Geliat Wisata Desa Bugisan Prambanan, ‘Menjual’ Kisah Asmara Dibalik Kisah Candi Plaosan

Lutfia Dinara - Senin, 19 Desember 2022 01:34 WIB
Candi Kembar Plaosan potensi wisata desa Bugisan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah (soloaja)

KLATEN (Soloaja.co) - Makna pluralisme dan toleransi nampaknya begitu melekat di sejarah bangunan peninggalan kerajaan di Indonesia. Tidak terkecuali kisah dibalik salah satu peninggalan kerajaan Mataram Hindu pada awal abad 9 masehi, yakni Candi Plaosan.

Candi kembar yang terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini menjadi saksi bisu di mana pernikahan berbeda agama sudah ada sejak zaman lampau.

Berdasarkan catatan prasasti Cri Kahulan 842 masehi yang ditulis oleh sejarawan De Capris memaparkan awal mula berdirinya bangunan sejarah ini di mulai saat Ratu Sri Kahulun atau Pramodhawardani yang memeluk agama Budha menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu. Pramodhawardani merupakan putri Raja Samarattungga dari Wangsa Syailendra.

Maka tak heran, jika corak Candi Plaosan memiliki dua identitas, yakni Hindu dan Budha. Pahatan yang terdapat pada bangunanCandi Plaosan sangat halus dan rinci, mirip dengan yang terdapat di Candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi Sari.

Memperkuat catatan prasasti Cri Kahulan, ketua kelompok sadar wisata (pokdarwis) Desa Bugisan, Rudi Riono mengungkapkan bahwa filosofi keberadaan Candi Plaosan membuat eksistensi candi untuk bangkit bersama Indonesia begitu melekat antara korelasi cinta berbeda agama dan toleransi.

“Kisah penyatuan cinta dari Pramodhawardani dengan Rakai Pikatan, dengan perbedaan agama membuat candi ini menjadi tenar dan menginspirasi tentang romantisme dan toleransi,” kata Rudi Kamis, 1 Desember 2022.

Kisah cinta beda agama ini kemudian menjadi nilai jual tersendiri untuk pengembangan wisata di Desa Bugisan, Klaten.

Banyak pengunjung dan masyarakat yang percaya bahwa jika mengunjungi Candi Plaosan, kisah asmara Rakai Pikatan dan Pramodhawardani bisa menular. Meski pun terbatas tembok agama yang tinggi, mereka berharap kedatangannya ke tempat sakral itu bisa mengundang keajaiban dalam percintaan beda agama.

“Banyak warga yang mempercayai kisah penyatuan cinta Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani bisa menular untuk mereka. Jadi, banyak pasangan yang datang ke sini dengan harapan cinta mereka bersatu. Hanya sekedar berfoto, atau foto prewedding bahkan juga ada yang menikah di sini,” imbuhnya.

Melihat potensi pengunjung yang cukup tinggi, pengelola kemudian menambah beberapa fasilitas untuk menunjang nuansa romantisme seperti lampion dan restoran untuk bangkit bersama Indonesia di sektor pariwisata, dengan semangat ‘bangkit bersama untuk Indonesia’.

Tempat penuh sejarah ini tidak serta-merta untuk wisata saja. Ternyata, Candi Plaosan, Desa Bugisan Klaten sudah masuk 50 besar Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI), juara II kategori situs sejarah terpopuler pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2019. .

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno pada Jumat, 1 Desember 2022 membeberkan bahwa wisata Desa Bugisan menjadi salahsatu desa wisata yang lolos mengalahkan 3.500 peserta.

Sandiaga juga mengatakan bahwa filosofi percintaan dibalik Candi Plaosan memiliki nilai jual dan daya tarik tersendiri di sektor pariwisata untuk ‘bangkit bersama untuk Indonesia’.

“Saya melihat Desa Wisata Bugisan menjadi klaster percontohan 1,1 juta pembukaan lapangan kerja baru yang berkualitas berbasis komunitas yang ada di pedesaan. Sehingga kekuatan masyarakat untuk bangkit kembali pasca pandemi bisa kita wujudkan, kita realisasikan dan target 2024 penciptaan 4,4 juta lapangan kerja baru yang berkualitas,” kata Sandiaga.

Tidak hanya masuk dalam 50 besar, Bupati Klaten Sri Mulyani juga menargetkan bahwa ke depan desa wisata Bugisan tetap menjadi Kampung Berseri Astra.

“Semoga (Desa Wisata Bugisan) masuk dalam nominasi yang lebih kecil lagi. Sehingga bisa mengangkat pariwisata yang ada di Kabupaten Klaten,” katanya.

Pengembangan demi pengembangan terus dilakukan di desa wisata ini, ada juga produk eco print, alat musik pring sedapur dan bank sampah menjadi inovasi.

Pring sedapur merupakan alat musik seperangkat gamelan dari bambu yang dibuat oleh salah satu warga Bugisan, Klaten bernama Sutikno (85).

Alat musik pring sedapur bentuknya menyerupai kentongan. Ukurannya pun memiliki panjang antara 80-100 centimeter dengan lima jenis, yakni bonang, bass, kethuk kenong, gong gede dan kendang gede. Selain itu, ada juga penambahan jenis alat musik angklung.

"Angklung suara beda tapi juga bisa kami ikutkan karena sama-sama bambu. Tapi lagunya bisa Jawa, karawitan bahkan dangdut juga bisa," ungkap Sutikno.

Nilai jual dari cerita sejarah, inovasi serta pengilhaman cerita asmara membuat nilai jual Candi Plaosan menjadi tinggi untuk mengundang wisatawan. Kemenparekraf terus meningkatkan nilai jual kebudayaan masing-masing wilayah di Indonesia. Terutama pasca pandemi covid-19, sektor pariwisata menjadi salah satu pengembangan yang diharapkan dapat memulihkan ekonomi ‘bangkit bersama untuk Indonesia’.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS