Bertentangan dengan Peraturan, KTR Membingungkan Pengusaha
Bertentangan dengan Peraturan, KTR Membingungkan Pengusaha
Jakarta- Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai positif upaya gugatan uji materi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Bogor Nomor 10/2018 di Mahkamah Agung (MA).
Gugatan dilakukan, antara lain, lantaran kebijakan tersebut memuat larangan pemajangan rokok di tingkat ritel.
“Ini contoh yang buruk. Bogor ini tidak boleh membuat aturan sendiri yang berbeda dengan peraturan di atasnya. Harusnya semua harus sinkron, karena idealnya semua aturan harus diharmonisasi,” tegas Trubus saat dihubungi wartawan di Jakarta (11/02).
Sementara itu, Ketua Departemen Mini Market Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Gunawan Indro Baskoro mengatakan pelaku usaha dibuat bingung terhadap Perda KTR Bogor.
“Peraturan ini saling bertolak belakang dan menimbulkan ketidakpastian usaha,” ujarnya.
Di samping itu, Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, masih memperbolehkan pemajangan produk.
Trubus berharap MA dapat mengabulkan permohonan para pedagang untuk membatalkan beberapa pasal dalam Perda KTR Bogor. Setelah itu, Perda KTR Bogor perlu dikaji dan dievaluasi kembali dengan melibatkan masyarakat agar tidak ada satu pasal pun yang merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Aprindo dan Pemerintah Kota Bogor melakukan pertemuan non-ligitasi yang difasilitasi Kementerian Hukum dan HAM. Kesepakatan pertemuan tersebut menghasilkan bahwa Perda KTR Bogor harus diselaraskan dengan PP 109 Tahun 2012, namun justru diabaikan.
Agar tak lagi membingungkan masyarakat, Gunawan berharap evaluasi terhadap Perda KTR Bogor segera dilakukan. “Di tingkat nasional rokok tidak dilarang dipajang, tapi di Bogor dilarang. Ini menjadi preseden bahwa peraturan di daerah kontradiktif dengan peraturan nasional dan membingungkan pengusaha,” pungkasnya.