Dari Utang hingga Krisis, Ini Alasan Negara Bisa Runtuh Secara Ekonomi

Redaksi Daerah - Selasa, 06 Mei 2025 10:24 WIB
Menguak Penyebab Mengapa Suatu Negara Bisa Runtuh Secara Ekonomi (Freepik)

JAKARTA - Kebangkrutan negara, atau lebih tepatnya default, terjadi ketika sebuah negara tidak mampu memenuhi kewajiban membayar utang luar negeri atau komitmen finansial lainnya. Berbeda dengan individu atau perusahaan yang bisa menjalani proses hukum seperti pailit atau likuidasi, negara yang mengalami kebangkrutan tetap ada secara hukum dan berdaulat.

Meski begitu, dampaknya bisa sangat besar dalam berbagai aspek—ekonomi, sosial, dan politik. Biasanya, situasi ini memicu krisis yang meluas: nilai mata uang anjlok, inflasi melonjak, sistem keuangan goyah, munculnya gelombang protes, bahkan pergantian pemerintahan.

Dalam catatan sejarah modern, sejumlah negara pernah mengalami kebangkrutan karena berbagai faktor, mulai dari korupsi, pengelolaan fiskal yang buruk, konflik politik, hingga utang yang tak terkendali atau krisis ekonomi global.

Artikel ini akan mengulas kasus nyata kebangkrutan negara-negara di berbagai belahan dunia, termasuk penyebab, kronologi, dampak, dan pelajaran yang bisa dipetik.

1. Argentina: Kebangkrutan Berulang dalam Sejarah Modern

Latar Belakang:

Argentina adalah contoh klasik negara yang mengalami kebangkrutan berulang. Negara ini pernah gagal bayar utang pada 1982, 1989, 2001, dan terakhir pada 2020.

Kronologi Singkat Krisis 2001:

  • 1990-an: Argentina mengadopsi sistem currency board, di mana peso dipatok 1:1 terhadap dolar AS.
  • Awalnya sukses meredam inflasi, namun membuat negara kehilangan fleksibilitas moneter.
  • Pemerintah terus menerbitkan obligasi dalam dolar untuk membiayai defisit.
  • Saat dolar menguat dan ekspor Argentina melemah, pendapatan negara anjlok.
  • 2001: Negara gagal membayar utang sebesar US$100 miliar — salah satu default terbesar dalam sejarah.
  • Disusul oleh kerusuhan massal, runtuhnya perbankan, dan 5 presiden berganti dalam 2 minggu.

Penyebab Utama:

  • Utang luar negeri terlalu besar dalam mata uang asing.
  • Kegagalan dalam reformasi struktural.
  • Ketergantungan pada dana pinjaman luar negeri.
  • Ketidakstabilan politik dan populisme fiskal.

2. Yunani: Krisis Utang dan Bencana Eurozone

Kronologi Krisis 2010:

  • 2001: Yunani bergabung ke zona Euro, namun menyembunyikan sebagian besar utangnya melalui akuntansi kreatif.
  • Setelah krisis finansial global 2008, para investor mulai mempertanyakan kesehatan fiskal Yunani.
  • 2009: Terungkap bahwa defisit fiskal Yunani mencapai 15% dari PDB.
  • 2010-2015: Yunani menerima tiga paket bailout dari UE dan IMF senilai lebih dari €260 miliar, dengan syarat penghematan ketat.
  • Terjadi pemangkasan utang sektor swasta (PSI), pengangguran mencapai 27%, dan ekonomi menyusut lebih dari 25%.

Penyebab Utama:

  • Manipulasi statistik fiskal.
  • Pemborosan anggaran negara dan korupsi.
  • Ketidakmampuan menyesuaikan diri dalam sistem mata uang tunggal (Euro).
  • Krisis perbankan dan kepercayaan pasar yang runtuh.

3. Venezuela: Bangkrut Karena Ketergantungan Minyak dan Salah Urus Ekonomi

Kronologi Krisis:

  • 2000-an: Venezuela di bawah Hugo Chávez dan Nicolás Maduro mengandalkan minyak sebagai sumber devisa utama (lebih dari 90% ekspor).
  • Pendapatan minyak digunakan untuk subsidi besar-besaran dan program populis.
  • 2014: Harga minyak dunia jatuh. Venezuela kehilangan sumber utama pendapatan negara.
  • Pemerintah mencetak uang secara masif → hiperinflasi.
  • 2017: Venezuela gagal membayar utang obligasi.
  • Terjadi keruntuhan ekonomi total, jutaan rakyat melarikan diri ke luar negeri.

Penyebab Utama:

  • Ketergantungan tunggal pada komoditas (minyak).
  • Kebijakan populis tanpa perhitungan fiskal.
  • Korupsi dan nasionalisasi yang tidak efisien.
  • Pencetakan uang tanpa kontrol → hiperinflasi.

