Batas Modal Kredit Online Naik, Siap-siap Bakal Marak Merger dan Akuisisi Fintech Lending

Drean Muhyil Ihsan - Jumat, 27 November 2020 07:09 WIB

Fintech P2P Lending AdaKami. / Facebook @adakami.id

undefined

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan baru terkait merger dan akuisisi bagi pelaku fintech lending.

Hal ini menyusul adanya rencana perubahan syarat minimum modal inti pendirian perusahaan teknologi finansial pembiayaan menjadi Rp15 miliar dari sebelumnya Rp2,5 miliar.

Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan menyatakan, adanya aturan merger dan akuisisi ini dapat memperkuat kualitas industri fintech lending. Terutama pada sisi modal usaha, operasional bisnis serta ekosistem.

“Nanti kalau ada perusahaan yang mau melebur atau menggabungkan, sudah dipersiapakan pasal per pasal dan aturan Peraturan OJK yang baru,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) beberapa waktu lalu.

Sedangkan, alasan adanya aturan batas minimum modal inti agar operasional perusahaan fintech lending dapat berkelanjutan.

Menurut Munawar, selama ini banyak penyelenggara yang memiliki ekuitas negatif yang menyebabkan perusahaan sulit beroperasi tanpa adanya tambahan investasi.

Benar saja, pada tahun ini jumlah penyelenggara fintech lending yang terdaftar di OJK berkurang 10 entitas menjadi 154 dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 164 penyelenggara.

Kesepuluh perusahaan itu harus gulung tikar lantaran modal usahanya habis dan tidak mampu mendapatkan investasi.

“Faktor bisnisnya berjalan tidak baik, tidak sesuai yang dibayangkan dulu. Perusahaan tidak memiliki uang sehingga tidak memenuhi syarat berizin,” ungkap Munawar.

Ketua AFPI terpilih Adrian Gunadi menjawab pertanyaan awak media secara virtual usai sidang MUNAS AFPI 2020 di Jakarta, Rabu, 30 September 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Merger Antar Segmen

Senada dengan Munawar, Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi turut mendukung adanya beleid tersebut. Pasalnya, fenomena merger membuka jalan bagi para penyelenggara fintech lending untuk saling memperkuat serta memberikan produk secara menyeluruh.

Mengingat saat ini dalam industri fintech lending ada berbagai macam segmen pembiayaan, mulai dari produktif, konsumen, dan syariah.

Bagi Adrian, terjadinya konsolidasi perusahaan fintech lending antar segmen merupakan fenomena yang menarik bagi industri keuangan yang baru seumur jagung ini.

“Potensi merger antar segmen produktif dan konsumtif misalnya dapat menjadi sesuatu yang menarik dan memperkuat perusahaan. Tentunya baik untuk kualitas juga terkait aspek profitabilitas,” tutup pria yang juga menjabat CEO dan Co-founder Investree tersebut. (SKO)

RELATED NEWS