PSHT
Jumat, 18 Agustus 2023 15:56 WIB
Penulis:Kusumawati
Editor:Redaksi
SUKOHARJO (Soloaja.co) - Perselisihan antar kelompok yang muncul di desa Mulur Bendosari Sukoharjo sudah diredam. Kedua belah pihak sudah berdamai. Namun Lembaga Bantuan Hukum Persaudaraan Setia Hati Terate (LKBH PSHT) tetap angkat suara menyesalkan terjadinya kasus tersebut.
Pernyataan oknum Kepala Desa (Kades) Mulur, Bendosari, Sukoharjo, berinisial SR, yang telah memicu perselisihan antar kelompok masyarakat.
Kades SR, selaku pejabat pemerintah di tingkat desa patut diduga telah menyebarkan ujaran kebencian dan SARA terhadap sesama warga negara di tengah momentum HUT ke-78 Kemerdekaan RI pada, Kamis (17/8/2023) kemarin.
Perkara bermula dari adanya permintaan kepada panitia upacara penurunan bendera Merah-Putih dalam rangka HUT-ke-78 Kemerdekaan RI di Kecamatan Bendosari, agar tidak mengikutsertakan salah satu kelompok perguruan silat.
Permintaan yang diduga disampaikan oleh SR melalui voice note dengan nada ancaman itu, tersebar secara berantai hingga memicu kemarahan dari perguruan silat yang dilarang mengikuti upacara penurunan bendera.
"Merespon pernyataan itu, kami datang ke Polres Sukoharjo untuk meminta perlindungan. Kami merasakan keprihatinan yang luar biasa karena ada oknum Kades menyampaikan sesuatu hal yang tidak pantas," kata Dwi Prasetyo Wibowo dari LKBH PSHT saat di Polres Sukoharjo, Jum'at 18 Agustus 2023.
Menurut Dwi, narasi yang diucapkan oknum Kades dalam voice note tersebut sangat tidak etis. Didalamnya terkandung ancaman kepada panitia upacara penurunan bendera bahwa jika kelompok perguruan silat yang tidak diinginkan tersebut tetap diundang maka kegiatan akan dibuat geger.
"Kami menanggapi keluhan sedulur-sedulur yang ada di Sukoharjo, bahwa larangan untuk kami tidak boleh mengikuti upacara bendera sama dengan melarang kami untuk mencintai NKRI. Ini sangat mencederai hati kami sebagai sesama anak bangsa," ujar Dwi didampingi rekannya yang juga dari LKBH PSHT, Sarif.
Oleh karena itu, kedatangannya di Polres Sukoharjo selain meminta perlindungan hukum juga berkoordinasi untuk menggali kemungkinan adanya unsur tindak pidana yang dilakukan oleh oknum Kades dimaksud.
Disisi lain, Dwi juga mengakui bahwa telah ada pertemuan perdamaian untuk menyelesaikan perselisihan yang difasilitasi oleh Forkopimcam Bendosari. Secara hubungan antar manusia baginya tidak ada masalah dengan perdamaian yang juga telah disertai permintaan maaf dari yang bersangkutan.
"Kami memaafkan, tapi yang perlu digarisbawahi adalah, apakah perdamaian dan permintaan maaf itu secara otomatis dapat menghapus dugaan tindak pidananya? Oleh karenanya masih terbuka peluang perkara ini diproses hukum. Makanya untuk proses hukum kami serahkan di kepolisian," pungkasnya.
Terpisah, Camat Bendosari Firmansyah Maymora, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa perselisihan tentang upacara penurunan bendera yang dipicu oleh pernyataan oknum Kades Mulur tersebut telah berakhir dengan perdamaian dan permintaan maaf secara tertulis.
"Sudah (selesai), tadi malam kami dari jajaran Forkopimcam didampingi aparat kepolisian bersama pihak-pihak terkait melakukan pertemuan di pendopo kecamatan. Dari pertemuan itu, yang bersangkutan (Kades SR) mengakui kesalahannya dengan meminta maaf," katanya.
Dalam pertemuan itu, Firmansyah menyebutkan, bahwa dari pengurus ranting masing - masing perguruan silat juga saling menerima. Perselisihan yang dipicu dari undangan upacara penurunan bendera itu, diduga karena pihak panitia tidak tahu jika ada dua kelompok PSHT.
"Yang bersangkutan sudah membuat surat pernyataan permintaan maaf, dan juga membuat video pernyataan pengakuan bersalah. Yang bersangkutan mengakui bahwa pernyataan di voice note itu karena emosi pribadi, tapi tahu-tahu itu tersebar hingga terjadi salah paham," paparnya.
Firmansyah menambahkan, atas perbuatan oknum Kades Mulur tersebut, pihaknya sudah melakukan teguran sebagai upaya pembinaan. Meskipun pernyataan itu disampaikan atas nama pribadi, namun saat menyampaikannya, SR memakai baju dinas Kades.
Bagikan