Peringati Nuzulul Qur’an, Santri Nurul Hidayah Sambi, Ngaji Diterangi Senthir

Kusumawati - Minggu, 02 Mei 2021 22:44 WIB
Khataman Al Qur'an Nuzulul Qur'an Ponpes Nurul Hidayah Sambi Boyolali (foto:soloaja.co) undefined

BOYOLALI (Soloaja.co) – Salah satu hari istimewa di bulan suci Ramadan adalah Nuzulul Qur’an atau hari diturunkannya Al Qur’an untuk pertama kali. Momentum tersebut diperingati para santri Pondok pesantren (Ponpes) Nurul Hidayah Al Mubarokah yang berada di Desa Sempu; Kecamatan Andong dengan khataman Al Qur’an di lapangan terbuka dengan penerangan senthir (lampu minyak).

“Khataman pengajian ini sudah menjadi tradisi sejak tahun 2005. diawali dengan berbuka puasa bersama di ponpes, selanjutnya para santri melakukan kirab dari ponpes menuju tempat terbuka.” Kata pengasuh ponpes Nurul Hidayah Al Mubarokah Nur Rohman.

Dari 250 santri, 30 santri mengikuti kegiatan khataman Al Qur’an tersebut seorang santri mengaji satu Juz, sehingga dalam semalam akan terselesaikan 30 Juz.

“Supaya menggugah, mengingat anak-anak ini, jaman dahulu sebelum ada listrik masuk juga begini ini suasana untuk mengajinya,” terangnya.

Nur Rohman mengatakan, sebelum pandemi Covid-19 kegiatan tidak hanya diikuti para santrinya, namun juga diikuti masyarakat sekitar. Khataman Al Qur’an di lapangan terbuka tersebut agar menambah konsentrasi santri saat mengaji.

“Kalau sudah di alam terbuka begini, keadaan juga nyaman, bacanya juga sangat-sangat menyentuh ke hati, untuk hadir hati ini ke hadirat keridhaan Allah,” ungkap Nur Rohman.

Terpisah, salah seorang santriwati, Inayaturohmah, mengaku senang dengan kegiatan khataman Al Qur’an yang sudah tiga kali diikutinya. Meski demikian, Ia masih merasakan kesulitan dalam membaca Al Qur’an, karena senthir yang menerangi pada saat mengaji di lapangan terbuka terkadang tertiup angin.

“Kita lebih bisa khusyuk dan bisa mengikuti pelajaran Baginda Nabi [Muhammad] zaman dahulu,” terang Inayaturohmah.

Usai mengaji satu Juz, santriwan Muhammad Syafirul Hidayat mengaku lebih khusyuk pada kegiatan yang sering diikuti setiap tahunnya.

“Kita bisa merasakan ketenangan, khusyuk yang lebih khusyuk. Kita bisa merasakan pada zaman dahulu dikala tidak ada listrik,” terangnya Muhammad singkat.

RELATED NEWS