Doodle Exclusive Baby Care Gandeng Psikolog Farraas Bahas tips Atasi Baby Blues

Kusumawati - Selasa, 03 Oktober 2023 09:34 WIB
Psikolog anak dan keluarga, Farraas Afiefah Muhdiar M.Sc M.Psi, (Istimewa )

SOLO (Soloaja.co) - Doodle Exclusive Baby Care kembali menyapa konsumen dan masyarakat Indonesia dalam perbincangan live Instagram. Kali ini membahas Sindrom baby blues pasca melahirkan masih menjadi momok sejumlah ibu yang baru melahirkan.

Apa baby blues itu sebenarnya? Bagaimana ciri-cirinya dan bagaimana cara penanganannya? Simak pembahasannya bersama Farraas A Muhdiar, M.Sc M.Psi, seorang psikolog.

Farraas menjelaskan dalam psikologi, istilah Baby blues merupakan sesuatu yang wajar terjadi dan bahkan kemungkinan terjadi sangat besar. Ketika menjadi ibu banyak perubahan dari segi fisik, bahkan perkembangan otak juga berubah.

“Saat seorang Wanita baru saja melahirkan dan menjadi ibu, otak akan berkembang dan didesign menjadi lebih responsive terhadap anak. Bahkan ketika hamil dan menjadi ibu banyak yang mengalami mudah pikun juga tidak fokus. Selain itu, perubahan badan juga berubah secara signifikan. Hal inilah yang membuat sebagian orang menjadi tidak nyaman karena perubahan mulai dari hamil hingga melahirkan yang mengalami perubahan bentuk. Mempunyai anak, merasa anak sangat bergantung pada ibu,” terang Farras kepada Doodle Exclusive Baby Care.

Ditambahkan Ayas, begitu panggilannya baby blues wajar terjadi dan tidak berbahaya. Ada beberapa jenis baby blues yakni postpartum depression yang biasanya menyakiti diri sendiri, juga ada depresi yang lebih ekstrim yakni Postpartum Resources. Jenis depresi ini tidak bisa membedakan realita, halusinasi, bisikan-bisikan bahkan mampu menyakiti diri sendiri bahkan bayinya.

“Intinya baby blues sesuatu sangat normal terjadi. Bahkan sebesar 70 hingga 80 persen ibu mengalami baby blues. Ini merupakan tanda bahwa ibu bertransisi dan mungkin butuh waktu untuk beradaptasi. Baby blues sendiri tandanya perubahan mood menjadi lebih sedih, tiba-tiba nangis, lebih mudah cemas. Hampir semua ibu baru mengecek bayinya, baik apakah bayi bernapas, cemas Air Susu Ibu (ASI) cukup atau tidak, masih bisa melakukan aktifitas seperti biasanya biasanya tidak berlangsung lama terjadi beberapa hari setelah persalinan dan tidak berkepanjangan,” ungkapnya.

Psikolog anak dan keluarga ini mengungkapkan jika baby blues tidak bisa 100% dihindari, bahkan psikolog pun tidak bisa terbebas dari baby blues. Untuk itu, perlunya sebelum melahirkan seorang ibu bersiap-siap membaca literatur yang seperlunya, karena jika terlalu banyak pun juga tidak baik. Hal ini membuat ibu menjadi lebih khawatir, dan lebih cepat. Untuk menghindari baby blues yang perlu dilakukan adalah istirahat cukup, makan cukup.

“Baby blues tidak bisa dihindari, tetapi bisa dipulihkan dengan dukungan dari suami dan lingkungan sekitar. Ketika menjadi ibu, semua hidup kita buat bayi. Dikatakan Penting atau tidak support system sangat dibutuhkan oleh seorang ibu yang baru saja melahirkan. Disini Orang lain berfungsinya untuk mengingatkan, kita juga butuh menikmati diri sendiri. Jika kurang tidur membuat mood menjadi rusak. Memperhatikan kebutuhan ibu sebagai manusia dan butuh orang lain paling tidak mencegah supaya baby blues tidak berlangsung lama dan berkepanjangan,” kata Farraas.

