf kemudian terhadap konten berhak cipta.

Alat-alat buatan perusahaan itu memungkinkan pengguna membuat versi AI dari karakter terkenal maupun tokoh publik yang sudah meninggal, sehingga memicu protes dari berbagai pihak, termasuk Nintendo dan pihak pengelola warisan Dr. Martin Luther King Jr.

Para ahli hukum mengatakan OpenAI dapat memilih untuk mematuhi permintaan tersebut secara sukarela, namun jika menolak, para pemegang hak cipta yang dirugikan bisa menempuh jalur hukum.

Secara global, undang-undang hak cipta memang belum sepenuhnya menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi AI.

Namun, CODA berpendapat praktik seperti itu bisa dianggap sebagai pelanggaran yang jelas terhadap undang-undang hak cipta di Jepang, dan berpotensi menjadi preseden hukum baru terkait pelatihan data AI serta kepemilikan karya kreatif.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 04 Nov 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 05 Nov 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS