Indonesia
Rabu, 12 Februari 2025 10:11 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Keputusan Presiden AS, Donald Trump, untuk menutup kantor Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) dan menghentikan sementara bantuan luar negeri memicu kekhawatiran di berbagai belahan dunia.
Namun, bagi Indonesia, dampaknya diprediksi tidak terlalu besar. Sebaliknya, negara-negara yang sangat bergantung pada bantuan USAID, seperti Ukraina, Ethiopia, dan Afghanistan, berisiko mengalami krisis ekonomi dan sosial yang cukup serius.
Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menilai bahwa ketahanan ekonomi Indonesia yang kuat membuat negara ini relatif aman dari dampak kebijakan tersebut.
“Ketidakpastian global, termasuk kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan dinamika perekonomian Tiongkok, harus kita perhatikan," Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Rachmat Pambudy, dikutip Senin, 10 Februari 2024.
Menurut Rachmat dampak kepemimpinan Trump terhadap ekonomi Indonesia tidak sedalam negara lain. Meskipun ketidakpastian global perlu diwaspadai, fundamental ekonomi Indonesia dinilai cukup kuat.
"Simulasi Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa dampak kepemimpinan Presiden Donald Trump terhadap perekonomian Indonesia relatif tidak sedalam yang dialami negara lain, jadi kita harus optimis bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi," tambah Rachmat.
Hingga kuartal III-2024, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,03%, didukung oleh cadangan devisa tertinggi dalam sejarah sebesar US$$155,7 miliar atau sekitar Rp2545 triliun (kurs Rp16.350) dan inflasi yang terkendali di 1,57%. Bappenas bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 mencapai 5,3%, dengan target pertumbuhan 8% pada periode 2025–2029.
Meskipun tak signifikan, bantuan USAID tetap berdampak pada program kesehatan. Rachmat menyampaikan, pihaknya telah menyiapkan kebijakan fiskal pro-growth untuk memastikan pembangunan berkelanjutan. Targetnya adalah meningkatkan pendapatan negara hingga 13,75–18% dari PDB pada 2029.
Namun, nasib berbeda dialami oleh negara-negara yang sangat bergantung pada bantuan USAID. Berikut beberapa negara yang berpotensi mengalami krisis akibat penutupan USAID:
Ukraina menerima bantuan besar-besaran dari USAID untuk mempertahankan wilayahnya dari invasi Rusia. Penutupan USAID dapat melemahkan upaya pertahanan dan pemulihan ekonomi negara ini.
Ethiopia bergantung pada bantuan USAID untuk pemulihan pasca perang saudara yang menyebabkan kelaparan dan pengungsian massal. Hilangnya bantuan ini dapat memperburuk krisis kemanusiaan.
Afghanistan menerima bantuan kemanusiaan pasca pengambilalihan Taliban. Penutupan USAID dapat mengancam stabilitas sosial dan ekonomi negara ini.
Somalia menggunakan dana USAID untuk menangani konflik dan krisis pangan yang memengaruhi 4,3 juta warga. Tanpa bantuan ini, krisis diperkirakan akan semakin parah.
Yordania mengandalkan USAID untuk pengembangan ekonomi, air bersih, dan pendidikan. Penutupan bantuan dapat menghambat pembangunan di negara ini.
Kongo menerima bantuan untuk stabilisasi akibat konflik sumber daya mineral. Hilangnya dana ini dapat memperburuk ketidakstabilan politik dan ekonomi.
Suriah bergantung pada USAID untuk bantuan kemanusiaan, kesehatan, dan upaya melawan ISIS. Penutupan bantuan dapat memperparah krisis yang sudah ada.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 10 Feb 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 12 Feb 2025
Bagikan
Indonesia
5 jam yang lalu