Membandingkan Harga Rumah Pensiun Presiden Indonesia: Mana yang Paling Mahal?

Rabu, 10 Juli 2024 11:48 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Deretan Rumah Pensiun Presiden Indonesia, Mana yang Paling Mewah?
Deretan Rumah Pensiun Presiden Indonesia, Mana yang Paling Mewah?

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan memilih untuk membangun rumah pensiunnya di Jalan Adi Sucipto, Desa Blulukan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Rumah pensiun Jokowi tersebut berdiri di atas lahan seluas 12.000 meter persegi.

Lahan rumah pensiun tersebut juga berada dekat dengan Gerbang Tol Bandara Adi Soemarmo dan Bandara Adi Soemarno. Sejumlah laporan menyebutkan harga tanah di wilayah tersebut sebelumnya berkisar antara Rp10-12 juta per meter persegi, namun setelah pembangunan rumah Jokowi, harga tanah naik menjadi Rp15-17 juta per meter persegi. Anggap saja harga tanah tersebut adalah Rp12 juta per meter, maka untuk lahan saja dibutuhkan biaya Rp144 miliar. 

Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama, menyatakan Jokowi sendiri yang memilih lokasi rumah pensiunnya di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, yang diberikan oleh negara setelah ia menyelesaikan masa jabatannya sebagai presiden.

Lahan rumah pensiun Jokowi di Karanganyar ini merupakan yang paling luas dibandingkan dengan rumah pensiun presiden sebelumnya. Meskipun demikian, hal ini masih sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2022.

Menurut aturan tersebut, luas tanah dan bangunan untuk rumah pensiun presiden dan wakil presiden adalah 1.500 meter persegi untuk wilayah DKI Jakarta. Namun, jika pembangunan rumah dilakukan di luar DKI Jakarta, luas tanah dan bangunan maksimal menyesuaikan dengan harga tanah seluas 1.500 meter persegi di DKI Jakarta.

Setiap presiden Indonesia, terkecuali Soekarno semuanya mendapatkan hadiah rumah setelah selesai masa jabatannya.  Berikut ini beberapa hadiah dari negara ke sejumlah Presiden Indonesia.

Soeharto

Wisma Puri Jati Ayu adalah kediaman bagi keluarga besar Soeharto yang dibangun pada 1970-an di Kawasan sekitar Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Setelah pensiun dari jabatannya, Soeharto memiliki hak untuk menerima pemberian dari negara berupa rumah, kendaraan, uang pensiun, dan fasilitas lainnya sesuai dengan Undang-undang No. 7 tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden Serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Namun, ketika ditawari rumah sebagai hadiah, Soeharto menolak dan meminta agar negara mengganti biaya pembangunan rumah Puri Jati Ayu. Akhirnya, pemerintah menawarkan kepada Soeharto dalam bentuk uang “pesangon” sebesar Rp26,5 miliar.

Bacharuddin Jusuf Habibie

Habibie memilih untuk kembali ke rumah pribadinya yang terletak di Jalan Patra Kuningan XIII Nomor 1, Jakarta Selatan. BJ Habibie mengatakan rumah pribadinya memiliki kesan tersendiri.

“Saat itu rumah dibeli dengan cara menyicil. Waktu jadi menteri, saya diminta Pak Harto untuk menempati rumah dinas yang ditempati Soemitro Djojohadikusumo, tapi saya tidak mau,” ujar Habibie beberapa waktu lalu.

Habibie juga menyebut, rumah pribadinya menyimpan banyak kenangan indah bersama istrinya, Ainun. Bahkan, dinding perpustakaan di rumah tersebut ditemukan oleh Ainun di Jawa Timur.

“Ibu Ainun yang menemukan dinding itu di Jawa Timur. Dia memanggil arsitek dari ITB untuk memproyeksikan dinding itu di pendopo,” tambah Habibie. Tidak diketahui apakah Habibie mendapat biaya pengganti dari hadiah rumah yang tidak diterimanya tersebut

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Meskipun Gus Dur hanya menjabat singkat dari tahun 1999-2001, dia tetap berhak menerima rumah dan fasilitas lain. Namun, Gus Dur memilih untuk tidak menerima rumah tersebut. Menurut Mantan Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, uang sebesar Rp20 miliar diberikan sebagai pengganti hak rumah untuk Gus Dur.

Dikutip dari Setneg.go.id, Gus Dur lebih memilih menerima penggantian dalam bentuk nominal uang.

“Kalau kita tak kasih rumah, melanggar UU dan semua mantan Presiden berhak mendapatkan, termasuk Gus Dur. Tapi Gus Dur lebih memilih mengambil uang daripada rumah. Pak Hamzah Haz sudah mengambil rumah. Karena itu perintah UU,” kata Hatta Radjasa, saat menjabat sebagai Mensesneg .

Menurut Hatta, dalam UU itu juga ada hak pengobatan penuh dan keluarganya dijamin oleh negara, juga mendapatkan pengawalan, kendaraan dan supirnya.

Menyinggung tentang kriteria rumah yang diberikan negara, Mensesneg mengatakan, kriterianya bebas sepanjang tidak melebihi Rp20 miliar. “Kalau melebihi Rp20 miliar, sisanya dibayar sendiri,” jelas Hatta.

Megawati Soekarnoputri

Putri dari Presiden Pertama RI Soekarno itu telah menerima hadiah rumah dari negara setelah menjabat sebagai presiden dari tahun 2001 hingga 2004. Selama masa jabatannya, Megawati tinggal di rumah dinas di Jalan Teuku Umar No. 27 dan 29, Menteng, Jakarta Pusat. Setelah pensiun, Megawati memilih menggunakan rumah dinas tersebut sebagai rumah hadiah yang diterimanya.

Rumah milik Megawati dijaga oleh pihak kepolisian, dengan satu pos jaga di samping rumah nomor 27A dan dua polisi berjaga di tenda depan rumah nomor 27. Kawasan ini juga sering dilintasi kendaraan pribadi. Rumah Megawati terlihat memiliki gerbang berwarna putih dan pohon besar di halaman depannya. 

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Rumah pensiun SBY terletak di Jalan Mega Kuningan Timur VII No 26, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan. Rumah tersebut terletak di belakang kantor Kedutaan Besar Qatar, dekat dengan Gedung RNI, Kadin Pusat, dan Gedung Kementerian Kesehatan.

Rumah dua lantai bergaya modern kontemporer, didominasi warna putih dan abu-abu, berdiri di atas lahan seluas 4.000 meter persegi. Rumah yang dihiasi dengan marmer ini memiliki pintu dan jendela besar yang menambah kesan mewah pada penampilannya sejak 2017.

Meskipun begitu, SBY pernah menyangkal klaim bahwa luas rumahnya mencapai 4.000 meter persegi. Menurutnya, luas tanah yang dimilikinya tidak sampai 1.500 meter persegi.

Jika mengacu pada perhitungan untuk lahan seluas 4.000 meter persegi, perkiraan biaya rumah tersebut bisa mencapai sekitar Rp300 miliar. Namun, jika sesuai klaim SBY dengan luas tanah sekitar 700 meter persegi, total biayanya diperkirakan mencapai sekitar Rp10,5 miliar.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 09 Jul 2024 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 10 Jul 2024