Baca Juga: Melihat Ongkos Berat Pemekaran Daerah

4. Sri Lanka: Krisis Mata Uang dan Gagal Bayar Utang 2022

Kronologi:

  • 2010-2020: Pemerintah Sri Lanka meminjam dalam jumlah besar dari Tiongkok dan pasar internasional untuk membangun infrastruktur.
  • Pandemi COVID-19 menghancurkan sektor pariwisata, sumber devisa utama negara.
  • Kebijakan pemotongan pajak drastis pada 2019 memperparah defisit fiskal.
  • Pemerintah melarang impor pupuk kimia (untuk pertanian organik), hasilnya: gagal panen besar-besaran.
  • April 2022: Sri Lanka gagal membayar utang luar negeri sebesar US$51 miliar.
  • Demonstrasi besar-besaran menumbangkan Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Penyebab Utama:

  • Pengelolaan fiskal buruk.
  • Keputusan ekonomi yang tidak berbasis data.
  • Ketergantungan pada utang luar negeri.
  • Ketiadaan cadangan devisa akibat penurunan pariwisata dan ekspor.

5. Zimbabwe: Hiperinflasi Ekstrem dan Runtuhnya Nilai Uang

Kronologi:

  • 1990-an: Pemerintah Zimbabwe melakukan reforma agraria radikal—merampas tanah dari petani kulit putih dan mendistribusikannya ke pendukung politik.
  • Produksi pertanian runtuh → krisis pangan dan ekspor menurun.
  • Untuk membiayai anggaran, pemerintah mencetak uang besar-besaran.
  • 2008-2009: Inflasi mencapai 89.7 sextillion persen per bulan.
  • Uang Zimbabwe tidak lagi digunakan. Negara akhirnya mengadopsi dolar AS.

Penyebab Utama:

  • Salah urus ekonomi agraria.
  • Pencetakan uang secara berlebihan.
  • Korupsi dan ketidakpercayaan terhadap institusi negara.

6. Lebanon: Gagal Bayar dan Runtuhnya Sistem Keuangan

Kronologi:

  • Sistem perbankan Lebanon selama bertahun-tahun menjalankan skema mirip "Ponzi": bank menjanjikan bunga tinggi untuk menarik dolar, yang kemudian digunakan untuk membiayai utang pemerintah.
  • 2019: Demonstrasi meledak akibat pajak baru dan ketidakpuasan publik.
  • 2020: Negara resmi gagal bayar utang internasional sebesar US$1,2 miliar.
  • Pound Lebanon anjlok lebih dari 90%. Bank membekukan rekening nasabah.
  • Akses terhadap uang tunai dan kebutuhan pokok menjadi sangat sulit.

Penyebab Utama:

  • Model ekonomi yang tidak berkelanjutan.
  • Korupsi dan patronase politik.
  • Ketergantungan ekstrem pada utang dan remitansi.

7. Rusia (1998): Krisis Rubel dan Gagal Bayar

Kronologi:

  • Akhir 1990-an, Rusia dililit utang pasca-Uni Soviet dan sangat tergantung pada ekspor minyak dan gas.
  • 1997-1998: Krisis finansial Asia dan jatuhnya harga minyak memukul ekonomi Rusia.
  • Pemerintah tidak mampu membayar obligasi domestik dan membiarkan rubel terdepresiasi drastis.
  • Agustus 1998: Rusia menyatakan gagal bayar dan men-devaluasi mata uangnya.

Penyebab Utama:

  • Ketergantungan pada komoditas.
  • Volatilitas global yang tidak diantisipasi.
  • Utang jangka pendek yang membebani anggaran negara.

Faktor Umum Penyebab Kebangkrutan Negara

  1. Utang Luar Negeri yang Berlebihan
    Terutama jika utang tersebut dalam mata uang asing dan tidak didukung oleh cadangan devisa yang cukup.
  2. Korupsi dan Tata Kelola yang Buruk
    Sistem pemerintahan yang lemah mempercepat kehancuran ekonomi karena anggaran diselewengkan.
  3. Ketergantungan pada Komoditas
    Negara-negara yang hanya mengandalkan satu sektor, seperti minyak atau pariwisata, sangat rentan terhadap guncangan eksternal.
  4. Populisme dan Kebijakan Fiskal Tidak Rasional
    Pemerintah yang menjalankan program-program populer tapi tidak berkelanjutan secara fiskal sering kali membawa negara ke tepi jurang.
  5. Ketidakpercayaan Pasar dan Investor
    Kepercayaan adalah modal utama dalam utang negara. Sekali rusak, biaya pinjaman melonjak drastis.

Dampak Sosial dan Politik dari Kebangkrutan Negara

  • Kemiskinan dan Pengangguran Masif
    Program sosial terhenti, subsidi dihapus, dan harga-harga melambung.
  • Ketidakstabilan Politik
    Banyak pemerintahan tumbang setelah krisis (Argentina, Yunani, Sri Lanka).
  • Emigrasi Massal
    Krisis yang berkepanjangan mendorong jutaan warga meninggalkan negara mereka (Venezuela, Zimbabwe).
  • Krisis Kepercayaan terhadap Demokrasi
    Di beberapa kasus, krisis ekonomi memicu naiknya pemimpin otoriter yang menjanjikan solusi cepat.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 05 May 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 06 Mei 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS