ISI Surakarta dan Eko Dance Company Siapkan 'Garda the Musical' Pertunjukan Tari 24 Jam

Rabu, 12 April 2023 09:43 WIB

Penulis:Kusumawati

Editor:Redaksi

IMG-20230412-WA0015.jpg
Pers konferensi Garda the Musical di teater Besar ISI Surakarta bersama Eko PC, Hanindawan, Widi Mulia, Gondrong Gunarto dll (Soloaja)

SOLO (Soloaja.co) - Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta bersama Eko Dance Company mempersiapkan 'Garda the Musical' pertunjukan musik dan tari 24 Jam Menari memperingati World Dance Day (WDD).

Yang istimewa, pertunjukan yang akan digelar 29 April 2023 pukul 06.00 hingga pukul 06.00 tanggal 30 April 2023, ikut menampilkan performa artis Widi Mulia, Dwi Sasono dan Beyon Destiano.

Sutradara pertunjukan Eko PC Supriyanto mengatakan perayaan 24 Jam Menari ISI Surakarta memasuki usia ke 17 tahun.

"Pesta pertunjukan tari masih mempertahankan gelaran tari di berbagai venue dan beberapa penari yang menari selama 24 Jam nonstop. Dengan peserta yang telah terdaftar lebih dari 150 kelompok yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Singapura dam Malaysia." Kata Eko PC, disela latihan di Teater Besar ISI Surakarta, Selasa, 11 April 2023, malam.

Dijelaskan Eko PC, agenda WDD tahun 2023 menjadi lebih special dengan menghadirkan 2 karya pada pertunjukan primetime, yakni 'Garda the Musical' karya Eko Supriyanto dan Pergelaran 4 Keraton turunan Kerajaan Mataram yang ada di Jawa, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran Surakarta, dan Pura Pakualam Yogyakarta

Garda adalah padanan dari garuda, seekor burung pemberani yang kemudian diangkat oleh para pendiri bangsa menjadi lambang NKRI. Garuda menurut mitos Hindu adalah kendaraan Dewa Wisnu Burung Garuda sangat mirip dengan Elang Jawa.

"Karya ini terilhami oleh kehidupan dunia burung yang ada di Nusantara Gagasan garap karya ini adalah me manusia-kan burung, artinya manusia tidak meniru seperti burung Tetapi memberi nilai kepada karakter-karakter burung untuk menyuarakan kemanusiaan. Garda sebagai wujud kebijaksanaan mengelola harmonisasi alam, dengan pusaka' cahaya delima, menyingkirkan kejahatan," imbuh Hanindawan selalu penulis naskah.

Kisah ini diawali oleh tokoh ibu, diperankan Widi Mulia, yang kehilangan anaknya, Jenar (Burung Kenari), sedang melakukan perjalanan dan pencarian yang termotivasi menjadi tokoh Garda, yang pemberani, perkasa, dan bijaksana. 

Ia bermimpi mendapatkan pusaka cahaya delima dan seketika ia dapat berubah menjadi Garda. Pusaka cahaya delima adalah sebuah idiom tentang ilmu pengetahuan. Semua orang dapat memiliki cahaya delima dengan belajar yang keras dan tekun serta memiliki keinginan kuat untuk memahami dan mengamalkan pengetahuan. Kata Delima adalah personifikasi dari lima sila dari Pancasila.

Perjalanan Jenar tidak mudah dan bahkan tertangkap oleh Bargota (Burung Gagak) dan kemudian diselamatkan oleh Garda. 

"Pesan yang ingin disampaikan pada pertunjukan ini adalah pusaka sejati adalah berkumpulnya ibu dan anak, masing- masing adalah pusaka itu sendiri, tidak terpisahkan oleh ego dan ambisi. Demikian pula dengan ilmu pengetahuan yang tidak dapat diperoleh secara instan tetapi harus dilakukan dengan usaha dan kerja keras," imbuh Hanindawan.

Pertunjukan ini didukung oleh penari dan actor mahasiswa dari FSP dan FSRD ISI Surakarta, serta diperkuat oleh 3 artis multitalenta, Dwi Sasono, Widi Mulia, dan Beyon Destiano.

Pertunjukan ini disupport oleh Kemendikbud Ristek, ISI Surakarta, BCA, iForte, BPIP, Sepatu KANKY, Sapu Jagad Squat. Dan sejumlah tokoh seni yang bergabung diantaranya Hani Dawan sebagai Penulis Naskah & Sutradara Drama, Koreografer oleh Eko Supendi dan Danang Cahyo, Gondrong Gunarto sebagai Penata Musik, Penata Kostum Agus Sunandar & Erika Dian dan penata lampu Alim Jeni.