Konglomerat
Senin, 11 November 2024 12:22 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Selama enam dekade terakhir, kesenjangan kekayaan telah meningkat secara signifikan. Berdasarkan data dari New Trader U, pada tahun 1963, kekayaan keluarga terkaya tercatat 36 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga termiskin. Namun, pada tahun 2022, perbandingan ini telah melonjak menjadi 71 kali lipat.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rasio gini Indonesia pada Maret 2024 mencapai 0,379. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan antara orang kaya dan miskin di dalam negeri masih cukup lebar.
Namun, rasio gini tersebut lebih rendah dibandingkan Maret 2023 yang tercatat sebesar 0,388. Tingkat ketimpangan juga menunjukkan tren penurunan selama 10 tahun terakhir.
Tren ketimpangan dalam 10 tahun terakhir disebabkan distribusi pengeluaran pada kelompok 40% bawah dan sedang, sementara pada kelompok 20% teratas justru mengalami penurunan.
Terkait ketimpangan antara si kaya dan si miskin, mengapa orang kaya semakin kaya?
Keluarga kaya (berkecukupan) sering kali mulai mengajarkan anak-anak mereka tentang pengelolaan uang sejak usia tujuh tahun. Mereka menekankan konsep-konsep seperti menunda kepuasan, dasar-dasar investasi, dan perbedaan antara aset dan kewajiban.
Situasi ini berbeda dengan anak-anak dari kelas menengah, yang lebih banyak mengajarkan pelajaran formal seperti Matematika. Perbedaan pola asuh ini membuat orang dewasa dari kelas menengah dan bawah cenderung kesulitan memahami konsep keuangan, seperti bunga majemuk, pengoptimalan pajak, dan diversifikasi portofolio.
Orang kaya memanfaatkan pinjaman untuk membeli aset yang menghasilkan pendapatan. Sementara rumah tangga kelas menengah sering menggunakan kartu kredit untuk mempertahankan gaya hidup mereka, membayar bunga 20-25% atas saldo bergulir.
Misalnya, seorang investor real estat mungkin mengambil hipotek 4% pada properti yang menghasilkan laba tahunan 8-10%. Meski memiliki utang, orang kaya mampu menghasilkan arus kas positif melalui imbal hasil investasi mereka.
Rata-rata rekening tabungan harus membayar bunga 0,4% sementara inflasi 3-4%, kebiasaan menabung yang bertanggung jawab justru akan merugikan karena uang akan berkurang perlahan ditambah kehilangan daya beli.
Orang kaya memahami hal ini dengan baik, sehingga mereka lebih memilih berinvestasi untuk menyimpan kekayaannya. Mereka akan mengalokasikan modal pada aset yang secara historis memberikan keuntungan lebih tinggi namun tetap relatif likuid, seperti saham, reksa dana, dan real estate investment trusts (REITs).
Orang kaya sering kali mempertahankan gaya hidup mereka bahkan saat pendapatan mereka bertambah, dan mengalokasikan kelebihan anggaran untuk investasi.
Tidak seperti kalangan kelas menengah, yang justru meningkatkan pengeluaran hingga 75-100% untuk memenuhi gaya hidup yang memberatkan keuangan. Pengeluaran tambahan ini mencakup pembelian mobil baru, rumah yang lebih besar, hingga makan di restoran mewah.
Studi menunjukkan rata-rata jutawan memiliki tujuh aliran pendapatan, sementara sebagian besar rumah tangga kelas menengah bergantung pada satu atau dua penghasilan. Perbedaan ini dengan jelas menunjukkan pertumbuhan kelas atas, sementara pertumbuhan rumah tangga kelas menengah tetap rentan dan terbatas.
Orang kaya memiliki diversifikasi pendapatan melalui bisnis sampingan, dividen investasi, sewa properti, atau produk digital. Pendapatan tambahan ini menciptakan ketahanan finansial dan mempercepat pembangunan kekayaan. Jadi, tak heran jika mereka semakin kaya.
Orang kaya berpegang pada prinsip untuk mengurangi pengeluaran atas barang-barang yang cepat mengalami penurunan nilai. Contohnya mobil baru yang nilainya bisa turun hingga 30% dalam tiga tahun pertama, pakaian bermerek, dan barang serupa lainnya.
Mereka lebih memilih untuk memperoleh aset yang mengalami apresiasi, seperti memperbesar portofolio investasi yang dapat menghasilkan keuntungan tahunan sebesar 7-10%. Sehingga, kekayaan mereka akan terus berkembang meskipun daya beli uang fiat semakin menurun.
Melepaskan diri dari keterbatasan keuangan kelas menengah tidak memerlukan perubahan gaya hidup yang drastis–melainkan serangkaian keputusan strategis yang diambil secara konsisten seiring waktu. Mulailah dengan memilih satu fokus, apakah itu membangun aliran pendapatan tambahan atau mengoptimalkan strategi investasi Anda.
Perubahan kecil dalam cara Anda berpikir dan mengelola keuangan dapat memberikan dampak besar pada perjalanan keuangan Anda seiring berjalannya waktu. Membangun kekayaan bukanlah soal menghasilkan lebih banyak uang, melainkan tentang membuat keputusan yang lebih bijak dengan uang yang sudah Anda miliki.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 10 Nov 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 11 Nov 2024
Bagikan