Farraas menambahkan pentingnya mempersiapkan mental pasca persalinan. Persiapan ini sangat penting dilakukan tidak hanya ibu, juga ayah perlu dilakukan. Mendalami tentang persiapan pasca persalinan, dengan ilmu ini ibu akan mampu menerima dan beradaptasi dengan baik. Selain itu, pentingnya support sistem dalam mengasuh bayi yang baru yang baru lahir sehingga ibu terhindar dari baby blues.

“Support dari orang-orang terdekat sangat dibutuhkan dan berparuh, ibunya juga penting didukung. Ketika ekspektasi diluar dari pemikiran ibu akan membuat ibu lebih cemas. Ilmu yang tidak cukup akan mudah goyah, down dan berpengaruh termasuk perubahan mood, dengan ilmu-ilmu yang kita miliki kita mampu menerima dan beradaptasi dengan baik,” katanya lagi.

Farraas, menerangkan pentingnya mengkomunikasikan hal-hal yang penting di awal sebelum persalinan dengan suami serta orang disekitar. Dengan belajar bersama pasangan dan orang sekitar kita bisa mempersiapkan diri untuk belajarnya bersama-sama mempersiapkan bayi yang akan lahir.

Kegiatan ini nantinya akan bermanfaat untuk mensupport ibu, juga bisa membantu mengurus bayi yang baru lahir. Misalnya perlunya mengikuti kelas bersama untuk mempelajari bagaimana mengurus bayi.

“Komunikasi disini diperlukan untuk mempersiapkan ibu dan orang sekitar untuk menyambut bayi yang akan lahir. Secara bersama-sama mempelajari bagaimana cara mengurus anak untuk itu penting dipelajari sebelum bayi lahir. Selain itu, perlunya komunikasi disini untuk menghindari timbul permasalahan yang baru. Kita tidak bisa selalu mengharapkan pasangan atau orang yang di rumah mengetahui maksud dari kita,” ungkapnya.

Wanita yang berprofesi sebagai psikolog ini menyatakan perlunya seorang ibu untuk datang ke ahli psikolog adalah ketika merasa apa yang dirasakan sudah mengganggu fungsi ibu sehari-hari dalam menjalankan tugas dengan baik di rumah. Misalnya Ibu tidak bersemangat saat bermain atau menyusui anak serta tidak ada energi lagi. Akan muncul pikiran-pikiran menyakiti diri atau menyakiti anak, melihat ini dibutuhkan pasangan perlu sigap membawa istri ke psikolog.

“Dalam posisi ini ibu akan merasa diposisi ini merasa salah. Untuk itu perlunya mendatangi Psikolog. Disini ibu mencari teman bercerita atau butuh teman yang netral untuk bercerita. Karena merasakan support sistem tidak mendukung dan ibu ingin mengetahui apakah dirinya sudah benar atau belum,” katanya.

Perlu diketahui bahwa baby blues terjadi beberapa hari dan maksimal 2 minggu, jika berkepanjangan berarti bukan baby blues. Baby blues sendiri tidak membuat ibu lupa akan menjalankan perannya, jika lebih dari 2 minggu perlunya seorang ibu untuk mengunjungi tenaga yang lebih profesional. Untuk itu, pentingnya mempersiapkan kesiapan fisik sebelum memiliki peran sebagai ibu.

Dalam wawancaranya, ayas menuturkan jika salah satu tantangan ibu masa kini bahwa menjadi ibu memiliki plus minus, yang akan tetap berpengaruh pada kesehatan mental. Ketika jadi ibu, terutama anak pertama, tiba-tiba semua orang memberi saran. Untuk itu perlunya belajar, untuk memfilter apa saja yang bisa menjadi masukan.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS