Catatan Hitam Hari Buruh 2025: Jurnalis Jadi Korban Represi

Redaksi Daerah - Selasa, 06 Mei 2025 17:36 WIB
Daftar Kekerasan pada Jurnalis di Hari Buruh 2025, Represi Terjadi Lagi?

JAKARTA—Kasus kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di era pemerintahan Prabowo Subianto. Kali ini, sejumlah wartawan mengalami tindakan represif dari aparat kepolisian saat meliput peringatan Hari Buruh 2025 di berbagai kota.

Peristiwa ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan mencederai prinsip demokrasi. Terlebih lagi, aksi kekerasan tersebut terjadi saat jurnalis tengah menjalankan tugas untuk menyampaikan suara para buruh yang belakangan ini makin terpinggirkan. Berikut ini adalah rangkaian insiden kekerasan terhadap jurnalis pada Hari Buruh 2025.

Wartawan Tempo Diintimidasi hingga Dipiting

Jurnalis Tempo yang bertugas di Semarang, Jamal Abdun Nasr, menjadi korban kekerasan polisi saat meliput demonstrasi Hari Buruh di gerbang pintu Kantor Gubernur Jawa Tengah dan di gerbang pintu Undip di Pleburan Semarang, Kamis, 1 Mei 2025.

Jamal mendapatkan intimidasi serta kekerasan berupa pitingan di leher dan hendak dibanting di sekitar Kantor Gubernur. Padahal, di lokasi saat itu ada Wakil Kepala Polda Jawa Tengah, Brigjen Latief Usman. “Saya dikepung dan dipukul sejumlah polisi,” ujar Jamal dalam keterangannya dikutip Jumat, 2 Mei 2025.

Jamal kembali mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan saat meliput pengepungan aparat kepolisian dan preman di depan pintu gerbang utama kampus Undip Pleburan, Kamis malam. Meski telah menunjukkan identitas pers, Jamal tetap dipukuli oleh aparat.

Jurnalis Pers Mahasiswa Ikut jadi Korban

Masih di Semarang, lima anggota pers mahasiswa (persma) turut menjadi korban represi aparat saat meliput Hari Buruh. Seorang pemimpin redaksi pers mahasiswa berinisial DS diduga dipukuli aparat berpakaian preman saat merekam kekerasan polisi terhadap demonstran.

Insiden itu membuatnya mengalami luka robek di wajah dan harus mendapatkan jahitan. Dua anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Justisia Universitas Islam Negeri (UIN) Semarang dan dua anggota LPM Vokal Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) juga menjadi korban represi aparat saat meliput Hari Buruh.

Kekerasan Terhadap Jurnalis di DPR

Sementara itu, jurnalis ProgreSIP berinisial Y mengalami kekerasan aparat saat meliput peringatan Hari Buruh di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis. Kekerasan terjadi saat polisi memukul mundur massa sekitar Kamis sore. Saat itu Y merekam situasi kacau tersebut untuk bahan liputan.

Saat melaksanakan tugasnya, Y tiba-tiba diteriaki anarko oleh sekelompok orang tak berseragam yang diduga kuat anggota kepolisian. Y pun mendapatkan kekerasan fisik oleh sekitar 10 orang meskipun telah menunjukkan kartu persnya. Kekerasan itu berupa cekikan, menarik badan, memukul, hingga memiting leher.

Mereka juga menggeledah saku Y dan memaksanya menghapus rekaman video, yang tidak dituruti oleh Y. Para pelaku baru menyingkir setelah seorang anggota LBH meyakinkan bahwa Y memang seorang jurnalis. Kekerasan tersebut membuat Y sempat sesak napas dan syok.

Pelanggaran Serius Terhadap Kebebasan Pers

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan, mengatakan rentetan peristiwa tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan mencoreng wajah demokrasi.

Aris menerangkan jurnalis berhak mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi tanpa tekanan dan kekerasan. Kekerasan terhadap jurnalis, imbuhnya, bukan insiden biasa karena mengancam publik mendapatkan ha katas informasi. Dia pun menyebut aparat yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggar hukum.

“Kami mengecam tindakan represif ini dan mendesak agar pelakunya diusut tuntas," ujarnya. Sementara itu, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) turut mengecam represivitas aparat terhadap jurnalis di peringatan Hari Buruh 2025.

Baca Juga: Perlindungan Terhadap Kebebasan Pers di Indonesia Belum Ideal

Ketua Umum Sindikasi, Ikhsan Raharjo, mengingatkan kerja-kerja jurnalistik dijamin UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Dia pun menuntut Kapolda Metro Jaya Jakarta mencopot pimpinan polisi yang bertanggungjawab terhadap pengamanan aksi di DPR.

“Sikap polisi yang serampangan menuduh jurnalis adalah anarko lalu melakukan kekerasan merupakan serangan langsung terhadap kebebasan pers,” ujarnya. Sindikasi menyerukan solidaritas kepada komunitas jurnalis dan elemen masyarakat sipil untuk mengutuk kekerasan dan mengawal penegakan hukum sampai tuntas.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 02 May 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 06 Mei 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS